bc

GADIS TANPA NODA

book_age18+
12.3K
FOLLOW
142.6K
READ
kickass heroine
drama
tragedy
like
intro-logo
Blurb

Intan dicerai sehari setelah pernikannya. Siapa yang tak luka?

Hanya karena tak ada noda darah saat malam pertama, Intan di fitnah tak virgin. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini?

Namun, seorang Intan bukan wanita lemah. Walau akhirnya menemukan cinta sejatinya yang tentunya ia dapatkan dengan perjuangan dan ujian yang berat.

chap-preview
Free preview
Malam pertama
"Akhirnya acara resepsi yang melelahkan dapat kita selesaikan dengan baik ya, Dek," ucap Mas Doni sambil melepas jas pernikahan kita. Aku pun tengah sibuk menyisir rambut yang sudah seperti sapu lidi terkena hespray, sungguh kaku sekali harus menyisir sedikit demi sedikit dan mengambil penjepit satu persatu. Mas Doni memelukku dari belakang mencium tengkukku yang masih ada bekas bedak. "Mas, aku mau mandi dulu," pintaku karena aku yakin Mas Doni mau melaksanakan tugasnya. "Nanti aja, Dek. Abis ini kita mandi sama-sama. Mas sudah tak sabar setelah dua tahun jadi pacarmu, baru hari ini aku benar-benar boleh menyentuhmu," ucapnya seolah sudah tak terbantahkan. Kubalikkan badan menatapnya, memegang wajahnya untuk sekedar kucium. "Makasih, Mas. Udah menjaga aku dengan baik, sekarang aku seutuhnya milikmu, terserah apa yang akan kamu lakukan. Aku pasrahkan semuanya untukmu," kataku dengan langsung dijawab oleh c*uman ganas Mas Doni. Malam ini jadi saksi bisu dimana dua hati jadi satu, melebur bersama cinta yang menyatu mengiringi indahnya malam penuh warna. Semoga dia menjadi jodohku selamanya. Do'aku dalam diam dengan lautan asmara meniti surga dunia. Saklar lampu dihidupkan aku yang masih bernafas putus-putus karena sebuah tragedi yang sengaja kita ciptakan kaget. Mas Dodi menyingkapkan selimut yang menutupi tubuhku yang masih belum berbalut pakaian sama sekali. "Ka-kamu sudah tak perawan?!" Mas Doni tiba-tiba membulatkan mata. Aku yang masih belum mengerti dari kaget ketika Mas Doni menyingkapkan selimut tertegun. "A-Apa maksudnya, Mas?" tanyaku. "Lihatlah, tak ada noda darah pada seprei menandakan kalau kamu sudah tak perawan!" Kali ini suara Mas Doni meninggi. "Ti-tidak, Mas. Sungguh aku baru kali ini melakukannya sama kamu. Ma-masalah noda aku tak tau Mas. Cuma memang tadi aku hanya sedikit merasakan sakit," ucapku menjelaskan. "Bagaimana mungkin! Sekarang jujurlah padaku atau kamu kutalak! " Jedderrr...!!! Bagai tersambar petir, Mas Doni tega akan menalakku dimalam pertama kita. Air mataku luluh mengalir tanpa lagi bisa terbendung, menatap sendu lelaki yang baru saja resmi memilikiku sekarang seolah ingin meninggalkanku. "Tak usah menangis! Jawab saja kalau memang kamu sudah tak perawan? Aku kecewa karena selama ini kukira kamu tak mau melakukan itu sebelum menikah karena menjaga kesucianmu, tapi ternyata kamu picik!!! " kali ini ucapan Mas Doni sambil menunjukan jarinya padaku. "Sungguh, Mas. Demi Allah aku masih perawan!" belaku. "Jangan bawa nama tuhan hanya untuk menutupi kebejadanmu! Sekarang mau mengakui atau kita cerai sekarang! " hardiknya. "Apa yang harus aku akui, Mas. Aku benar-benar masih perawan! " kali ini aku sudah ikut emosi. "Ohh... Jadi kamu milih aku ceraikan sekarang juga!! " dia menghardik lagi. "Silahkan, Mas. Ceraikan aku tapi aku bersumpah," kuraih tangannya kutaruh diatas kepalaku, "bahwa aku tak pernah melakukan hal itu sebelum menikah!" Ditarik tangan Mas Doni ketika aku selesai bersumpah, aku sungguh tak menyangka akan jadi seperti ini. Malam yang harusnya aku lalui penuh madu dan semerbak bunga kini harus berganti dengan pahitnya empedu dan wanginya bunga bangkai. Aku masih menangis tersedu-sedu melihat Mas Doni tengah menggunakan pakaiannya lengkap bahkan memasukan HP dan dompetnya kesaku. "Mau kemana, Mas? " sergahku ketika melihat dia akan beranjak pergi. "Mau pulang! " jawabnya tanpa menoleh. Aku yang masih t*lanjang langsung berlari dan menggegam kakinya erat. "Jangan tinggalkan aku, Mas. Apa kata mereka jika kamu pergi dimalam pengantin kita," rintihku memohon padanya. Dengan kasarnya dia melepaskan tanganku dari kakinya. "Persetan dengan urusanmu!" seketika Mas Doni membuka pintu dan membantingnya dengan keras. Aku yang masih terduduk hanya dapat menangis pilu, meratapi apa yang baru terjadi seolah mimpi. Setelah semua indah bersanding berdua dalam singgasana sehari kini hancur leburr bagai telah usai perang! "Ya Allah, apa dosaku dimasa lalu, hingga aku harus dihukum sedemikian rupa!" Aku menangis tersedu. *** Sinar matahari begitu menyilaukan mataku yang sembab, membuat aku yang baru terlelap sepuluh menit yang lalu merasa sangat perih di mata. Tenyata Ibuku yang membuka horder. "Bu, tutup hordennya! mataku sakit," perintahku pada Ibu yang tengah menatapku. "Ada apa, Nduk? Kok semalam Doni pergi dengan marah, dan maafin Ibu ya masuk kamar anak gadis yang telah menikah, soalnya dari tadi ketuk pintu tak ada jawaban," ucap Ibu mengingatkanku kejadian semalam. Kutak menjawab apa yang Ibu tanyakan, langsung kuberhambur memeluk Ibu. "Buu... Maafin Intan... Huu... Hu... " tangisku pecah dalam pelukannya. Ibu mengelus rambutku pelan, aku tumpahkan segala tangis sedih meratapi nasib diri dalam peluknya. "Wis Nduk, wis... Jangan nangis terus. Lihat tuh matanya sembab malu kan pengantin baru seperti itu." Ibu mengusap air mataku"? "Pertengkaran dalam rumah tangga itu udah biasa Nduk, namanya saja dua orang yang baru menjalani hidup bersama, mestilah ada ketidak cocokan, Nduk." "Tapi, Bu!" ucapanku langsung dipotong oleh Ibu. "Udah buruan mandi, hari ini masih banyak tamu, segera berdandan ya, temui teman-temanmu yang datang." Setelah berpesan Ibu langsung meninggalkanku. Bener kata Ibu, aku harus keluar karena memang pastinya masih banyak teman-temanku yang hadir karena diundangan aku lebih mendahulukan resepsinya. Kuambil handuk dan segera mandi, berrias di depan cermin memoles mataku yang agak bengkak. Untung saja aku sedikit bisa bermake-up hingga bisa menyamarkan mata sembabku. Ibu mengetuk pintu. "Nduk, temanmu pada datang!" teriak Ibu dari balik pintu. "Iya, Bu. Sebentar lagi aku keluar!" kujawab dengan sedikit teriak juga. Setelah merasa sempurna, dengan gamis putih dan kerudung pink nampak aku berlenggok didepan kaca, kuamati juga wajahku yang telah kumake-up. "Intan...! " Teriak teman-temanku ketika aku baru saja keluar dari rumah. Kita saling berpelukan, cupika cupiki dari teman satu ke yang lain. "Selamat ya! Semoga samawa," ucap Rindu teman satu profesiku,"semoga secepatnya aku menyusul." "Iya, terima kasih, Aamiin. Pasti kok secepatnya nyusul," jawabku. "Ehh... Tan, gimana malam pertama? Sakitkah? Berdarah-darah," ucap Yati mengingatkanku pada kejadian semalam. Sungguh hampir saja air mata ini jatuh tak terbendung. "Mana pengantin prianya?" tanya Rini teman SD yang rumahnya tak jauh dari rumahku. "Eee... Ma-masih tidur," jawabku berbohong, karena tak tau lagi harus menjawab apa. "Cie... Cie... Yang abis malam pertama, sampai salat subuhnya di qodho sama Dhuhur. Haha... Haa" temanku tertawa disana, hanya aku yang tersenyum gentir. Ah... Andai mereka tahu, apa yang terjadi dengan pernikahan ini. Mungkin mereka akan ikut tenggelam dalam kesedihan. Biarlah semua ini aku simpan sendiri bersama tangis dalam hati, mencoba tersenyum dalam luka. Berdiri tegak walau lemas terhempas badai di malam pertama. Setelah sedikit bercanda gurau menikmati makanan, teman-temanku pun pamit pulang, tak lupa sovenir sebagai kenang-kenangan kuberikan, jabat tangan dan ucapan do'a teruntai dari bibir semua. Semoga do'a mereka diijabah... Aamiin. Satu jam kemudian datanglah temanku Ratna dan Rara, mereka adalah teman satu sekolah dan dari mereka lah aku kenal Mas Doni. "Sori, Tan. Kemarin ngga bisa ngikut resepsi karena anakku panas badannya," ucap Ratna seolah merasa bersalah. "ngga papa, Rat," jawabku dengan kusunggingkan senyum. Rara pun demikian mengucapkan permintaan maaf karena dia masih bekerja ketika keluarga Mas Doni kesini. "Oh... Ya tapi kok aku liat tadi pagi Doni dirumahnya?" tanya Rara membuat aku bingung untuk menjawabnya. "Mas Doni pulang untuk mengambil..." belum selesai aku menjelaskan. "Nah... Itu dia pengantinnya, baru dibicarain, udah nonggol. Panjang umur dia," ucap Ratna memotong ucapanku. Kutatap mobil hitam yang masuk sebagian halaman rumah, ada rasa bahagia menyeruak dari dalam diri ini. Setidaknya Mas Doni sudah mau pulang! Batinku. Ternyata yang datang bukan cuma Mas Doni tapi juga Ibu Ayahnya, kumulai gelisah karena mana mungkin Ibunya juga ikut kalau Mas Dodi akan disini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook