bc

Re-Tired

book_age12+
563
FOLLOW
1.6K
READ
contract marriage
family
drama
bxg
mystery
city
lies
lonely
virgin
wife
like
intro-logo
Blurb

Aku lelah bertahan hingga sekarang. Mengulang dan terus mengulang kelelahan hatiku. Menjadi tak terlihat dihadapanmu, bertahan hanya untuk diriku sendiri. Bisakah aku pergi sekarang?

- Nabila Ariyana

chap-preview
Free preview
Re-Tired (Part 1)
"Aku pulang larut malam sayang" ucap lelaki yang mengenakan setelan kerjanya, menyesap cangkir berisi kopi di hadapannya. "Oke Mas, hati-hati di jalan, jaga kesehatan" ucap perempuan berambut panjang, yang mengenakan dress putih selutut tanpa lengan di dressnya. "Jaga Mbak Lisa, Nab" ucap lelaki itu dingin menatap pada seseorang yang ada diantara mereka berdua. Perempuan dengan rambut panjang bergelombang itu mengangguk. Tak ada kata yang terucap dari dirinya. "Aku pergi dulu" ucap lelaki itu mencium puncak kepala. "Hati-hati Mas" ucap perempuan yang tenyata bernama Lisa. "Iya sayang" ucap lelaki itu berlalu membawa tas kantornya. "Nabila, kamu tahu?" tanya Lisa angkat bicara setelah sekian lama dalam keheningan bersama Adik perempuan kesayangannya itu. Gadis yang disebut Nabila itu mengangkat wajahnya menatap Kakak kesayangannya. "Mas Andrew itu adalah orang paling romantis" ucap Lisa tersenyum meletakkan kedua siku lengannya diatas meja makan. "Mbak sudah katakan itu ribuan kali. Dan ratusan kali setiap harinya" sanggah Nabila tersenyum kecut. "Benarkah? Hahhh.... Ternyata sudah ribuan kali aku memujinya. Suamiku itu benar-benar...." Lisa menghentikan ucapannya, "Aku mencintainya Nab" ucap Lisa tersenyum lagi. "Aku juga, sangat, bahkan melebihimu mbak.." batin Nabila. "Nab, aku istirahat sebentar kepalaku agak sakit" ucap Mbak Lisa, wajahnya yang tadi tersenyum bahagia, kini berubah pucat. "Mbak gak kenapa-napa? Biar aku bantu ke kamar" tanya Nabila. Lisa menyuarakan bahwa ia tidak apa-apa lewat gelengan kepala. Dengan cekatan segera Nabila berlari mengambil kursi roda di ruang tamu, kemudian ia dudukan Lisa dikursi roda, lalu mendorong pelan kursi roda yang diduduki oleh Kakaknya itu. ~ Nabila POV 2 tahun yang lalu, Mbak Lisa mengalami koma dalam jangka waktu yang lama. Tubuhnya terbaring lemah dengan ratusan selang menancap di seluruh tubuhnya. Entah sudah ratusan kali aku menangisinya, Mas Andrew juga menangisinya, pekerjaannya terbengkalai, anak buah cinta mereka berdua, Hellina. Setiap hari menanyakan keadaan Ibunya padaku. Orang tuaku yang sudah pasrah dengan keadaan Mbak Lisa, serta orang tua Mas Andrew yang juga larut dalam kesedihan yang panjang. ~ Author POV "Andrew, sudah satu tahun, apa kamu masih tetap bertahan?" tanya Diana, Mama Andrew. "Aku gak tau Bu, tapi aku masih ingin menunggu" ucap Andrew dengan matanya yang berkantung, akibat kelelelahan. Sibuk dengan pekerjaan, serta sibuk memikirkan Lisa yang sudah satu tahun ini tidak menunjukan tanda-tanda akan sadar dari komanya. "Ibu gak tau ini membuahkan hasil atau tidak Andrew, ini sudah satu tahun" ucap Diana. "Ibu.." ucap Andrew lelah berdebat. "Yang dikatakan Ibu kamu benar Andrew, sudah satu tahun kita berupaya untuk Lisa, tapi tidak ada kemajuan" ucap Liliana, Ibu dari Lisa dan Nabila. "Jadi kamu berhak untuk menikah lagi, menikahlah. Kamu masih muda" ucap Tio, Ayah dari Lisa dan Nabila. "Aku gak bisa Papa, Lisa butuh aku" ucap Andrew mengusap kasar wajahnya. "Menikahlah dengan Nabila" ucap Diana. Nabila membelalakkan matanya, ia berada disekitar orang-orang yang terluka dengan keadaan Lisa, bagaimana bisa ia mendengar keputusan yang sungguh-sungguh tidak ada dalam isi kepalanya?. Nabila akui, ia memang mencintai suami Kakaknya itu, dulu. Lama sekali, jauh sebelum Lisa menikah dengan Andrew, ia mengenal Andrew karena ia adalah Kakak tingkat di universitas yang sama dengan Nabila. Ia jatuh cinta, tapi Andrew datang melamar Lisa, bukankah itu berarti cintanya bertepuk sebelah tangan?. Tapi jika ditanya bagaimana perasaannya pada Andrew sekarang jawabannya masih sama, ia tetap mencintai lelaki itu, dalam diamnya. "Nabila masih 24 tahun Ma, belum ada pikiran menikah" entah dorongan dari mana Nabila mengeluarkan kata-kata itu dihadapan orang tuanya, serta orang tua Andrew, dan Andrew. "24 tahun itu sudah harus menikah Nabila" ucap Rian, Ayah dari Andrew. "Hanya kamu harapan kami, kamu orang yang cukup dekat dengan Hellina, dan kamu adik dari menantu kami.." ucap Diana. Ya, hanya kedekatan antara Nabila dan Hellina yang membuat orang tua dari Andrew meminta dirinya untuk menjadi istri kedua dari Andrew, tidak lebih dari itu. Tidak karena Andrew mencintainya, bukan itu. "Pokoknya aku gak bisa Bu, maaf untuk kali ini aku menolak permintaan kalian, Lisa koma, apa dengan menikah aku bahagia? Bagaimana kalau Lisa sadar? Dia mengetahui pernikahan kami? Aku gak mau bikin Lisa kecewa sama aku" ucap Andrew. 'Apa dengan menikah aku bahagia?' Miris sekali ketika mendengar Andrew mengatakan itu dihadapannya, Nabila hidup diantara dua orang yang saling mencintai dengan kuat, bodoh jika Nabila menerima dan bahagia dengan pernikahan ini. Lagi pula ia hanya akan menjadi peran pengganti dari peran utamanya "Dengar Andrew, sudah satu tahun kamu bertahan, apa kamu tega melihat Hellina ikut menderita?" tanya Liliana. Hellina, nama itu menggelitik hati Andrew, anak berusia dua tahun itu harus menangis dan mencari Ibunya setiap hari. "Ini bukan masalah keegoisan Andrew, Ibu ingin melihat kalian bahagia, terutama Hellina" ucap Diana. "Tapi bukan dengan menikah lagi Ibu! Apalagi menikah dengan iparku sendiri" sanggah Andrew. Nabila hanya menundukan kepalanya, ia sudah kehabisan akal. Ia berada diposisi terjepit, ia korban. Semua orang dikeluarga ini menginginkan kebahagiaan satu orang, Hellina keponakannya. Bukan dirinya. Miris sekali, apa gunanya ia berada di keluarga ini? Terlahir dari keluarga yang sebenarnya tidak terlalu ambil pusing tentang kebahagiaannya. "Mbak, aku mohon bangun…. Demi pernikahan Mbak, aku rela mengubur perasaanku aku janji Mbak, asal Mbak bangun, kasian Mas Andrew dan Hellina. Mereka butuh kamu" batin Nabila. "Dengar baik-baik, lihat Lisa Ndrew, lihat dia! Apa ada tanda-tanda dia akan sadar? Ini sudah satu tahun Andrew, Dokter juga sudah pasrah dan menuruti apa keputusan kita, sudah banyak upaya untuk kita menyembuhkan dia, tapi tidak ada respon Andrew" ucap Liliana. Andrew menatap istrinya sekarang, matanya berair, entah ia ingin menangis, tapi air matanya sulit keluar. "Lisa, please.. Jangan tidur terus" lirih Andrew melipat kedua tangannya disamping tubuh istrinya, dan kepalanya ditenggelamkan kedalamnya. "Papa.." panggil seseorang. Andrew mengangkat wajahnya dan melihat kearah sumber suara yang ternyata ada disampingnya, ada dalam gendongan Nabila, Adik iparnya. "Papa napa? Papa angis?(Papa kenapa? Papa nangis?)" Hellina, gadis berkepang dua itu menatap Papanya sendu, bicaranya belum lancar, tapi ia sedikit paham keadaan disekitarnya. Anak berumur 2 tahun ini, harusnya saat ini ia aktif mengenal dunia dan bercengkrama dengan Ibunya, ini malah sebaliknya, sibuk ikut pergi bolak-balik kerumah sakit hanya untuk menemui Ibunya yang terbaring lemah dirumah sakit. "Papa gak apa-apa sayang, sini" ucap Andrew mengambil alih tubuh mungil anak gadisnya itu dari tangan Nabila. "Mama, Ma, Mama angun, Papa angis (Mama, Ma, Mama bangun, Papa nangis)" ucap Hellina menarik-narik baju rumah sakit khusus untuk pasien yang digunakan oleh Lisa. "Sebaiknya berikan Andrew dan Nabila waktu dulu, tidak secepat itu mengambil keputusan, ayo Ma, lebih baik kita pulang dulu" ucap Tio menggenggam tangan istrinya yang mengusap air matanya, Liliana menangis. "Sebaiknya kita juga Ma, Pak Tio benar. Keputusan ini harus dipikirkan baik-baik" ucap Rian mengusap bahu Diana yang juga ikut menangis. "Ayo, kita pulang sama-sama. Andrew, Nabila, Papa Mama dan orang tua kamu pulang dulu Ndrew" ucap Tio. Andrew menganggukkan kepala lemah. Hellina menatap dua pasang Kakek-Neneknya itu. "Ina au ulang sama Om, Pa (Lina mau pulang sama Oma, Opa)" ucap Hellina. "Hellina mau ikut sama Oma sama Opa?" tanya Rian. "Ya" ucap Hellina tersenyum. "Sebaiknya Hellina ikut saya saja gak apa-apa kan Mbak Liana?" tanya Diana. "Gak apa-apa Mbak, lagi pula kemarin malam Lina sudah tidur dirumah saya, tidak ada salahnya Lina dekat dengan semua Oma dan Opanya" ucap Liliana tersenyum. "Makasih Mbak Liana, terimakasih. Ayo Lina ikut Oma" ucap Diana segera menghampiri dan menggendong tubuh mungil Hellina. "Pa Ina ulang ulu ya, ante Abil Ina ulang ulu ya cok kita ain agi ya (Papa Lina pulang dulu ya, Tante Nabila Lina pulang dulu ya besok kita main lagi ya)" ucap Hellina. "Iya sayang" ucap Andrew dan Nabila berbarengan. Kedua orang tua Andrew dan Nabila pun keluar dari ruangan tempat Lisa dirawat. Andrew membisu, begitu pula Nabila yang berdiri disampingnya. Mata mereka berdua tak lepas dari wajah Lisa. Sudah selama ini ia tidur, apa tidak lelah tidur terus?. "Mas, kamu mau makan?" tanya Nabila. Andrew menggeleng. "Lisa bangun, please Lis!" ucap Andrew. "Mas belum makan seharian ini, biar aku belikan dikantin bawah" ucap Nabila. "Kamu gak capek tidur terus Lis? Bangun!" ucap Andrew menggoyang tubuh Lisa pelan. "Mas, aku belikan makanan ya" ucap Nabila memegang pundak Andrew. Andrew menepis kasar tangan Nabila. Nabila membelalak kaget mendapat perlakuan Kakak iparnya. "Berhenti cari perhatian sama aku Nab!" ucap Andrew menatap Nabila dingin. "Ap, ap, apa maksud kamu Mas?" tanya Nabila mengerutkan keningnya. "Aku tau kamu suka sama aku kan?" tanya Andrew to the point. "Apa?" tanya Nabila kaget. "Makanya kamu minta sama kedua orang tua kita buat menikahkan aku sama kamu! Kamu itu jahat Nabila, Kakak kamu disini terbaring lemah, dan kamu ingin merebut kebahagiaannya begitu saja?" ucap Andrew. "Sumpah demi Allah aku gak ada niat selicik itu Mas" ucap Nabila. "Oke, kamu bisa pakai cara licik itu, aku juga bisa" ucap Andrew dengan matanya yang tajam berdiri menatap mata Nabila. "Ayo kita menikah, minggu ini" ucap Andrew tersenyum sinis pada Nabila. Nabila bergidik ngeri, "Aku gak mau". "Aku akan urus surat cerai dan perceraianku dengan Lisa, kita perlu itu untuk men-sahkan pernikahan kita". "Kamu lihat dan saksikan saja drama yang kamu buat, aku sudah lakuin yang kamu inginkan Nabila. Mari kita menikah, kita wujudkan mimpi kamu untuk memiliki aku" ucap Andrew. "Gak, aku gak mau! Aku gak bisa bikin Mbak Lisa sakit hati" ucap Nabila menggeleng, air matanya sudah berjatuhan saat ini. "Bukannya ini yang kamu inginkan? Tapi sebelum itu Nabila? Tapi sebelum itu mari buat perjanjian. Setelah Lisa sadar, jangan pernah ungkap kisah kita, dan disaat itu juga ketika Lisa sadar, aku resmi menceraikan kamu" ucap Andrew berdiri mencengkram kedua bahu Nabila. Nabila meringis kesakitan, ingin berontak pun ia percuma, tubuhnya tak jauh kuat dari Andrew. "Gak, aku gak mau.. Aku gak bisa" lirih Nabila. "Will you marry me, Nabila Ariyana?" Andrew menaikkan sebelah alisnya mengulurkan tangan kanannya. Andrew tidak main-main dengan perkataannya, hari minggu itu juga ia dan Nabila melangsungkan pernikahan. Sebelum pernikahan, Andrew sudah mengatakan pada Nabila kalau ia akan menikahi Nabila secara Siri. Nabila mengerti itu. Tidak akan pernah ada cinta dan pernikahan dalam pernikahan ia dan Andrew. Pernikahan serta percintaan yang biasanya ada dalam drama Korea yang ia tonton, ataupun dalam novel yang biasanya ia baca. Tamu undangan tidak ada, hanya kedua orang tua Nabila dan Andrew. Serta penghulu, dan kedua saksi. Andrew menanyakan kado apa yang di inginkan Nabila, tetapi Nabila menjawab tidak menginginkan apapun dari Andrew. Pakaian yang digunakan Andrew dan Nabila pun terkesan sederhana, tak ada yang spesial bagi Andrew, begitu pula make up yang dikenakan Nabila hanya make up sederhana. Mahar Nabila pun hanya seperangkat alat sholat, orang tuanya tak menginginkan yang lain, begitu pula dirinya. "Sudah selesai, cantik sekali Mba Nab” ucap perias pengantin dari Nabila. Nabila, ayo keluar, Andrew sudah melaksanakan ijab kabul" ucap Liliana dari luar kamar Nabila. Liliana dan Nabila tiba diruang tamu, semua mata memandang ke arah Nabila, mereka tersenyum bahagia. "Tuhan, bahkan saat seperti ini mereka menampakkan senyum bahagia mereka karena kebahagiaan mereka, buhan kebahagiaan ku...." batin Nabila tersenyum paksa. "Cantik sekali Nabila" puji Diana. Andrew menatap sekilas Nabila yang berjalan ke arahnya. Nabila juga menatap Andrew dengan senyum manisnya yang melebar. "Mungkin dengan senyum ini, setidaknya aku nampakkan bahwa aku bahagia Mas, tapi jauh dalam lubuk hatiku, aku terluka, dan itu perih sekali" batin Nabila segera duduk disamping Andrew. "Sekarang kalian sah dihadapan Allah, saatnya istri mencium tangan suaminya, dan suami mencium kening sang istri" ucap penghulu tersenyum. Nabila segera duduk disamping Andrew dan mencium tangan Andrew dengan tulus, ketika Andrew ingin mencium kening Nabila, rahangnya mengeras. Nabila tidak tahu jelas mengapa Andrew seperti ini, ia tersenyum manis, berusaha menutupi hatinya yang sebenarnya sangat perih sekali. Pernikahan ini, bukan pernikahan abadi, akan ada perpisahan setelah sang pemeran utama sadar, Nabila hanya menunggu takdir. Ia ingin Lisa sadar dari komanya, tapi setengah hatinya berharap ia bisa bersama dengan Andrew setidaknya lebih lama. Setelah itu, Nabila pastikan ia pergi sejauh mungkin dari Andrew dan Lisa. Setelah Lisa sadar maka kehidupan mereka akan bahagia. "Setidaknya Tuhan mengizinkan aku memilikimu untuk sementara waktu Mas...." batin Nabila. ~ Acara pernikahan sudah usai, Andrew resmi menjadi suami Nabila. Ia berhak atas seluruh jiwa dan raga Nabila. Bahkan jika ia ingin, malam ini pun ia bisa menanam benih untuk Nabila. Tidak, tidak mungkin Andrew akan melakukannya, Nabila yakin tak kan mungkin ada adegan ini dalam hidupnya. Baguslah, jadi jika seandainya ia resmi bercerai dengan Andrew nanti, jika ada yang memintanya menjadi istri, maka lelaki itu beruntung mendapati dirinya yang masih belum resmi menjadi wanita sesungguhnya. Mereka sudah ada dalam kamar pengantin sekarang. Nabila duduk diatas kasurnya yang bertabur bunga-bunga, sementara Andrew bersandar dipintu kamar yang tertutup. Nabila menunduk, ia menangis dalam diam. Sebenarnya Andrew tahu jika Nabila menangis, tapi ia enggan menenangkannya. "Semua sudah terlaksana Nab, aku akan beri tahu kamu perjanjian pernikahan ini" ucap Andrew buka suara. Nabila bergeming ia hanya meneteskan air matanya. "Pertama, gak ada malam pertama diantara kita. Kedua, gak ada honey moon dalam daftar rencana kita. Ketiga, bersikap layaknya Tante, bersikaplah seperti bukan Ibu untuk Hellina karena memang sejatinya kamu adalah Tante-nya. Keempat, jangan pernah ceritakan apapun ketika Lisa sadar. Kelima, mari bercerai ketika Lisa sudah sadar, mau tidak mau, suka tidak suka kita tetap harus bercerai" ucap Andrew dingin. "Aku akan memberikanmu uang bulanan setelah bercerai, dan jumlahnya sama dengan Lisa. Jangan pernah menganggap aku tidak bertanggung jawab setelah kita bercerai, aku pasti bertanggung jawab, pegang janjiku yang satu ini.." ucap Andrew lagi. "Jika aku tidak meminta uang itu, melainkan hatimu, apa kamu mau memberikannya Mas?" batin Nabila. "Dan satu lagi, bersikap layaknya suami istri ketika kita berhadapan dengan kedua orang tua kita, aku tidak ingin mereka curiga" ucap Andrew lagi. "Tidurlah, aku akan tidur setelah kamu tidur" ucap Andrew segera keluar dari kamar Nabila. Nabila memandang tubuh tegap Andrew yang menghilang ketika pintu tertutup. Sungguh, hidupnya benar-benar menyedihkan. Ia menikah tapi tak seperti kenyataannya. Tugasnya hanya membuat kebahagiaan Hellina, dan kedua pasang orang tua dan mertuanya. Sementara kebahagiannya? Harus terkubur dalam-dalam. Nabila mencengkram kuat dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. "Seharusnya aku tidak mencintaimu Andrew, tapi hingga sekarang kenapa aku terus mencintaimu?" lirih Nabila. Nabila segera melepas pakaian pengantinnya dan masuk kedalam kamar mandi yang ada dalam kamarnya, melakukan ritual mandi kepala memang pilihan yang tepat ketika kepala sedang sakit, itu lah yang dilakukan Nabila. Setelah selesai, ia keluar dengan piyama tidurnya yang bergambar 'Marsha and The bear' disuluruh piyama licinnya itu. Ia segera merebahkan tubuhnya keatas kasurnya. Di tatapnya layar ponselnya menampilkan foto dimana ada ia dan Andrew berdiri berdampingan, di kedua sisinya ada orang tua mereka. Nabila tersenyum, dalam foto itu terlihat jelas Andrew tersenyum, dan senyum itu sedikit terpaksa. "Seandainya aku bisa memajang foto ini dalam kamarku.." lirih Nabila tersenyum miris memandang langit-langit kamarnya. Nabila pun memejamkan kedua matanya, kelelahan yang melanda hati, pikiran dan tubuhnya membuat ia cepat larut dalam tidurnya. Andrew masuk ke dalam kamar mereka ketika jam menunjukkan pukul 23.45. Dilihatnya, tubuh wanita itu membelakanginya, dan sepertinya tertidur lelap sekali. "Kelelahan mungkin" batin Andrew. Ia segera merebahkan diri di samping istri siri-nya yang beberapa jam lalu ia nikahi. Matanya belum bisa terpejam, mungkin efek beda tempat serta suasana. Dan juga yang disampingnya kini bukan Lisa. "Lisa, kapan kamu sadar?" tanya Andrew pelan. "Sampai kapan aku bertahan buat nunggu kamu?" tanyanya lagi. Mata Nabila mengerjap pelan ketika dirasa ada orang yang merebahkan diri ke kasurnya, disampingnya. Ia bergening dengan posisi membelakangi orang itu. "Lisa, kapan kamu sadar?" ucap seseorang, pelan. Ia yakin, ini Andrew, tidak salah lagi. "Sampai kapan aku bertahan buat nunggu kamu?" tanyanya lagi. Mata Nabila memanas, entah kenapa, ucapan Andrew kali ini benar-benar menyakiti hatinya, sesakit inikah Andrew kehilangan Lisa? Lantas, bagaimana dengan dirinya yang justru menanggung beban berat dua kali lipat dari Andrew. Terluka ke sekian kalinya, hadirnya tak diharapkan. "Aku, bukan! Hati ini benar-benar sakit Tuhan.." batin Nabila. Air matanya tak terbendung lagi, tubuhnya berguncang menahan suara tangisnya agar tidak keluar.. "Sampai kapan aku bertahan, jika Andrew tidak mengharapkanku?" batin Nabila lagi. ~ Mata Nabila mengerjap ketika cahaya memasuki kamarnya, segera ia beranjak bangun dan melihat orang disampingnya. Lelaki itu masih terlelap dalam dunianya. Nabila menyunggingkan senyum, sudah lama sekali ia berharap melihat lelaki ini ketika ia pertama kali bangun tidur, dan mimpinya menjadi kenyataan hari ini. Segera mengambil handuk dan perlengkapan baju santainya ke dalam kamar mandi. 15 menit setelahnya Nabila keluar dengan pakaian santainya, kaus kebesaran berwarna putih polos, serta hotpants nya berwarna hitam. Segera ia keluar dari kamar mandinya. Lelaki itu masih sama posisinya, tidurnya tenang. Nabila segera keluar dari kamarnya, dan masuk ke dalam dapur. Ruang makan dan dapurnya kosong, mungkin Mama dan Papa kelelahan seperti dirinya, hingga bangun kesiangan. Tanpa membuang waktu Nabila segera menggoreng telur ceplok sebanyak 4 biji. Setelah selesai ia menggoreng nasi bercampur bumbu pelengkap nasi goreng, setelah selesai ia tambahkan sosis dalam penggorengan dan mengaduknya rata. Setelah selesai dengan nasi gorengnya, ia meletakkan 4 piring nasi dengan diatasnya telur ceplok tadi ke atas meja makan. "Sudah selesai" ucap Nabila puas akan hasil kerjanya yang cekatan. "Sebaiknya aku bangunkan Papa dan Mama" ucap Nabila beranjak menuju kamar orang tuanya. Tok tok tok.. "Ma, Pa, bangun" panggil Nabila pelan. Tak berapa lama, Mamanya keluar dengan wajah kusut kelelahan. "Ada apa Nabila, Mama masih ngantuk" ucap Liliana kesal. "Ayo Ma bangun, sudah jam setengah tujuh, Nabila sudah bikin sarapan kita makan sama-sama" ucap Nabila tersenyum. "Oke sebentar lagi, Mama mandi dulu, Papa kamu juga masih tidur, Mama mau bangunin Papa dulu" ucap Mama. "Iya Ma, Nabila juga mau bangunin Mas Andrew, biar sarapan sama-sama" ucap Nabila. "Oke" ucap Liliana. Nabila segera masuk kedalam kamarnya, dilihatnya lelaki itu belum bangun juga. "Mas, Mas Andrew, bangun" ucap Nabila menepuk pelan lengan Andrew. Andrew menyisihkan tangan Nabila pelan, matanya masih terpejam. "Mas, Mas Andrew ayo bangun, sudah jam setengah tujuh" ucap Nabila lagi menepuk pelan lengan Andrew. "Kamu main-main sama aku ya, aku masih ngantuk" ucap Andrew tetap memejamkan mata. "Mas ayo bangun, kita sarapan" ucap Nabila lagi.. Tiba-tiba tangan Andrew menarik kedua tangan Nabila hingga tubuh Nabila menindih tubuhnya. Mata Nabila membelalak, jantungnya berpacu saat ini, posisi ini membuatnya dekat sekali dengan Andrew, hingga wajahnya yang tampan itu dapat dilihatnya dengan dekat. Apalagi Andrew sekarang tersenyum hangat padanya. Nabila juga ikut tersenyum. "Jangan main-main lagi sama aku Lis, kalau kamu main-main lagi, aku bakal gelitikin kamu seharian" ucap Andrew tetap dengan mata terpejamnya. Tubuh Nabila menegang, sesegera mungkin ia berdiri, untung saja Andrew tidak memeluk tubuhnya erat, jadi posisinya seksrang kembali seperti semula, Nabila berdiri dihadapan Andrew yang terbaring diatas kasur. "Mas bangun, ini aku Nabila" ucap Nabila pelan. Mata Andrew terbuka lebar, wajahnya mengeras dan ekspresinya datar. "Aku sudah siapkan sarapan, aku tunggu di ruang makan, Papa dan Mama juga sudah siap-siap disana" ucap Nabila segera berlalu dari sana. Andrew mengerjap lambat, nafasnya berhembus kasar, sekian detik kemudian ia beranjak membawa handuk, dan baju kaos hitam serta celana santai berwarna biru malamnya. ~ Nabila duduk dikursi ruang makan, orang tuanya mungkin sedang berkemas. Hari ini mereka semua akan mengunjungi Lisa. "Jangan main-main lagi sama aku Lis, kalau kamu main-main lagi, aku bakal gelitikin kamu seharian" Kata-kata ini selalu terngiang di ingatan Nabila, entah karena apa apa. Andrew benar-benar mencintai Lisa, Nabila akui itu. Lantas untuk apa pernikahan ini diadakan? Nabila tersenyum miris mengingat nasibnya. "Menyedihkan" ucap Nabila pelan. Beberapa saat kemudian Liliana dan Tio datang, disusul Andrew beberapa detik kemudian. "Wah hampir dingin masakan kamu Nab, biasanya kalau Lisa yang masak pasti selalu gangat" celoteh Liliana segera memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. Nabila menghentikan sendok berisi nasi didepan bibirnya mendengar ucapan Mamanya. "Iya Ma, tadi takut ganggu Mama waktu masak, jadi Nabila fokus goreng nasi dulu" ucap Nabila spontan. "No problem, Andrew ayo makan, setelah ini kan kita mau ke rumah sakit" ucap Tio buka suara. "Iya Pa" ucap Andrew segera menyendok makanannya. Nabila makan dalam diam. "Hmm, Pa, Ma" panggil Andrew membuka suara. Nabila menatap ke arah Andrew, Andrew hanya melitik sekilas kearah Nabila, kemudian fokus ke makanannya. "Kenapa Ndrew?" tanya Liliana menaikkan sebelah alisnya. "Hari ini aku sama Nabila mau pamit ke rumah kita" ucap Andrew tersenyum. "Ke rumah kamu?" tanya Tio. "Iya Pa, aku gak enak aja kalau harus tinggal disini, lagi pula aku bisa bawa pulang Hellina, sudah lama Hellina tinggal bergantian di rumah Papa dan Mama serta orang tua aku. Biar nanti kami tinggal bertiga, aku juga sudah mau kembali fokus kerja" ucap Andrew. "Perusahaan itu kan milik kamu Ndrew, kamu bebas gak masuk sebulan pun, ada pegawai kamu kan yang cekatan" ucap Liliana, "Kalau Hellina Mama gak keberatan sama sekali dia mau tinggal disini, di rumah orang tua kamu, kami senang kumpul sama anak dan menantu". "Gak enak aja Ma, gak apa-apa kan kami tinggal dirumah kami yang sebenarnya?" tanya Andrew. "Gak apa-apa Andrew, itu pilihan kamu. Papa dukung. Lagi pula Nabila juga sudah jadi istri kamu, dia wajib ikut tinggal bersama kamu, melayani kamu dan Hellina. Papa izinkan" ucap Tio. "Ya sudah, Papa mengizinkan, Mama juga mengizinkan, Nabila kalau kamu sudah selesai makan, kamu bereskan pakaian kamu dan Andrew, nanti biar Mama yang cuci piringnya" ucap Liliana. Nabila mengangguk singkat. ~BERSAMBUNG~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hurt

read
1.1M
bc

Dua Cincin CEO

read
231.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.2K
bc

The Ensnared by Love

read
103.9K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

Married By Accident

read
224.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook