bc

GARUDA & RAISA

book_age18+
1.1K
FOLLOW
12.0K
READ
possessive
powerful
confident
bxg
genius
soldier
superpower
teacher
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

GENRE : ROMANCE

UPDATE : SETIAP HARI

COVER : MENGGUNAKAN APLIKASI AUTODESK SKETCHBOOK & BANNER MAKER 2019

CATATAN :

MAAF JIKA ADA KESALAHAN, SEMOGA BISA MENIKMATI CERITANYA. INI BUKAN KISAH NYATA JADI SEDIKIT DIBUMBUI DENGAN DRAMA.

#####

GARUDA & RAISA

Menceritakan tentang bagaimana seorang Garuda yang memperjuangkan perasaan sukanya pada seorang Raisa—yang baru ditemuinya di cafe. Garuda yang tidak pernah jatuh cinta, tiba-tiba memiliki rasa suka kepada seorang perempuan dan langsung ingin mengajaknya menikah.

Sedangkan Raisa, perempuan bucin dari seorang Ardan—seorang polisi—yang merupakan mantan pacarnya. Raisa belum bisa move on karena sudah berpacaran dengan Ardan selama 5 tahun lamanya.

Lalu, bagaimana jika Garuda yang tidak ada satu jam melihat paras Raisa, tiba-tiba datang ke rumah untuk melamar? Apakah Raisa akan setuju untuk menikah dengan Garuda atau menolaknya dan kembali pada Ardan—mantan pacarnya?

JANGAN HANYA BACA BLURB-NYA SAJA. SILAKAN UNTUK MEMBACA PROLOG-NYA AGAR SEGERA JATUH CINTA DENGAN MEREKA.

SIAP?

SILAKAN MEMBUKA PROLOG :)

chap-preview
Free preview
PROLOG
Raisa, nama yang begitu terkenal di kalangan mahasiswa FKIP di salah satu universitas terbaik di kota X. Namanya begitu melambung ketika berhasil menyabet piala gubernur dalam acara kesenian daerah. Raisa suka menari, menyanyi, melakukan aktivitas seni, namun dirinya bukan anak seni. Si anti sosial yang terlihat menyebalkan, sombong, dan ketus—di mata orang lain. Namun, dibalik sikapnya yang seperti itu, Raisa adalah seorang yang sangat pintar dalam berdebat maupun berkesinian terlepas dari pandangan orang-orang terhadapnya. "Raisa? Si anak pendidikan fisika itu? Yang songongnya minta ampun itu? Astaga, cuma nari enggak jelas gitu doang. Gue juga bisa," ucap salah satu perempuan yang berada di hall MIPA. Raisa lewat dengan melirik ke arah dua perempuan yang sedang sibuk menggunjingkan dirinya. Salah satu diantara mereka menyenggol si perempuan yang baru saja bicara tentang dirinya. Raisa tidak pernah menggubris omongan orang, dia lebih memilih melanjutkan langkahnya dan tidak memikirkan omongan mereka. Toh, tanpa adanya berita semacam ini, namanya juga sering disebut dan sering digunjingkan. Sombong lah, kurang bergaul lah, sok cantik, sok pintar, dan sok yang lainnya. Raisa sering mendengarnya. Namun, dia memilih masa bodo. Tidak peduli juga dengan omongan orang—yang kadang sok Tuhan. Paham 'kan? Perempuan itu berjalan santai dan melewati banyak mata. Dari mata kagum sampai mata jelalatan yang senang menghujat. Sudah terbiasa dengan bully, Raisa lama-lama masa bodo sendiri. Kalau dasarnya tidak suka, mau bagaimana juga tidak akan suka. "Raisa," panggil Riri—salah satu sahabat Raisa sejak masuk kuliah. Perempuan tambun yang suka makan itu sedikit berlari untuk mengejar dirinya. Raisa berdiri di dekat tangga dan menunggu sahabatnya itu. Mereka berjalan bersama menuju ruangan kelas yang akan mereka gunakan untuk bimbingan. Ya, Raisa memang sudah mengambil skripsi dan akan segera menyelesaikannya. Padahal hanya tinggal beberapa bab karena semua penelitiannya sudah selesai. "Kenapa sih muka Lo?" Tanya Riri karena menyadari perubahan wajah Raisa yang berubah kesal. "Kenapa sih, manusia-manusia itu selalu ngomongin gue? Memangnya enggak ada pembahasan lain yang bisa mereka omongin selain hidup gue. Tuh lihat, udah mau semester tiga belas aja bangganya! Kesal gue lihatnya. Skripsi enggak diurusin, giliran masalah orang lain aja cepat banget gosipnya." Gerutu Raisa melihat perempuan yang tadi sempat menggunjingkan di hall MIPA. Entah mengapa mereka semuanya dijadikan dalam satu penelitian payung—menyebalkan. Padahal Raisa ingin melakukan penelitian secara individu, tetapi karena beberapa mahasiswa topiknya hampir sama, maka mau tidak mau harus digabung dalam penelitian payung. "Hush, nanti kalau dia lihat kamu ngomongin dia gimana? Kakak tingkat itu katanya suka banget nglabrakin adek tingkat yang suka bertingkah," ucap Riri yang berusaha memperingatkan. Riri memang tidak suka keributan atau lebih tepatnya lagi, tidak pernah berani dengan orang lain. Raisa merengut kesal, dia selalu tidak puas mempunyai dua sahabat yang sama-sama zonk menurutnya. Ah, bagaimana tidak? Riri adalah orang yang selalu nurut dengan perkataan siapapun. Jadi seringkali menjadi bawahan atau pesuruh orang lain. Kadang Raisa marah, tetapi Riri yang meminta Raisa untuk tidak ikut campur. Sedangkan sahabatnya yang satunya adalah Puput, kebetulan beda dosen pembimbing sehingga tidak datang hari ini. Puput lebih parah, telminya. Raisa menatap jam tangannya, tidak ada balasan pesan dari pacarnya. Ah iya, Raisa sudah punya pacar. Tidak tanggung-tanggung, pacarnya adalah seorang polisi yang sekarang telah bertugas di Brimob yang ada di kota tetangga. Jadi, mereka sudah LDR selama empat tahun. Tidak banyak yang tahu Raisa sudah memiliki pacar karena dirinya maupun Ardan—pacarnya—jarang mengunggah foto berdua di akun sosial media masing-masing. Mereka dulu adalah kakak kelas dan adik kelas. Ketika dulu Raisa masuk sebagai murid baru di SMA, Ardan sudah duduk di kelas XII sebagai ketua OSIS pada masa itu. Entah bagaimana ceritanya, Ardan yang disukai banyak perempuan itu tiba-tiba jatuh cinta padanya dan memintanya untuk menjadi pacarnya. Setahun kemudian, Ardan lulus dan mendaftar menjadi seorang Bintara Polri. Raisa menemani dan selalu mendukung Ardan dari awal laki-laki itu mendaftar sampai akhirnya lolos menjadi polisi. Bahkan mereka juga jarang bertemu karena tugas Ardan yang kadangkala memaksa mereka untuk tidak berhubungan selama berbulan-bulan. Raisa sudah biasa, biasa ditinggal Ardan. Rindu, tentu saja Raisa merasa sangat rindu. Sesekali dia akan melihat foto Ardan yang berseragam lengkap atau ada juga foto masa SMA yang masih buluk karena sering latihan Tonti atau ikut kakak pembina Pramuka untuk mengajar pramuka—dulu Ardan termasuk DA (Dewan Ambalan) dan naik menjadi DK (Dewan Kehormatan) ketika kelas XII, katanya. Jika membicarakan soal Ardan, sepertinya tidak ada habisnya. Raisa semakin rindu sedangkan tidak boleh begitu. Katanya, mempunyai pasangan abdi negara tidak boleh banyak merengek dan mengeluh. Karena apa? Sudah bisa ditinggal sendiri. Bahkan semenjak dimulainya pendidikan itu. "Lihat deh, pacar aku ganteng banget kalau pakai seragam! Aku lusa mau foto ala-ala abdi negara dan pacarnya gitu lho. Yang sekarang baru ramai di sosmed." Ucap kakak tingkatnya yang tadi menggunjingkan dirinya. Raisa mencoba untuk bodo amat dan tidak menanggapi apapun. Meskipun dia tahu betul jika kakak tingkatnya itu suka sekali pamer. Padahal 'kan mereka tidak terlalu kenal dan akrab. Mengapa sikapnya begitu? "Susah lho padahal punya pacar abdi negara. Harus kuat dan harus mau ditinggal. Enggak semua orang bisa dijadikan pacar, apalagi kalau sama orang yang songong banget kaya yang disebelah." Sindir perempuan itu dengan pedas. Raisa hanya menghela napas panjang lalu tidak menanggapi apapun yang kakak tingkatnya itu ucapkan. "Setidaknya punya pacar abdi negara itu bisa dipamerin kemana aja. Nah, kalau misalnya lagi dijalan terus ada polisi, tinggal telepon deh. Abang di mana? Adek dijahatin sama polisi. Padahal 'kan dekat doang jadi enggak pakai helm." Ucap perempuan itu yang memperagakan sedang telepon dengan seseorang. Raisa melipat tangannya di d**a lalu menatap kedua kakak tingkatnya yang tidak santai ketika melihat Raisa mendekat ke arah mereka. Riri sudah memegang lengan Raisa, namun ditepisnya kasar. "Kakak ini lucu ya. Padahal di tempat ini enggak cuma kakak doang yang punya pacar abdi negara, mereka enggak sombong tuh. Mereka juga enggak banyak ngomong hal yang enggak penting kaya gitu. Ingat ya Kak, pacaran itu bukan untuk dipamerin. Memangnya mereka suka apa dijadikan tontongan dan ajang pamer doang!" Ketus Raisa yang sudah kesal tingkat akhir karena menganggap jika tindakan pamer punya pacar abdi negara itu sama sekali tidak baik. Kakak tingkatnya itu mendorong bahu Raisa kesal, "enggak usah sok akrab deh! Lagian Elo tahu apa sih tentang abdi negara. Muka cuma pas-pasan, badan kerempeng kaya triplek aja bangga! Ngomong aja Lo iri, bilang aja kalau Lo enggak bisa punya pacar keren!" Raisa melipat tangannya di d**a lalu tersenyum sinis, "gue enggak perlu punya pacar keren untuk jadi orang yang keren. Bukannya Elo yang dari kemarin ghibahin gue? Masih mikir kenapa hidup gue lebih baik dari Elo? Itu semua karena Lo selalu mikirin urusan orang lain. Sesekali pikirin deh itu skripsi Lo. Penelitian kita jadi enggak selesai-selesai karena Elo. Perbaiki otak Lo dulu, biar mulut Lo juga singkron!" Kakak tingkatnya itu baru saja hendak mendekat dan menjambak rambut Raisa. Namun, akhirnya dosen pembimbing mereka datang dan menatap keduanya dengan wajah horor. Raisa mundur beberapa langkah sebelum disemprot oleh dosen pembimbing mereka. "Ayo masuk, ngapain masih pada di depan?" Ketus dosen pembimbing mereka yang terkenal galak dan sangat perfeksionis. "Iya, Pak!" Jawab mereka semua dengan serentak. Sesekali Raisa menatap tajam kakak tingkatnya itu dan berjalan lebih dulu karena Riri sudah menariknya agar tidak bertengkar kembali dengan kakak tingkatnya itu. "Apaan sih!" Ketus Raisa ketika Riri menariknya masuk ke dalam ruangan. Riri menggelengkan kepalanya heran dan tetap menarik Raisa agar tidak berdekatan dengan kakak tingkat mereka. Walaupun Riri tahu jika Raisa tidak salah, namun Riri tidak mau jika Raisa sampai memiliki masalah dengan siapapun. Apalagi kemarin Raisa sudah pernah terkena teguran dari dosen pembimbing mereka. Raisa hanya mendengarkan tanpa banyak berkomentar ketika sedang bimbingan. Dosen pembimbing mereka juga marah-marah karena si kakak tingkat dua itu belum selesai juga dengan penelitiannya. Intinya Raisa malas karena mendengarkan ocehan dosennya. Mungkin jika dia penelitian mandiri, tidak akan seribet ini—menurutnya. Setelah selesai bimbingan dan Riri pamit untuk pulang duluan, Raisa memilih untuk duduk di salah satu cafe yang ada di depan kampusnya. Tidak lama kemudian ada sebuah panggilan masuk dari seseorang. Wajah Raisa berbinar karena itu dari Ardan—pacarnya. "Halo sayang," sapa Raisa dengan senang. "Kamu di mana, Yang?" Tanya Ardan kepada Raisa. "Baru di cafe depan kampus. Kenapa, Yang?" Tanya Raisa penasaran. Ardan cukup lama terdiam dan terdengar helaan napas kasar. Raisa bingung sekaligus takut. Karena tidak biasanya Ardan seperti ini. Apalagi perasaannya sedikit was-was dan takut. "Apa ada?" Tanya Raisa tidak sabar. "Aku mau ngomong, tapi jangan marah sama aku, ya. Jangan benci sama aku. Mungkin memang seharusnya aku bilang sama kamu dari kemarin-kemarin. Tapi gimana ya? Sumpah aku bingung banget ngomongnya," lirih Ardan yang sedikit bingung. Raisa menggigit bibir bawahnya lalu terdiam, menunggu ucapan Ardan selanjutnya. "Aku mau putus," tandas Ardan yang membuat seluruh tubuh Raisa memanas seketika. Raisa menahan air matanya, rasanya sakit sekali. Padahal Raisa sudah berusaha sebaik mungkin menjadi pasangan yang baik untuk Ardan. Mereka sudah lama sekali pacaran, bukan setahun dua tahun, namun lima tahun. Apakah Ardan lupa dengan semua kenangan yang telah mereka lewati dulu? Susah dan senang bersama. "Ke-kenapa?" Tanya Raisa dengan susah payah. "Kamu enggak pa-pa? Maafin aku Ra, aku banyak salah sama kamu. Tapi semakin lama aku tahan, ternyata aku enggak bisa." Ucap Ardan dengan nada menyesal. "Aku mau menikah, mungkin sebentar lagi." Sambung Ardan lirih. Raisa mematikan sambungan teleponnya dan menangis seketika. Rasanya sesak dan pedih. Padahal dirinyalah yang selalu berada disamping Ardan ketika laki-laki itu membutuhkannya. Kenapa sekarang Ardan membuangnya begitu saja? Apa salahnya? "Idih, najis banget sih nangis di depan umum!" Sindir kakak tingkatnya yang baru saja masuk ke cafe. Lagaknya sudah seperti orang yang suci dan tanpa dosa. Raisa tidak menanggapi lalu mendorong kakak tingkatnya itu untuk menyingkir dari hadapannya. Ternyata, putus begitu sangat menyakitkan. Apalagi mereka sudah lama menjalin hubungan. ###

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Living with sexy CEO

read
277.7K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook