bc

WELL I GAVE UP, MAYBE IT'S REALLY YOU

book_age12+
333
FOLLOW
1.8K
READ
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Di usia dua enam bagi seorang wanita, dunianya bukan hanya sekedar mencari...

kesenangan;

kenyamanan;

maupun kesempurnaan.

Tiga hal itu yang selalu menetap di angan-angan para remaja di usia awal. Lalu apa bisa kutegaskan jika wanita di usiaku membutuhkan tiga hal berikutnya?

Uang--- Aku tidak naif untuk mengatakan ini yang paling diproritaskan.

Pekerjaan tetap--- proses dari pemikiran panjang untuk ke masa depan.

Jodoh--- Tuhan sudah menetapkan. Apa perlu intervensiku dalam rencananya?

Well, kutegaskan selali lagi untukmu yang masih menikmati tiga hal konyol sebelumnya. Bahwa tiga hal berikutnya lah yang harus dikerjar--- I remind you! Bukan tahap mencari lagi, tapi mengejar.

chap-preview
Free preview
No 1 : KANJENG RATU DAN MOKOMOKO
Dikala medsos mampu mengendalikan hidup manusia, disaat itu pula aku merasa duniaku berputar begitu lambat. *** Pagi adalah waktu dimana semua mahluk ciptaannya tengah sibuk memulai hari. Entah itu artinya belajar, bekerja, dan bahkan tidur. Benar! Tidur adalah kegiatan rutin yang kulakukan saat sang fajar muncul di ufuk timur. Mataku yang berat dan telah difungsikan semaksimal mungkin semalam suntuk, kini sudah waktunya buat dimanjakan. Aku merebahkan badan di atas kasur dan dengan sigap menempelkan masker bengkoang di atas wajah. Tak lupa dua iris mentimun segar sudah berpindah menutupi kedua mata yang bengkak akibat kelelahan. "Ren! Renata!", suara wanita paruh baya meneriaki namaku dari balik pintu kamar. "Masuk, bu!" Suara bukaan pintu disusul oleh derap langkah kaki terdengar semakin mendekat. Si ibu memutuskan duduk di pinggir ranjang seraya menghembuskan nafas kesal. Aku punya perasaan yang cukup sensitif. Dalam artian helaan nafas ibu tadi sudah cukup meyakinkanku jika kedatangan si Kanjeng Ratu kemari hanya untuk membahas hal-hal yang sering diocehkannya akhir-akhir ini. Kanjeng Ratu adalah julukan yang ayah dan aku berikan untuk ibu. Alasannya sederhana, karena kebiasaan ibu yang kalau nyuruh ibarat ngasih titah--- wajib hukumnya. "Mau sampai kapan jadi istrinya Batman? Malam kerja, pagi tidur. Enggak mikir kamu itu, Ren? Sudah dua enam loh itu umur". Aku menarik guling di sisi kanan dan mulai memeluknya erat. Gila saja dengar omelan si kanjeng ratu di pagi buta begini. Mataku sudah sangat lelah dan jangan sampai telingaku pun ikutan lelah mendegar dumelan si emak--- yang kalau dicuekin dosa tapi didengirin malah bikin nyesek. "Ibu, apa lagi sih? Kerja malam atau pagi itu sebenarnya sama saja. Intinya jodoh di tangan Tuhan. Mau ketemunya pagi atau malam juga enggak bakal ngaruh ke kerjaan", aku memutuskan duduk sambil melepas masker dari wajah. "Anak jaman sekarang kalau dikasih tahu orang tua kok malah ngeyel. Tuh lihat tetangga kita, anaknya si Mimin itu sudah dilamar kemaren. Nah kan malu ibu nanti kalau ditanya tetangga lain pas acara nikahannya. Kamu itu lima tahun loh bedanya sama anaknya si Mimin. Eh! Buset tuh anak dia nikah duluan bandingin anak ibu sendiri." "Bu! Look! Kids jaman now itu beda era sama Renata. Mereka itu mah kecil-kecil sudah berani pakai lipstik. Jadi nggak heran umur dua satu sudah nikah." "Urusan nikah itu nggak lihat jaman, Ren. Ibu dulu umur delapan belas loh nikah sama ayah." "Wow! Just stop our discuss, please! Mata Renata butuh istirahat dan ibu ganggu banget." "Ya, sudah! Ntar kamu bangun baru kita omongin lagi soal kerjaan kamu ini. Ingat! Ibu mau kamu resign. Segera!" Bhhak! Ini emak kandung apa bukan, sih?! Kesal jadinya, dengar orang tua sendiri banding-bandingin anaknya sama anak tetangga. Lagian ini kenapa pula jadi bawa-bawa kerjaan? Gawat kalau sampai si kanjeng ratu ikut terpancing komporan para tetangga dengan pertanyaan pamungkas si ibu-ibu berdaster di komplek kami--- 'kapan jeng anak perawannya nikah?' Hell! Bisa-bisa karirku bakal ngadet sebelum diriku dapat promosi jabatan. *** "Ayah! Apa kabar?", aku menghampiri seorang pria berusia setengah abad tengah sibuk memperhatikan segerombalan anak yang lagi asyik di dunianya sendiri. Mataku ikut menyusuri objek yang sama dengan yang ayah lihat. Seulas senyum mengembang di bibir tak kala melihat empat anak balita itu tengah mengacak-ngacak pasir di seberang jalan depan rumahku. "Yah?", suaraku cukup mengagetkannya. "Oh! Kamu, Ren." "Apaan sih, yah? Kegirangan amat lihat anak kecil ngacak pasir. Tuh emaknya kok malah lihatin anaknya doang? Tidak tahu apa mereka, tuh pasir sudah ternoda sama kotoran kucing?" Ayah tertawa hingga mengundang senyum para ibu-ibu yang berdiri tidak jauh dari keberadaan si empat balita tadi. Ya! Anggap saja ada yang lucu. Tapi si ayah malah ketawa sampai tuh perut buncit begoyang sana sini. "Nanti juga kalau anak kamu main tanah, kamunya cuma ngeliatin doang. Tuh seperti mereka", ayah bersuara di sela-sela tawanya. Aku hanya mengerenyitkan kedua alisku bingung. Gimana bisa, Renata yang hidup ber-asas faham kehigenisan bisa bertingkah seperti ucapan ayah barusan? "Bingung? Makanya, buruan punya anak. Lagian umur kamu itu sudah tidak muda lagi loh, Ren!" Waduh! Nih ayah pasti kemakan hasutan si kanjeng ratu. Biasanya, ayah hanya woles saja kalau menyangkut masalah kerjaan dan jodoh anaknya.Well--- I'm not his little daughter anymore! Wajar sih, jika orang tua merasa ketar-ketir mikir anaknya bentar lagi bakal jadi perawan tua. But, come on! I'm still in middle twenty. Aku bahkan sudah berulang kali menegaskan hal tersebut ke ayah dan kanjeng ratu. Hanya saja tak ada satu pun yang mau mengerti dan akhirnya pekerjaankulah yang menjadi sasaran empuk untuk dikambing hitamkan. Mereka menganggap bahwa jam kerja yang kulakoni itu yang menghambat diriku bertemu sang pujaan hati. Perputaran satu hari bagi seorang Renata adalah bekerja dari sore hingga subuh dan tidur dari pagi hingga siang. Sisanya, tentu saja dihabiskan hanya untuk marathon drama korea. Aku menggangap rutinitas tersebut sungguh sangat wajar untukku. Namun tidak untuk mereka, terutama bagi si kanjeng ratu. "Tuh lihat! Bangun tidur bukannya hang out bareng teman, nih malah nemani ayah ngopi depan rumah. Kapan mau dapat jodoh kalau tuh wajah cuma diumpetin disini doang?", baru saja diomongi, tersangkanya sudah muncul dari balik pintu. Kanjeng ratu itu menghampiri aku dan ayah. Seraya mengambil selang di sudut taman, ibu berlalu sambil menatapku tak suka. "Bu! Renata kan sudah bilang kalau jaman sekarang itu beda sama jaman ibu dulu. Kalau era ibu itu nemuin jodoh harus kelilingi komplek tiap sore, nah beda lagi sama masa-nya Renata. Sosmed yang beraksi. Jangankan jodoh di lingkungan komplek kita, tuh yang di belahan dunia lain juga bisa lihat wajah Renata hanya tinggal posting-posting doang." "Oh~~baguslah. Kalau gitu tunjukin ibu, mana ** kamu? Path? f******k? Twiter? Nggak punya, kan? Manusia anti sosmed kayak kamu gitu bilang mau ketemu jodoh cuma dengan posting-posting doang?", tak habis-habisnya mulut ibu bersuara dari balik pungggungnya. Oh Gosh! Si kanjeng ratu ini hidupnya up to date kalau disinggung soal media sosial. Apa sih yang ibu nggak punya? Mulai dari jamannya surat kaleng sampai ningkat ke friendster lalu ke jaman IG dan kawanannya, si ibu punya akun untuk itu semua. Kebalikan dari ibu, aku adalah manusia yang anti sosmed. Banternya tentu cuma w******p dan email doang. Bahkan akupun malas memasang aplikasi Line atau sejenisnya. Well, hidupku seratus persen dibumbui realita. Jadi, tidak perlu pasang status sana-sini cuma buat pencitraan atau semacamnya. "Nggak punya, toh?", ibu yang mulai membajiri tanah di perkarangan dengan air, menatapku setengah menyeringai. "Renata nggak sedrama ibu hidupnya. Jadi nggak perlu punya aplikasi begituan. Lagian nggak ngaruh juga sama kerjaan", belaku tak mau kalah. "Kerjaan, kerjaan mulu! Kapan urusan lain bakal diprioritaskan? Sampai-sampai, pergerakan ibu lebih cepat dari anaknya. Bilang thanks to me! Soalnya ibu sudah minta si MokoMoko buat konfirm f******k ibu kemaren." "Moko? Siapa?", alisku terpaut mendengar nama aneh yang ibu sebut, "Pergerakan apa maksud ibu?" Kolot amat dah namanya. Moga aja tuh bukan nama orang yang mau dijodohin ke aku. Kebayangkan malam minggu sama om-om perut buncit. Iuhh! Bagi si kanjeng ratu, masalah jodoh anaknya itu lebih penting buat diperjuangkan, apalagi mengingat usiaku sekarang. Yang katanya, sudah tak muda lagi. Masa bodo! Jadi wajarkan kalau aku buat pepatah--- jodoh tak nampak, emak bertindak. "Moko, General Mangermu itu loh." Kembali ibu bersuara. "Pak Harmoko?", teriakku memekakkan telinga, "Ibu mau jodohin aku sama Pak Harmoko? No, mom! Big no! Dia sudah nikah. Lagian tuh manusia seumuran ayah". Bukan hanya aku, bahkan kini ayah memandingi wajah ibu dengan mata melotot. "Husshh! Siapa mau jodohin siapa?", setengah tertawa, si kanjeng ratu melangkahkan kakinya mendekatiku. "Ibu mau lihat itu si Moko-Moko wajahnya gimana. Kebetulan ibu nggak sengaja baca tuh nama GM kamu di berkas atas meja ruang tamu. Penasaran, ya ibu langsung cari deh akun sss-nya." "Buat apa, bu? Stop lirik-lirik suami orang! Tuh ayah, sudah kelewat tampan. Idaman para emak-emak berdaster komplek kita. Hashtag papa hot kampung Melati." Ayah nyengar-nyengir di balik koran yang ia baca. Semenjak ibu melafalkan nama si Moko-Moko itu dua kali, ayah jadi ngambek dan beralih perhatian ke lembaran koran di hadapannya. "Buat nambah kenalan ibu doang di sss. Lagian ada untungnya juga ibu stalking tuh profil sekalian lihat-lihat koleksi fotonya. Akhirnya, Ibu jadi nggak pangling pas ketemu dia di supermarket kemaren." "Heh? Gimana, bu?!" Jangan tanya reaksiku bagaimana. Jelas banget aku hapal mati tabiat si kanjeng ratu kalau ketemu orang yang punya link sama kata--- 'sekantor dengan Renata' Kepo mode on. Serius! "Terus ibu ngomong apa sama pak bos? Bohong kalau ibu cuma anggurin doang!" Ibu terkekeh di tempatnya berdiri, "Basa-basi doang kok Ren. Sapa-sapa cantik gitu juga sama istrinya. Sekalian ibu keluhin soal jam kerja kamu itu ke si MokoMoko. Biar dia sadar tuh jadwal kalong anak ibu, menghambat hadirnya jodoh Renata." Demi kerang laut! Tuh kanjeng ratu sudah meluluh lantahkan hati rapuhku. Oh! Someone help me! Aku merapalkan banyak doa-doa mujarab yang bisa merubah peruntunganku malam nanti. Gimana caranya aku bisa ngantor dengan tidak melintasi ruang si MokoMoko?   *** -tbc-

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mengikat Mutiara

read
142.2K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.2K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
292.8K
bc

MOVE ON

read
95.0K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.5K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.7K
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook