bc

Secret Paladio

book_age16+
181
FOLLOW
1K
READ
adventure
revenge
BE
HE
fated
bxg
scary
horror
kingdom building
naive
like
intro-logo
Blurb

(Buku Pertama Seri Elixer)

Aria menocba menyelamatkan diri dari serangan pemburu darah. Namun, alih-alih memburu, salah satu dari mereka justru tertarik kepada Aria dengan cara lain.

Bisakah Aria selamat sampai menemukan keluarganya?

chap-preview
Free preview
1
Pada mulanya para manusia hidup dalam kedamaian. Bersama-sama, bahu-membahu membangun Rea. Kerajaan yang tersebar di sepanjang dataran Rea membentuk komunitas-komunitas yang beragam. Berbeda, namun tak ada niatan dari masing-masing pihak untuk saling menjatuhkan. Para manusia hidup damai di bawah naungan langit biru.  Seperti itulah sejarah awal Rea.  Kini, yang tersisa dari Rea tidak seindah gambaran mulanya. Para manusia, hidup di dalam tabir perlindungan; sihir yang melindungi para pembuas yang ada di luar gerbang.  Pembuas, vampir, pengalih rupa. Terserah, manakah yang terasa tidak asing di telinga. Nama apa pun yang dipakai oleh kaum tersebut tidak akan ada bedanya. Mereka semua, monster berkulit manusia, membunuh satu per satu manusia tanpa belas kasih.  Dan kini, hanya ada lantunan kidung yang menemani umat manusia yang tersisa. Akan tiba hari di mana Rea mewujudkan roh-Nya. Tanah yang dijejak akan berguncang. Langit akan terbelah dan memunculkan satu kilasan cahaya. Pembebasan, pengkhianatan, dan pembayaran. Dia akan memilih takdir yang diemban kaumnya.   000 Membosankan. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Mirialiana tidak pernah mengizinkan cucunya pergi ke Ing Ve-Tha; tempat para Penjelajah mengasah bakat mereka. “Aria, anak perempuan tidak boleh menjadi Penjelajah,” itulah yang dikatakan Mirialiana. Sebenarnya, Aria merasa neneknya hanya melebih-lebihkan cerita saja. Dia tidak percaya.  Penjelajah yang dulu pernah ditemui Aria ketika berusia sepuluh tahun, Penjelajah itu adalah seorang wanita. Wanita yang sangat cantik. Jubah hitam khas seorang Penjelajah kala itu terlihat begitu menakjubkan. Yah, kira-kira itu sudah delapan tahun lamanya. Dan kini, Mirialiana memaksa Aria menjadi seorang gadis penurut; menunggu datangnya seorang pemuda tampan yang mungkin akan melamar dan membawanya pergi dari kota terkutuk ini.  Jujur, Aria merasa pernikahan itu tidak mungkin terjadi. Lagi pula, dia memang tidak mengharapkan pinangan dari siapa pun. Tidak yakin pula akan ada yang tertarik melamar. Sesungguhnya Aria itu cantik; rambut berwarna seperti kulit pohon ek, sementara kedua matanya seperti warna air danau; hijau kebiru-biruan. Mirialiana percaya, cucunya akan menjadi bunga di antara bunga. Namun, yang sebenarnya dipikirkan oleh Aria adalah, dia hanyalah ilalang di antara bunga. Tidak relevan. Tinggal di dalam Kota Savana, terlindung jauh dari para mahluk pemangsa manusia. Savana memiliki lima pilar penopang yang berfungsi sebagai penangkis. Pilar-pilar tersebut diletakkan secara terpisah di penjuru Savana, memancarkan energi sihir yang menghalau para pembuas memasuki kawasan manusia. Semua warga yang tinggal di Savana dilarang meninggalkan kota untuk alasan apa pun. Adapun mereka yang bisa keluar masuk Savana adalah para Penjelajah, imam, biarawati, dan orang-orang tertentu. Bahkan, wali kota saja tidak berani menginjakkan kaki keluar dari Savana. Dia, tidak, bukan hanya wali kota saja, semua manusia takut pada eksistensi mahluk yang serupa dengan manusia namun tidak sama sekali.  Mahluk-mahluk, atau yang biasa mereka sebut dengan pengisap darah, mereka berkeliaran dan berlomba-lomba memusnahkan manusia hingga tidak ada yang tersisa lagi di tanah Rea ini. Tidak ada yang tahu, sejak kapankah hal semacam ini terjadi, tiba-tiba saja mereka muncul dan membantai manusia yang dijumpainya. Semua manusia, tak peduli wanita, orang tua, anak-anak, bahkan bayi sekalipun. Oleh karena itu, manusia meminta bantuan para ahli sihir dan imam agung untuk menciptakan sebuah penangkal. Dan ya, mereka mendapatkan solusi untuk masalah tersebut: pilar pelindung. Bebatuan kuno yang dibentuk sedemikian rupa dan dengan campur tangan sihir, bebatuan tersebut berubah fungsi sebagai tameng pelindung. Satu masalah terpecahkan, kemudian para manusia pun mulai memikirkan serangan balik. Mereka merasa dilecehkan dan bermaksud membalas seluruh kehancuran yang disebabkan kaum pengisap darah tersebut. Para manusia yang mendedikasikan diri mereka untuk membalaskan dendam kusumat yang mereka pendam, manusia-manusia ini bergabung dalam kelompok yang disebut dengan Penjelajah.  Adapun dari kelompok tersebut terpecah menjadi beberapa resimen. Resimen naga hitam; kelompok ini bertanggung jawab menjaga ibu kota utama, kekuatan yang mereka miliki bisa disamakan dengan sepuluh kesatria terhebat, dan jumlah rekrutmen untuk resimen ini pun tidak banyak. Resimen serigala putih; bertanggung jawab melakukan perburuan dan menyisir tempat-tempat tertentu yang mungkin dijadikan persembunyian para pengisap darah, jumlah rekrutmen tertinggi karena tingkat angka kematian yang sering terjadi di kelompok ini, bisa dikatakan inilah ujung tombak pertama pertahanan manusia. Lalu, yang terakhir, resiman ular berkepala tiga; resimen ini diletakkan tersebar di setiap kota dan desa-desa manusia, resimen yang tidak terlalu keras, mengingat mereka jarang berkonfrontasi langsung dengan para pembuas. Aria hanya pernah berjumpa dengan beberapa di antara mereka, itu pun karena dia sering berkunjung ke perpustakaan kota. Biasanya di sana dia akan berjumpa dengan Aran. Seorang pustakawan yang berusia sekitar enam atau tujuh puluh tahun. Tipikal laki-laki yang mengabdikan hidup mereka demi buku, tidak butuh menikah, dan tidak ingin meneruskan garis keturunan. Selalu mengenakan jubah lusuh berwarna ... tidak yakin warnanya apa, yang pasti sangat lusuh dan kusam. Tapi, di balik itu semua, dia sangat ramah dan gemar memaksakan cerita kepada Aria.  Dan sial, dia hari ini memaksa Aria mendengar ramalan atau sesuatu yang tidak bisa dipahami, lagi. “Lihatlah ini!” serunya. Dia berdiri di depan salah satu rak tanam, sibuk memperhatikan barisan tulisan yang tertoreh di dalam sebuah buku bersampul cokelat yang ada di tangannya. “Aria, kau tak akan percaya dengan apa yang kudapatkan.”  Ya, Aria memang tak pernah percaya pada apa pun yang dituliskan di dalam sana. lebih tepat dikatakan kalau dia tidak peduli dengan apa pun yang ada di dalam buku.  Kemudian Aran mulai membaca, “Serbuk lavendel yang dicampur dengan perak murni; campuran ini sangat ampuh untuk menolak kedatangan kaum tersebut. Kalau begini, kita hanya perlu mengimpor perak murni dari kota seberang, lalu mencampurnya dengan serbuk lavendel. Kita tidak perlu tergantung kepada kelima pilar tua itu.” Aria mengangguk-anggukkan kepala. Berpura-pura mengerti. Duduk di dekat jendela, sesekali mencium aroma roti yang terbawa angin, dan itu membuat perutnya bergemuruh. Sial, aku lapar! “Mungkin,” lanjut Aran, “sebaiknya para Penjelajah itu menyempatkan diri untuk mendatangi Kota Ze, kudengar, di sana banyak pandai perak. Mungkin saja mereka berbaik hati membagi pengetahuan mereka kepada kita.” “Aran,” panggil Aria lembut. Berusaha sebaik mungkin tidak menyinggungnya. “Tidakkah kau memiliki sesuatu yang bisa kumakan?” Aran menghentikan penjelasannya, memandang gadis itu dengan tatapan memelas. “Oh, maafkan si tua ini. Aku terlalu asik dengan penemuanku hingga melupakanmu yang ada di sana. Tunggu sebentar.” Kemudian dia pergi, menghilang di balik pintu dan kembali dengan sekeranjang kecil roti. Oh, Aria tidak akan menolak apa pun yang diberikan, bahkan besi pun akan dimakannya. “Ini,” katanya. Dia meletakkan keranjang itu tepat di depan Aria. “Makanlah.” Untuk menjaga kesopanan, berdasarkan ajaran Mirialiana, Aria hanya boleh mengambil sesuatu setelah dipersilakan oleh sang pemilik. Awalnya dia hanya mengambil satu, namun ternyata nafsu makan meminta lebih dari itu. Dan, roti yang ada di dalam sana habis tak tersisa. “Aria, apa kau tidak khawatir gaun cantikmu itu akan sobek jika kau makan terlalu banyak?” Aria menggeleng. “Untuk apa? Aku tidak akan gemuk, lagi pula aku tidak berniat menjaga penampilan apa pun.” Aran tertawa mendengar komentar Aria, jelas-jelas tidak setuju dengan pendapat gadis itu. “Tapi suatu saat pasti akan tiba seorang pemuda yang ingin melamarmu, bukan?” Tidak juga. Lagi pula, satu-satunya manusia yang berkata bahwa Aria itu cantik hanyalah sang nenek.  “Aku lebih tertarik menjadi seorang Penjelajah.” “Nak, kau bahkan tidak bisa memegang pisau, bagaimana caranya kau mengayunkan bilah panjang itu menembus pembuas?” Aria mengetuk-ngetukkan ujung jemari di atas permukaan meja. “Akan kupikirkan.” “Kau tidak memikirkannya. Dengarlah, Penjelajah yang ada di sini hanyalah dua puluh saja. Kota ini kecil, terletak jauh dari daerah incaran pembuas. Kita aman di dalam sini.” Sejujurnya Aria tidak terlalu setuju dengan apa yang Aran ucapkan. Benar, Savana terletak jauh dari medan laga, dan resimen ular berkepala tiga kukuh menjaga kawasan sekitar Savana. Namun, yang namanya kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Bukan berarti Aria mendoakan hal yang demikian, tidak, bukan seperti itu. “Tidakkah kita seharusnya mulai bersiap untuk kemungkinan terburuk?” ucap Aria padanya, Aran menggeleng pelan. Janggut putih yang menggantung di dagunya terlihat berayun. “Nak, tidak akan terjadi. Savana aman.” Entah mengapa, Aria meragukan itu. Aran kembali memfokuskan perhatiannya pada buku yang dibawanya, sementara Aria kembali memandang kesibukan yang terjadi tepat di luar jendela.  Savana kota yang kecil, bahkan menurut Aria sama sekali tidak menarik. Para penduduk ini, mereka yang tinggal di dalam kubah perlindungan, sama sekali tidak merasa khawatir dengan dunia yang ada di luar perlindungan. Terkadang Aria berpikir bahwa memang sudah menjadi sifat dasar manusia untuk tidak peduli terhadap apa pun yang terjadi di sekitarnya. Mengabaikan alam, dan lebih mementingkan kebutuhan duniawinya. Sangat menyedihkan. Pria-wanita, anak-anak dan orang tua, besar-kecil, semuanya terlihat sangat menikmati kegiatan masing-masing. Pria dengan topi hijau yang sibuk menawarkan kerajinan miliknya, wanita bergaun biru yang merapikan bunga-bunga yang dijualnya, dan beberapa anak kecil yang sibuk mengganggu anjing milik pedagang daging. Ini semua, sungguh membosankan. Aria ingin pergi dari kota ini, berkunjung ke kota seberang, melihat sesuatu yang berbeda. Apa saja, dia ingin melihat sesuatu yang baru. Mirialiana tidak pernah mengajak Aria ke luar Savana, dia bahkan tidak tahu hutan itu seperti apa. Buku-buku yang dibacanya menuliskan mengenai mahluk-mahluk elok yang ada di suatu hutan. Kaum terang yang selalu menjaga kesucian hutan dan burung api yang muncul di saat fajar datang. Dia ingin melihat itu semua. Tapi, sepertinya itu hanya akan menjadi mimpinya saja. Mirialiana berusaha menjodohkan Aria dengan seseorang yang sama membosankannya dengan sang nenek. Jika sampai Mirialiana memaksa Aria untuk menikah, Aria akan langsung mendaftarkan diri sebagai relawan perang. Lebih baik berkutat dengan obat dan ramuan daripada hidup di bawah ketiak lelaki yang tak diinginkan.  “Ah, hampir saja!” Seruan Aran mengembalikan Aria ke dunia nyata. Dia bangkit, meletakkan buku pusakanya dan mulai mencari sesuatu di laci lemarinya.  “Ini dia,” katanya. Kemudian dia meletakkan benda tersebut tepat di atas meja. Sebuah kalung, terbuat perak murni. Bentuknya biasa saja, tidak berbeda dari kebanyakan kalung. Tampak, sebuah liontin berbentuk air mata menggantung di antara rantai kalung. Cantik. “Aria, ini merupakan kalung yang diberikan oleh seorang penyihir wanita. Dia tidak banyak menjelaskan apa fungsi dari kalung tersebut. Wanita itu, menyerahkannya begitu saja padaku. Dia hanya berpesan untuk memberikannya padamu ketika kau sudah berusia delapan belas tahun.” Aria mengerutkan dahi. Bingung. “Apa aku mengenalnya?” Aran tertawa. “Tentu saja tidak.” “Lalu, kenapa aku harus menerimanya?” Aria memang tidak pernah mendapatkan hadiah apa pun dari siapa pun. Dan, jika ada seseorang, terlebih dia adalah seorang penyihir yang tidak dikenal, Aria pantas untuk bersikap curiga. “Ayolah, benda ini terbuat dari perak murni. Tidak akan melukaimu.” Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Aria bersedia menerimanya. Aran menyarankan untuk segera mengenakannya, dan Aria pun mematuhi nasihatnya. Liontin itu terasa dingin ketika menyentuh kulit. Dan mungkin, penyihir itu memang seorang wanita yang baik hati.    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook