bc

President Suite Room 007 (Indonesia)

book_age0+
1.9K
FOLLOW
18.6K
READ
revenge
FBI
possessive
fated
arrogant
drama
tragedy
bxg
like
intro-logo
Blurb

[21+]

Tazza Choi dikenal sebagai kolektor seni yang kaya raya, dan misterius. Namun, ia tetap menyimpan banyak rahasia dalam hidupannya. Hingga pada suatu waktu, pria itu terlibat konflik yang cukup rumit dengan seorang wanita cantik. Yang pada akhirnya, membawa mereka berdua ke pusaran kemelut yang lebih dalam; dendam dan cinta. Bersama perempuan musim semi yang melubangi dadanya; Jenny Park.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 : Golden Age
Wiski scoth ialah j*****m paling sempurna untuk menemani kesendiriannya. Cairan dari fermentasi serealia itu membakar tenggorokannya tanpa ampun. Hebat, proses mashing dan distilasi nyatanya sukses menghasilkan kenikmatan tiada tara. Samar, ia bahkan bisa mencium aroma kayu ek menguar di indera penciumannya. Atau, itu semua hanya pengaruh alkohol yang mulai bereaksi? Lelaki itu menggumam, memutar gelas kristal di atas meja bar. Maaf, benda apapun yang berada dalam genggamannya tak akan tersedia di mana-mana. Gelas itu eksklusif, berbentuk tulip, lebar di bagian dasar, kemudian meruncing di bagian atapnya—dirancang khusus agar mengkonsentrasikan aroma campuran Manhattan di wiskinya. Hingga vermouth dan godfather yang mengandung amaretto mampu melemaskan neuron-neuron motoriknya yang kaku sehabis beraktivitas setengah hari. Lagi, jangan samakan ponsel di saku jasnya dengan elektronik yang banyak terpajang di counter departement store. Serius, kali ini kita sedang membicarakan gold, serta perkembangan IT yang memukau dunia. Sebab, ponsel yang kini bergetar di sana akan membuat rahang peneliti CERN jatuh mencium tanah. Bertekuk lutut pada keagungan teknologi termutakhir, yang mengalahkan proyek besar mereka dalam mengungkap penciptaan semesta melalui atom antihidrogen. Yeah, andai kata keberadaan ponsel miliknya terendus publik, eksistensi para fisikawan di dalam laboratorium itu dijamin cepat tersingkir. “Ya?” Satu kata saja yang meluncur dari himpitan bibir itu, bisikannya gaung ke seantero ruangan. Iblis-iblis terkalahkan, koncar-kacir, nada retoris yang membekukan sum-sum itu berhasil menyaingi kebiadaban mereka. “Apa kau bilang, Marco?” Punggung tegapnya waspada, bergerak minimalis—tapi defensif. “Dikawal, sir—gadis itu datang bersama 5 orang bodyguardnya.” “Aku akan turun.” Wiski scoth sudah tak menarik lagi, tubuhnya b*******h untuk hal yang lain. Tantangan baru, nyali yang terpacu dan tentu saja—mengejar buruan baru bersama gadis yang menunggunya di bawah sana itu. Dengan gaya elegan ditanggalkannya maroon armani di bahu kursi, ia cuma butuh sepotong kemeja untuk menebar pesona—pakaian itu putih, seputih jiwanya yang dulu ditukar wajah rupawan Zeus. Bercanda? Yeah, karena sesungguhnya parasnya tak perlu disandingkan bersama dewa-dewa mitologi Yunani, karena ditilik dari sisi mana pun, ia tampan. Zeus dan Poseidon bukan apa-apa. “Sir—kami bisa memintanya naik jika anda terlalu lelah—“ “Aku tak suka mengulang kalimatku—terlebih, aku tidak suka siapapun menentang keputusanku.” “Baik, Sir. Akan saya amankan jalan menuju lantai 13. Selamat malam.” Semudah itu menyelesaikan perselisihan, namun tak mudah menjadi dirinya. Kaya dan tampan, berkuasa dan tampan, pintar dan tampan, tampan dan tampan. Hanya ada satu di dunia ini—dia. Penghuni President Suite Room lantai teratas yang puncaknya melawan angkasa. Langkah luwesnya menghentak karpet merah yang membentang dari pintu kamar hingga lift, begitu anggun layaknya angsa, namun berbahaya. Dia—pria yang dikenal sebagai Tiopi Kieth di kalangan Yakuza, Triad, hingga b*****t-b*****t meja kasino. Dan Tazza Choi untuk kalangan National Intelligence Service, M16, CIA serta militan dunia lainnya. Hell yeah—dia seorang hyde and jekyll. *** “Wine atau Vodka, Mister?” Sehabis menenggak setengah botol wiski, ia tak ingin mencampuri sensasinya dengan sari vitis vinifera. Ia butuh sesuatu yang putih bergelembung, mempercepat peredaran darah serta vitalitasnya dalam sekali cicip. “Segelas champagne dingin.” Belum mabuk, tapi suara beratnya mampu memabukkan si bartender. Wanita itu kelimpungan mengambil gelas di rak istimewa khusus pelanggan berduit dollar. Tatapannya nanar ke sela-sela kemeja yang kancingnya dilepas dua itu. Keringat sengaja meluncuri lekukan dadanya yang menawarkan kehangatan pada setiap kaum hawa. “O—okay. Wait a minute.” Wanita itu nampak kegerahan, berada dekat dengan laki-laki yang menguarkan hormon seksual memang cukup menyusahkan. Kalau tak lemas ditempat, maka ia harus siap telanjang bulat. Mata setajam predator tengah malam itu menyusuri bagian bar yang ramai dikunjungi pengunjung. Memindai satu-satu, jangan ragukan kapasitas otaknya. Sudah dibilang ia bukan manusia biasa. “Marco, tunjukkan padaku visual target.” Ia menekan tombol di sisi kanan kacamata klasik Atticus Finchnya. Layar hologram hijau bergaris-garis otomatis tersaji. Bergerak-gerak acak sebelum menemukan titik fokus—b****g wanita yang tengah bergoyang, dan Jason Derullo bilang; Hot damn it! Your booty like two planets! Wiggle, wiggle, wiggle. And he says s**t! Lalu layar itu mengecil, lensanya memanjat naik menyoroti mini skirt, pinggang ramping, punggung melengkung, rambut panjang, leher jenjang dan wajah aristokratnya. Well, not bad—apapun daya tarik dalam paras seorang wanita—he don’t fuckin’ care—karena yang paling penting adalah selangkangannya. Kubus lain muncul menggeser layar visual, warna merah bergaris vertikalnya diisi oleh informasi seputar wanita itu. Bunyi bip-bip nyaring mengiringi munculnya sepotong gambar. Go Jun Hee. 23 tahun. Model. Catatan tambahan : menerima ajakan One Night Stand dari Presiden Choi. Tazza impulsif mengeluarkan geletar tawa dari kerongkongan—dalam dan pendek. Oke, wanita ini tidak gila, karena makhluk Tuhan berjenis kelamin perempuan memang rela mengangkang di atas ranjangnya. Gratis dan tanpa komitmen. Tapi aturan mainnya adalah; no affair with his partner. So? Ucapkan selamat tinggal pada catatan tambahannya yang menyedihkan. “Kinerjanya tercatat memuaskan, Sir—dia cukup bersih. Cermat, cepat, handal, juga menguasai segala teknik bela diri Krav Maga. Ms. Go pernah bergabung bersama agen FBI—Geraldi Sciffer, jadi saya rasa, pengalamannya tidak perlu diragukan.” Marco memberi informasi. Bagus, ia tidak suka partner mentah yang kepalanya hanya dipenuhi oral dan blow job. Akan lebih baik kalau mereka tahu caranya melarikan diri dari situasi genting dengan masih membawa pulang harga diri. “Go ahead.” Tazza tak banyak berkata, Marco sudah paham tugasnya. Ia adalah pangeran surgawi yang keinginannya bakal terlaksana bahkan sebelum lisannya beraksi. Ia mengendalikan dunia, bukan berada dalam kendali dunia. Bumi berputar di atas jari kelingkingnya. Tak butuh waktu lama, perempuan itu melenggok seksi mendekat. Keluar dari kabut putih—kemunculannya mengingatkan Tazza pada proses turunnya iblis yang neraka utus guna mengacaukan akal sehat laki-laki. Wanita itu memperjelasnya dengan menyibakkan rambut untuk mengekspose bagian leher. “Hai—honey—“ sepasang lengan itu melingkar lemah di lehernya. Aroma musky oriental menyapu penciuman, sesuatu yang memikat untuk dihirup di malam hari. Mata Tazza jatuh ke belahan d**a wanita itu, dari sana menguar wangi delima dan persimmon. Dan hmmm—apa lagi? Anggrek hitam, champaca, kayu mahoni, vanili hangat, nilam, amber dan musk. Selain mata, ia juga mempunyai penciuman yang teramat tajam. Tazza menaikkan alis, what the shittt-er tortoise said to achilles? Honey? Haha yeah, make your own sandwich, woman! “Yes, honey—and you can sit in here.” Tazza menarik kursi barstool ergotec dengan tungkainya. Lalu mendudukkan b****g Go Jun Hee di sana, mengabaikan raut sakit hati perempuan itu karena penolakan halusnya. “Well, aku tahu Ayahku akan mengirim amunisi terbaiknya, dan kau cukup memenuhi ekspektasiku,” mata itu meneliti atas-bawah, jika retina elang memiliki sekitar 1 juta sel sensorik permilimeter perseginya—yakni lima kali lipat dari manusia, maka Tazza memiliki 10 juta sel sensorik dan berpuluh kali lipat lebih hebat dari makhluk bumi. Ia mampu memantau pergerakan mangsanya hingga jarak 1 kilometer—bahkan bisa lebih dekat. “Mulai saat ini kau berada satu aliansi denganku, Ms. Go.” Tarikan di sudut bibir itu mengerikan, manis tapi bahaya. Manis? Wajahnya tak punya kesan manis. Ralat, bengal. Ya, bengal yang tanpa ampun mengalirkan radiasi penghancur. “Uhm—jadi kau Presiden Choi yang ‘itu’, aku merasa beruntung.” sepenggal kalimat yang dilontarkan wanita itu memancing tawa kering Tazza muncul ke permukaan. Tapi sayangnya ia sedang tak ingin membuat celana dalam siapapun basah kuyup, maka ia memilih intimidasi dalam diam—menyipitkan mata. Tak sadar jika tampilan dan wajah kerasnya wajib dilabeli slogan ‘come here and drink me very slowly’. Yesss, menjilati leher dan pelipisnya yang berair karena keringat adalah salah satu hal paling menggiurkan saat itu. Go Jun Hee mereguk ludah saat melanjutkan kicauannya. “Wow, di luar dugaan, karena kau selalu terlihat misterius di publik, tak mengizinkan rupamu diekspose paparazzi. Aku tidak menduga kalau parasmu perpaduan antara iblis dan iblis—laknat dan tukang menggoda. Kau—lebih daripada kata tampan dan panas.“ Wanita itu menutupi sisi bibirnya dengan jemari berkutek, berbisik-bisik—sebelum lengannya melayang ke sisi wajah Tazza yang sukses menghindar semili. Dan pria hot itu menangkapnya, pergelangan yang ramping. “Kau tidak tahu rupaku tetapi berani menawarkan sesuatu yang menyenangkan?” “Aku rasa seks hebat setelah menjalankan misi bukan ide yang buruk.” Go Jun Hee mengerling, kelopak bereyeliner hitam itu mengkilap oleh sapuan aksen kristal di bawah mata. “Aku bukan tipe pemilih, Mister. Aku tidak keberatan menghangatkan ranjangmu meski yang kulihat bukan wajah seelok ini.” Go Jun Hee menepis jari-jari Tazza yang mengurungnya, memanggil pelayan yang sama yang mengantarkan segelas champagne dingin untuk Tazza. “Wiski—dan tambahkan sedikit karamel.” Katanya memerintah, “So—how? Aktivitas yang hanya butuh satu jam untuk membuatmu o*****e, kau tidak mungkin melewatkannya, bukan?” kakinya disilangkan, underware berendanya bisa ditatap Tazza dengan leluasa. “That’s some good s**t, sound good.” Tazza mengangguk-angguk, tergiur buat menyepakati diskusi malam mereka yang melenceng jauh. Seharusnya, tak boleh ada ulasan ranjang dalam pekerjaannya. Tetapi wanita ini berbeda, Go Jun Hee terbuka. Tak tanggung-tanggung, dan ia ingin menguji sejauh mana gairah berputar-putar di antara mereka. He’s a straight, wajar jika terjadi perubahan mendadak pada prinsipnya. “Kau persuasif, Ms. Go. Tapi maaf saja, tujuanku turun ke lantai 13 bukan untuk menyetujui proposal tidur bersama yang kau ajukan. Dan kau—tidak diundang ke sini untuk itu.” “Oh, dasar workaholic!” Go Jun Hee mengeluh, ia menurunkan tumpukan kakinya dan menilai sejauh mana lelaki di hadapannya itu dapat ditaklukan. Namun tak mendapat pencerahan. “Yeah, sekarang katakan apa yang benar-benar kau inginkan dariku?” Tazza Choi amat suka lawan bicara yang cepat menangkap makna tersiratnya. Lelaki itu menyidekap, otot bisepnya menyembul ketat lewat kemeja transparannya. “Ikut denganku dan kau akan tahu tujuan Ayahku mengirimmu pada pekerjaan ini.” Go Jun Hee balas menyipit, menyembunyikan keantusiasannya. “Ke kamarmu?” Tazza memutar gelas champagne di depan hidung mancungnya, mengirup aroma pedas manis yang kentara. Lalu ia menempelkan bibir di sana, sengaja menjulurkan ujung lidahnya untuk mencecap. Pelan tapi pasti, setengah isi gelasnya berpindah mengaliri kerongkongan. Ah, membakarnya. “Hmm—mm, ke kamarku. Benar.” “Are you sure?” Tazza Choi tidak menjawab, dia beranjak dari tempat duduknya sembari merapikan kemeja yang sedikit kusut di d**a. Pria itu menata ulang rambut hitam dan letak kacamatanya, tubuhnya menjulang tinggi. “Di London.” *** Di dunia ini banyak diciptakan alat transportasi mewah yang mendampingi gaya hidup manusia yang semakin eksklusif. Dari mulai mobil, pesawat terbang hingga jet canggih pribadi. Dan dari sekian banyak opsi menakjubkan, Tazza memilih jet sebagai sarana paling tepat untuk memuaskan darah perfectsionistnya. Puncak gedung itu melebar seperti lapang sepak bola. Di tengah-tengahnya terdapat hanggar landasan jet pribadi. Yang setiap hari hilir mudik membawanya dari satu negara ke negara yang lain. Gulfstream G650 terparkir elegan, dalam diamnya, sang penguasa udara itu masih mampu memerlihatkan taji. Tunggu saja sampai kedua sayapnya mengepak dingin di udara, bola matamu bakal menggelinding di kedalaman 200 meter laut merah. Jet tersebut didapatkan Tazza dari produksi terbatas pabrik Amerika, merupakan bagian dari General Dynamics—yang sekarang berubah menjadi Lockheed Martin. Dikenal dengan produksi private jet mewah, salah satu penyebab kehebohannya ketika pertama kali muncul adalah—jet itu menyandang predikat sebagai pesawat tercepat di dunia! Berkapasitas 19 penumpang. Lebih-lebih tak heran jika Tazza memilikinya dalam waktu singkat. Lelaki itu melangkah dari balik lift yang hanya menghubungkan kamarnya dan menara puncak. Kemejanya sudah diganti hoodie tebal helter neck yang maskulin. Di lengan kanannya tersampir wool rajut, untuk bawahan, ia mengenakan celana berbahan khaki yang pas melingkari kaki panjangnya. Sepasang tungkai itu menyihir siapapun agar mau duduk menekuk lutut, memohon untuk dicintai sepenuh hati. Yeah, kalau saja Tazza cukup punya hati untuk membalasnya. Beberapa orang terlihat menunggu di setiap sisi jetnya, pakaian mereka hitam-hitam. Mereka serentak membungkuk ketika kakinya mengayun memasuki daerah teritorinya—Go Jun Hee mengikuti langkahnya di belakang kemudian. Pakaian seksi wanita itu sudah diganti dengan sesuatu yang lebih pantas. Tazza tak perlu pusing memikirkan bagaimana caranya pilot-pilot di kokpit mampu menerbangkan kerangka baja ini. Nope, ia adalah raja—dan tugasnya hanyalah menikmati kinerja-kinerja yang dipersembahkan untuknya. Tazza duduk di spot strategis. Melepas kacamata dan menyampirkan pakaian hangat di sandaran kursi—menemukan dirinya berhadapan dengan Go Jun Hee lantas visual membentuk begitu saja di pikirannya. Tidak lama. Karena deru mesin memecah khayalan nakal yang merefleksi di kepala Tazza, sebelum pelan-pelan—badan dengan berat berton-ton itu terangkat dari tempatnya berpijak. Tidak hanya cepat, private jet ini banyak diincar karena terkenal akan kenyamanannya. Bukan hanya penumpang yang dimanjakan, namun juga pilot di depan sana. Setiap detailnya diisi kecanggihan. Enhanced Vision System II akan menampilkan gambaran yang tak bisa dilihat oleh mata pilot. Saat pilot tidak maksimal untuk melakukan Visual Flight Rules, mereka bisa mengaktifkan Instrument Flight Rules untuk menembus cuaca buruk dan kegelapan malam. Fly by Wire pun ikut disematkan. Maximum Operating Mach Numbernya mencapai 0,925—angka yang sedikit lagi menyamai kecepatan suara. Hell, Tazza cukup melemparkan uang $70 juta untuk memboyong kesayangannya menuju kandang. Angle of Attacknya luar biasa! Kompetitor lain semacam Bombardier—termasuk learjet, dan Hawker, Hasta Mafiana—lewat. Dibekali dengan mesin Roll Royce BR725 yang merupakan mesin tercanggih dari seri BR700, mesin yang tercipta dari perpaduan BR700 dan RR Trent tersebut mampu mengeluarkan tenaga 16.900 lb. Dibandingkan bodynya yang kecil pantas saja benda itu bisa mencapai kecepatan 0,925 mach—jarak tempuh maksimalnya sejauh hampir 13.000 km. Otak Tazza memproyeksikan jumlahnya, ia sibuk menghitung. Mata yang tak kantuk itu perlahan menutup. Namun tubuhnya tetap memasang alarm siaga. Go Jun Hee dari tempat duduknya memerhatikan seksama. Siapa sebetulnya Presiden Choi satu ini? He is totally misterious. *** Range Rover merah darah itu berhenti di sebuah pintu gerbang yang membentang tangguh dari sisi kanan ke kiri, tinggi dan gagah. Ada ukiran kepala naga di setiap liukannya, tampak mistis. Bagian depan itu agaknya mampu mencerminkan isi di dalamnya. Bangunan rumah besar di sana menempel di atas ratusan hektar tanah. Tertulis nama Franchuk villa bersulam emas di selembar kain hitam, di atas besi setinggi 4 meter. Bendera itu kini berkibar-kibar tertiup angin. Keduanya turun dari mobil. Go Jun Hee mengamati sekelilingnya. Sekarang, mereka tengah berada di daerah Kensington, London—Britania Raya. Dan villa bergaya victorian itu adalah milik pria di sampingnya, kepunyaan sang cassanova. Segala yang Tazza miliki sepertinya selalu prestisius. “Villamu?” Go Jun Hee bertanya meski sudah tahu jawabannya. “Of course.” Enteng, Tazza tak pernah berniat menyombongkan diri, namun nada bicara dan raut wajahnya menunjukkan kontradiksi. Go Jun Hee mempunyai banyak pertanyaan, bergumul di benaknya, tapi aura Tazza Choi seperti memblokir energi untuk melemparkan pertanyaan kedua. Laki-laki itu melangkah. b****g kencangnya seksi ketika berjalan, dan Go Jun Hee bersumpah, ia tidak pernah menemukan kadar sensualitas paling membakar darahnya seperti yang ia temui dalam diri lelaki itu. Tazza menuntunnya menuju lantai dua villa mewah itu, keramiknya yang elegan dan dingin menguarkan aroma citrus. Sejenak, suasana berubah seperti hutan cemara yang penuh ketenangan. Nyata-nyatanya, villa tersebut jauh dari kata glamour. Segala apa yang mengisinya simple tapi jantan. Warna-warna gelap lebih mendominasi, seperti cokelat, hitam dan biru dongker. Area terang hanya terdapat di langit-langit ruangan yang berwarna putih utuh. Berderet-deret kamar tersedia ketika mereka memasuki lorong, namun tak ada tanda-tanda Tazza bakal menghentikan langkah. Masuk lebih jauh, mereka berbelok ke kanan. Ada sebuah ruangan tunggal, besar dan berpintu besi, membuat Go Jun Hee bertanya-tanya di dalam keheningan, bagaimana caranya mereka masuk. But for God’s Shake! Dia sedang bersama seorang President, dan laki-laki berkuasa itu tak perlu melakukan banyak hal untuk menyingkirkan penghalangnya. Tazza Choi cukup menundukkan tubuhnya saja yang tinggi ramping itu, menempatkan lensa matanya dalam lubang pemindai. Lantas 3 detik—proses selesai—dan sesam! Pintu berdenting terbuka. Abu Jahal beserta dayangnya yang cantik sukses memasuki ruangan. Beragam alat elektronik jangan ditanyakan—hampir mengisi setiap sudut kamar. Ranjang king size yang menarik perhatian Go Jun Hee berhadapan dengan sebuah kotak persegi panjang raksasa. Tertutupi kain hitam bagai tirai misteri yang menyembunyikan bidadari di dalamnya. Tahu arah pandang Go Jun Hee, Tazza Choi melangkahkan kaki ke samping aquarium. Menelusurkan jemarinya ke tepian kain selembut sutera itu, lalu menciumnya pelan dengan khidmat. “Perhatikan dengan seksama. Kalau kau ingin tetap bekerja sama denganku, Miss. Go, maka kau juga harus bekerja sama dengannya.” Gumamnya serak. Kerutan dalam menghiasi keningnya, Go Jun Hee bersidekap. “Apa maksudmu?” Tazza hanya perlu menarik ujung bibirnya untuk melumpuhkan kaki seorang wanita. Karena dia adalah cassanova sejati. “Well, Ginger—katakan halo pada tamu baruku.” “Oh my god!” mata itu melebar! Telunjuknya berpindah-pindah pada Tazza dan sesuatu yang ada di sana. “Horor!” Go Jun Hee tak bisa memberi respon yang lebih berkelas. Seperti ungkapan, apa yang kau ucapkan adalah apa yang kau pikirkan. Horor. Apa satu kata itu cocok menggambarkan seorang Tazza Choi? Atau makhluk besar yang kini bergerak mengendap-endap itu? ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Love You My Secretary

read
242.8K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
114.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook