bc

The Boss vs Sekretaris

book_age16+
6
FOLLOW
1K
READ
HE
playboy
heir/heiress
bxg
lighthearted
office/work place
enimies to lovers
assistant
like
intro-logo
Blurb

Menurut Windy, Boss Chakra itu nyebelin. Tukang marah-marah dan playboy kelas kakap.

Menurut Chakra, Windy itu karyawan super ajaib. Ngeselin dan suka bikin tensi darahnya naik.

Windy selalu menolak tiap kali Chakra hendak memecatnya, dengan berbagai cara dirinya terus bertahan meski harus sering beradu argumen dengan sang boss menyebalkan.

Chakra si playboy yang suka marah-marah, merasa frustasi menghadapi Windy dan kelakuan ajaibnya.

Sedangkan Sultan, si malaikat baik hati yang memiliki sifat keterbalikan dari Chakra.

Ini adalah kisah unik antara Windy, Chakra dan Sultan. Cerita singkat yang dibumbui dengan berbagai perasaan senang, marah, sedih dan kelucuan yang terjadi di antara ketiganya.

Bagaimana kisah mereka? Jika kau ingin tahu silakan klik tombol hati ^^

chap-preview
Free preview
01
Dering ponsel itu berbunyi nyaring, membuat sesuatu yang berada di bawah selimut bergerak-gerak. Sebuah tangan muncul meraba nakas, meraih ponsel yang masih berdering nyaring dan membawanya ke arah telinga. "Halo?" sapanya dengan suara serak. "Kamu di mana?! Telat lagi?!" "Heum, berisik ah. Masih ngantuk." "Kamu ini sebenarnya niat kerja nggak sih? Udah jam segini belum dateng juga?!" "Males dateng, bossnya galak. Suka marah-marah terus." Gadis dalam balutan selimut itu masih belum sadar dengan apa yang dikatakannya, separuh nyawanya masih berada di alam mimpi. "Males, ya? Oke, sekalian aja kamu saya pecat." Mendengar kata pecat, seketika membuat kedua matanya terbuka lebar. Ia terduduk dengan cepat dan memeriksa panggilan yang tengah berlangsung. "Sial!" batinnya. "Nggak bisa gitu dong, pak. Bapak nggak bisa seenaknya mecat orang begitu!" sahutnya cepat. "Kamu sendiri yang bilang males, ngatain saya galak juga, lagi." "Itu kan, nggak sengaja. Nyawa saya belum kekumpul semua, pak." "Tapi saya udah ngambil keputusan, kamu-" Belum sempat atasannya menyelesaikan perkataan, gadis itu sudah berbicara lebih dahulu. "Pokoknya saya nggak mau! Saya bakalan tetep berangkat, titik!" Sambungan terputus. Windy, atau nama lengkapnya Windy Amelia panik bukan main. Ia dengan segera melompat dari atas kasur, menyambar handuk yang tersampir di belakang pintu dan melesat masuk ke kamar mandi kamarnya. Tidak butuh waktu lama, hanya membilas muka juga menggosok gigi dan Windy sudah kembali ke dalam kamar untuk segera bersiap. Ia menuruni tangga dengan terburu, mengabaikan sapaan sang kakak yang tengah menyusun lego di ruang tamu. Dengan tergesa-gesa Windy menaiki ojek online yang sebelumnya sudah ia pesan, ia meminta kepada sang pengemudi untuk melajukan kendaraannya dengan cepat. Pukul setengah sepuluh saat Windy tiba di kantor. Dengan tampilan yang sedikit acak-acakan karena angin selama perjalanan, ia berlari masuk ke dalam kantor dan naik ke lantai lima. Ia juga berlari kecil di lorong menuju divisi tempat ia bekerja, memelankan langkah saat netranya tanpa sengaja menatap sosok sang boss yang berdiri tidak jauh dari nya. Pria dengan tinggi 180cm itu berdiri dengan dua tangan terlipat di depan d**a. Tatapannya tajam tidak bersahabat sama sekali. Dengan senyum kikuk Windy mendekat, ia menyapa sang boss dengan ekspresi canggung. "Hai, boss," katanya sambil melambaikan tangan. Sementara Chakra, sang boss. Hanya diam dengan posisi yang sama. Ia masih mengikuti kemana langkah Windy berjalan, tatapannya juga masih sama. "Kamu kenapa masuk? Kan udah saya pecat." "Jangan begitu, lah, Boss. Kan saya udah bilang kalo saya mau tetep kerja, lagipula itu melanggar perjanjian loh. Masa main pecat aja," komentar Windy tidak Terima. "Kamu telat udah berapa kali? Ini bukan kali pertama kamu telat ya," sungut Chakra marah. Windy hanya bisa tersenyum kecil dengan menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal. Sementara Chakra merasa frustasi menghadapi satu karyawan ajaibnya ini. "Kamu ikut saya." Chakra berjalan ke arah ruangannya diikuti Windy yang mengekor bak anak ayam. Sesampainya mereka di ruangan, Chakra tidak lantas bicara. Pria itu justru memijit keningnya sendiri yang terasa pening tiap kali ia berhadapan dengan Windy. "Bapak kenapa? Kode minta dipijetin?" Chakra melotot, seenak hati Windy berbicara. Bagaimana jika ada yang mendengar perkataannya dari luar ruangan? Yang ada Chakra akan dianggap sebagai seorang boss c***l yang memanfaatkan karyawan. Membayangkannya saja sudah membuat Chakra merasa ngeri. "Kamu tahu apa kesalahan kamu?" Windy mengangguk. Ia jelas tahu. "Maaf. Tapi beneran, pak. Saya nggak denger suara alarm saya bunyi, makanya saya telat." Chakra mendecih, ia tentu sudah hapal di luar kepala dengan alasan klasik yang dikatakan Windy saat ini. "Kamu telat bukan cuma sekali ini aja, saya sampe hapal sama alasan kamu. Kalo nggak alasan alarm, kamu bakalan alasan kucing kamu lahiran. Udah berapa anak kucing kamu sekarang?" tanya Chakra sarkas. Jujur saja, Windy memang termasuk salah satu karyawan ajaib yang sudah diluar nalar. Ia sering kali terlambat masuk kantor dengan menyertakan alasan-alasan aneh bin ajaib. Namun hal yang sering ia gunakan adalah alarm dan kelahiran kucing miliknya. "Nggak, pak. Kucing saya nggak melahirkan lagi. Tapi beneran, saya telat karena nggak denger suara alarm. Saya-" "Udah cukup. Saya nggak mau dengerin penjelasan apapun dari kamu, mulai sekarang kamu beresin barang-barang kamu. Kamu saya pecat." Jika biasanya seorang karyawan yang mengalami pemecatan akan pasrah dan menerima, maka lain dengan Windy. Gadis itu justru mendengkus, ia berkacak pinggang dan menatap bossnya dengan tatapan menantang. "Nggak mau. Saya nggak terima bapak pecat saya. Saya bakalan terus kerja di sini, saya nggak mau mundur!" Windy berbicara lantang, ia juga menyilangkan dua tangannya di depan d**a. "Mau kamu terima atau nggak, bukan urusan saya. Sekarang kamu kemasi barang-barang kamu," ujar Chakra dengan nada pasrah. Jujur saja, menghadapi Windy membutuhkan kesabaran super ekstra. Apalagi pendapat keduanya yang seringkali bertentangan, membuat keduanya sering bersisih paham yang mengakibatkan mereka terjebak adu argumen. Dan lagi, bukan hal baru di kantor tersebut menyaksikan adu argumen antara Windy juga Chakra. Meski status keduanya adalah boss dan sekretaris, namun keduanya lebih cocok terlihat seperti musuh saat sekolah menengah atas. Dan sudah menjadi rahasia umum juga Windy berani menentang keputusan Chakra, yang mana karyawan lain akan menunduk dengan wajah ketakutan dan menuruti tiap perintah pria tersebut. Sedangkan Windy tidak. Ia akan dengan berani mengutarakan pendapatnya dan menentang perintah Chakra hingga keduanya beradu argumen sekali lagi. "Nggak mau, saya bakalan tetep bekerja dan bapak nggak bisa pecat saya seenaknya." Setelah mengatakan hal itu Windy keluar dari ruangan Chakra, meninggalkan lelaki itu yang hanya bisa menghela napas pasrah. "Nasib punya karyawan super ajaib," keluh nya lirih. *** Jam makan siang. Windy sudah bersiap untuk beranjak ke kantin kantor, ia sudah ada janji dengan salah satu temannya di divisi yang sama. "Windy, masuk ke ruangan saya." Belum sampai dirinya menghampiri sang kawan, Chakra lebih dulu memanggilnya dari sela pintu ruangan lelaki itu. Membuat Windy hanya bisa mendengkus dengan perasaan sebal. "Ada apa, pak? Saya mau makan siang nih." Chakra menatap malas ke arah sang sekretaris. Untuk saat ini ia sudah kehabisan tenaga untuk mendebat karyawannya ini. "Kamu kenapa nggak bilang kalo hari ini saya ada rapat dengan pimpinan perusahaan Adi Jaya Group?" Dalam hitungan detik mata Windy melotot, ia sudah bersiap-siap menerima ocehan Chakra akan keteledoran kali ini. "Denger, ya. Saya capek ngadepin kamu yang terus kaya begini. Telat, pelupa dan ngeselin. Kamu itu di sini kerja, jadi tolong profesional." "Saya profesional kok, pak. Tapi semalam saya telat tidur gara-gara bapak ngasih saya kerjaan dobel yang sebenarnya bukan pekerjaan saya. Bapak inget, kan sama tugas kemaren?" Alis Chakra menukik, tugas? Tugas apa? "Bapak nyuruh saya buat nganterin bunga buat Mbak Cherry dan coklat buat Mba Karina." Sekarang giliran mata Chakra yang melotot lebar. Ia lupa! "Makanya punya pacar itu satu aja, jadi nggak ngerepotin orang. Malah sekarang saya yang kena."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook