bc

Psycopath Revenge #Seri-3

book_age16+
1.6K
FOLLOW
17.3K
READ
possessive
arrogant
dominant
submissive
CEO
doctor
tragedy
magical world
asexual
like
intro-logo
Blurb

Kau membuatku menjadi sosok devil yang tak memiliki hati. Kau menghancurkan hidupku dan mengkhianatiku,, jangan harap aku akan melepaskanmu. Aku akan membalaskan sakit hatiku padamu dan pria b******k itu. - Farel Ray Winston

Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskan apa yang sudah menjadi milikku. Aku akan memperjuangkannya dan mempertahankannya, tidak perduli walau nyawa taruhannya. - Pradhika Reynand Adinata

#cerita ini mengandung unsur dewasa dan ada kekerasan di dalamnya. Tolong sikapilah dengan sebijak-bijaknya.

chap-preview
Free preview
Episode 1
  Pagi yang cerah di AMI hospital, dedaunan yang berembun membuat sejuk cuaca pagi ini. Di parkiran khusus para dokter, datanglah sebuah mobil Mazda RX-8 berwarna merah maroon. Mobil itu berhenti di dekat sebuah mobil BMW milik salah seorang dokter yang bekerja disana.Tak lama keluarlah seorang wanita dengan memakai rok sepan berwarna hitam di padu dengan kemeja berwarna merah yang bagian lengannya sudah dilipat hingga siku. Wanita dengan perawakan yang terbilang mungil bagi ukuran para wanita biasanya. Rambut panjang pirangnya di ikat kuda sehingga memperlihatkan leher jenjang putihnya. Wanita yang memiliki paras cantik khas Spanyol dengan mata biru terangnya menambah kesempurnaan kecantikannya. Wanita itu menyambar tas berwarna hitamnya dan di sampirkan ke bahu sebelah kirinya lalu menutup pintu mobil dan beranjak memasuki area rumah sakit. Langkahnya sangat ringan dan anggun. Rambutnya terombang ambing mengikuti langkahnya. "pagi dokter Claudya" sapa dokter Reza. Dia adalah Dokter Claudya Ananda Lawrent dari keluarga Lawrent yang berasal dari Negara Spanyol. Dia adalah seorang dokter bedah spesialis Anestesi Kardiovaskuler di tim operasi 1. Claudya merupakan Spesialis Anestesi terbaik di AMI Hospital. "Pagi dokter Reza, bagaimana persiapan operasi pagi ini?" tanya Claudya "Sudah siap semuanya, tapi dokter Thalita dan dokter Dhika belum terlihat," jawab Reza. "Baiklah, nanti aku akan kembali memeriksa kondisi pasien,” ujar Claudya hendak berlalu pergi sebelum akhirnya suara Reza kembali mengintruksikannya. “Dokter, kamu sudah dengar kalau dokter Chaily sudah kembali.” “Dokter Chailly kembali? Serius kamu? wah syukurlah jadi tim satu kembali lagi,” ucap Claudya begitu bahagia. ‘Aku sudah sepet melihat wajah munafik dari Thalita,’ batin Claudya. “Katanya dia akan menggantikan dokter Thalita untuk sementara waktu, saat nanti dia mengambil cuti melahirkan,” jelas Reza dan Claudya hanya tersenyum puas mendengarnya. "Baiklah, aku akan keruanganku dulu," ucap Claudya berlalu pergi. Claudya memasuki ruangannya dan memakai jas dokter miliknya. Setelahnya, dia membuka sebuah map berwarna hijau di atas mejanya, dan sesuatu jatuh ke lantai. “Undangan apa ini?” gumamnya seraya memungut undangan berwarna gold itu.   Ternyata itu adalah undangan pesta temannya saat kuliah dulu. Dia mengadakan party di salah satu club malam yang cukup terkenal di Jakarta. Claudya segera menyimpan undangan itu dan membaca isi map di tangannya yang berisi tentang perkembangan hasil medis salah satu pasien.  Setelah membaca dan  memahami isi dari berkas itu, Claudya beranjak dengan membawa stetoschope miliknya menuju ruangan UGD.   Sesampainya di UGD, ia mulai memeriksa kondisi pasien seorang wanita lanjut usia yang akan melakukan Tranplantasi Jantung siang ini. Setelah memastikannya, Claudya berjalan menuju  ruangan Dhika. Dimana Dhika saat ini memegang posisi Direktur utama di AMI Hospital pengganti Hans pamannya. Tetapi Dhika masih ikut turun tangan untuk melakukan operasi walau tidak sesering biasanya. Dhika merupakan dokter spesialis bedah Thoraks dan Kadiovaskuler, dan merupakan ketua operasi di tim 1. Claudya mengetuk pintu besar dan kokoh berwarna coklat itu. Setelah ada sahutan dari dalam, ia memasuki ruangan dan terlihat sosok dokter tampan yang duduk dengan tegap dan tenang di kursi kebesarannya, aura maskulin dan penuh intimidasi mendominasi ruangan itu. Claudya sempat terpaku sesaat menatap laki-laki tampan tak jauh di hadapannya. Pria yang begitu ia cintai, bahkan sampai detik ini dimana pria itu sudah memiliki seorang istri.             “Bagaimana?” tanya Dhika membuyarkan lamunan Claudya. Claudya mengerjapkan matanya dan tatapannya langsung beradu dengan mata madu tajam milik Dhika yang tengah menatapnya. Ia berjalan mendekati meja kerja Dhika dan menyerahkan laporan medis padanya.             “Ini hasil medis Ny. Anin, Dok. Pasien bisa melakukan operasi siang ini,” ujar Claudya menatap Dhika yang tampak mengangguk paham membaca isi map di tangannya. Claudya masih setia menatap Dhika di hadapannya dengan tatapan penuh cinta dan kekaguman. Dhika yang saat ini mengenakan kemeja birunya yang di padu dengan jas dokter terlihat begitu tampan dan Hot. Tetapi sejak kapan sih Dhika tidak tampan? Lihatlah perawakannya yang tinggi tegap, wajahnya yang blasteran membuatnya semakin mempesona. Sorot mata coklat dan tajamnya mampu meluluhkan hati. Termasuk Claudya yang begitu menggilai sosok Dhika, walau sekarang status Dhika sudah memiliki istri dan akan segera memiliki buah hati.  “Baiklah aku paham, kamu boleh pergi dokter Claudya. Dan siapkan untuk operasi siang ini,” ucap Dhika dengan nada tenang.             “Baiklah Dokter, saya permisi.” Claudya segera keluar dari ruangan Dhika dan berjalan menuju ruangannya.               Saat ini semua Dokter dari kelompok 1 sudah berada di dalam ruang operasi dengan Dokter Thalita yang merupakan istri dari Dhika sebagai asisten utama operasi. Dia masih bekerja walau sedang mengandung, dan usia kandungannya sudah memasuki usia 8 bulan. Tak lama Dhikapun muncul dengan sudah lengkap menggunakan pakaian operasinya.   “Sudah siap semuanya?” tanya Dhika yang sedang di bantu beberapa asisten operasi memakai sarung tangan karet juga pakaian steril.             “Saya sudah menyuntikkan 2ml penthothal dan atracurium,” ucap Claudya saat Dhika sudah bergabung di tengah-tengah mereka. “operasi sudah bisa di mulai.”             “Baiklah, ayo kita mulai operasinya,” ucap Dhika. “Pisau bedah.” Suster Meliana yang bertugas menjadi asisten Dhika segera menyodorkannya. Dhika mulai menyayat d**a pasien dengan Thalita yang sigap mengusap darah yang keluar. Dhika mulai melakukan pembedahan pada d**a pasien, hingga tak lama datang dua orang petugas dengan mendorong meja berisi organ pokok yakni jantung yang di bekukan di dalam kotak pendingin yang terbuat dari kaca. Setelah lama berkutat di sana dengan bantuan Thalita, Dhikapun mulai melakukan pencangkokan pada Jantung pasien. “Pedal!” Meliana menyerahkannya ke tangan Dhika. “isi 50 joule,” ucapnya lagi. “shock!” Deg deg deg Dalam sekali hentakan, Jantungpun langsung berdetak. Dan Dhika mulai melakukan tahap akhir operasi. Dhika dan Thalita bersama-sama keluar dari ruang operasi, setelah menyelesaikan operasi yang cukup memakan waktu. Keduanya berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dhika bahkan sempat berhenti berjalan dan menyeka keringat di kening Thalita membuat Thalita tersenyum.  “Kita langsung makan siang bersama,” ucap Dhika yang di angguki Thalita. Dhika dan Lita baru saja sampai di rumah mereka, dengan sedikit kesulitan Thalita menuruni mobil di bantu oleh Dhika. “Hati-hati saying,” ucap Dhika membantu Thalita keluar. Thalita berjalan bersama Dhika dengan memegang perut buncitnya. Dhika membawa Thalita menuju kamar mereka, dan membantu Thalita untuk duduk di atas ranjang. “Kamu lelah?” tanya Dhika yang di angguki Thalita. “Aku akan siapkan air hangat untuk kamu, sebentar yah Sayang.” Dhika berlalu pergi. Thalita terdiam dan masih merenung memikirkan hidupnya. ‘Tinggal dua bulan lagi, Ya Tuhan kenapa waktu berlalu begitu cepat. Bagaimana ini? bisakah aku mengurus kedua buah hatiku nanti?’ Thalita tersentak saat merasakan sesuatu yang lembut membelai pipinya. “Melamun apa sih?” tanya Dhika yang ternyata sudah duduk di hadapannya.             “Bukan apa-apa, Sayang,” ucap Lita berusaha untuk tetap tersenyum. ‘Kenapa aku merasa Thalita tengah menyembunyikan sesuatu dariku?’ batin Dhika. “Baiklah, ayo aku antar kamu ke kamar mandi.”     Satu jam sudah berlalu, Thalita tengah menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Menunggu Dhika yang sedang membuatkan makanan dan s**u hamil. “Sayang, sedang apa kalian di dalam? Mama sangat tidak sabar menantikan kelahiran kalian berdua,” ucap Thalita mengusap perut buncitnya. Thalita memang sudah mengetahui kalau saat ini dia tengah mengandung dua orang bayi, atau lebih tepatnya anak kembar.             Aku mohon, ijinkan aku bersama Dhika. aku ingin menebus semua kesalahanku dan bersamanya. Setelah itu aku akan menuruti keinginan kamu, Mas…             Baiklah,, satu tahun ku beri kamu kesempatan untuk kembali bersama b******n itu. Setelah itu, aku akan kembali merebutmu dan kita meninggalkan Negara ini. Kalau kamu ingkar, jangan harap Vino dan juga laki-laki yang kamu cintai itu selamat….             “Hikzz…Mama harus bagaimana?” isak Thalita yang tak mampu lagi menahan beban ini. Mendekati kelahiran kedua anaknya, bukannya bahagia, Thalita malah merasa takut dan sedih karena itu berarti waktunya telah selesai dan dia harus meninggalkan Dhika dan juga kedua anaknya. “Dengar yah Sayang, kalau nanti Mama tidak bisa menemani kalian lagi. Tolong maafkan Mama, dan jaga Papa kalian. Mama terpaksa hanya akan membawa abang Vino, karena Mama tidak mau Papa kalian kembali hancur seperti dulu. Jadi kalian harus tetap bersama Papa dan jaga dia untuk Mama. Maafkan Mama,” isak Thalita mengusap perutnya, ia tak bisa membendung lagi kesedihan di dalam hatinya yang hampir setiap hari rasanya seperti mencekiknya. “Mama sayang kalian berdua.” Thalita segera menghapus air matanya saat mendengar suara pintu terbuka. “Ini susunya di minum dulu, Sayang,” ucap Dhika menyodorkan gelas berisi s**u coklat ke Thalita dan Thalita segera meneguknya hingga tandas. “sayang, ada apa? kamu menangis?” tanya Dhika kaget dan menghapus air mata Thalita di sudut matanya.             “Tidak apa-apa sayang, aku sedang mengajak bicara kedua anak kita dan entah kenapa rasanya sangat terharu. Sebentar lagi mereka akan lahir ke dunia ini. Pasti rumah ini akan ramai dengan suara tawa anak-anak,” kekeh Thalita tetapi air matanya kembali luruh membasahi pipi.  Dhika menatap Thalita dengan seksama, Dhika merasa kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Tetapi Dhika tidak ingin memaksanya.             “Aduhh,” ringis Thalita seraya memegang perutnya.             “Ada apa?” tanya Dhika.             “Kedua bayi kita nendang,” ujar Lita membuat Dhika tersenyum dan mengelus perut Thalita.             “Mereka lagi apa yah, sampe nendang-nendang begini,” kekeh Dhika membuat Thalita ikut tersenyum.             “Aktif banget mereka,” kekeh Lita yang sama-sama mengelus bagian perut yang menonjol karena ulah kedua anak-anak mereka.             “Tenanglah sayang, jangan menyakiti Mama kamu,” ucap Dhika mengecup perut Lita yang menonjol. Dhika sengaja mengangkat pakaian Thalita hingga memperlihatkan perut putih bulatnya. Dhika bergumam seakan membacakan doa untuk kedua buah hatinya dan mengecup perut Thalita dengan lembut. Tak lama kedua anaknya kembali tenang. Dhika mengangkat kedua kaki Thalita ke atas pahanya. Sudah rutinitas Dhika setiap malam memijit kaki Thalita yang bengkak dan kelelahan. “kaki kamu semakin bengkak sayang, kamu harus banyak beristirahat. Sudahlah jangan melakukan lagi operasi yang membuatmu harus berdiri lama. Dokter Chaily sudah ada dan dia bisa menggantikanmu untuk sementara,” ucap Dhika.             “Aku ingin selalu bersamamu,” ucap Lita dengan manja.             “Kita bisa bersama sayang, aku akan makan siang di rumah dan pulang cepat,” ucap Dhika.             “Aku tidak mau, aku ingin di sisi kamu setiap menit. Aku tidak mau jauh dari kamu, Dhika.” ucap Lita dengan sendu.             “Ada apa Sayang? kamu terlihat takut kehilanganku?” tanya Dhika.             “Aku hanya ingin terus bersamamu, apa salah?” Tanya Lita mengerucutkan bibirnya membuat Dhika gemas melihatnya.             “Tidak Sayang, kamu tidak salah. Kamu boleh dekat sama aku kapanpun juga,” ucap Dhika membelai pipi Thalita dengan lembut.             “Apa Vino sudah tidur?” tanya Lita.             “Sudah, barus saja aku lihat dia sudah tertidur,” ucap Dhika dan Litapun mengangguk paham. Dhika masih fokus memijit pelan kedua kaki Thalita yang terlihat bengkak. Thalita menatap wajah Dhika dengan seksama.  Dhika tak pernah merasa lelah untuk memanjakan Thalita, walau di rumah sakit dia harus melakukan pekerjaan double. Sebagai Direktur utama dan Dokter bedah, karena Hans sudah mengundurkan diri dan pindah ke Negara Swedia bersama keluarganya. Tetapi Dhika tidak sendirian memimpin rumah sakit karena ada pak Handoko tangan kanan papinya dan sekarang menjadi tangan kanan Dhika. Di tambah 3 orang asistennya yang membantu Dhika mengurusi beberapa berkas di rumah sakit dan juga dia memiliki 5 orang sekretaris dengan tugas mereka masing-masing.             “Sayang,” panggil Lita membuat Dhika menengok menatap Thalita. “apa kamu tidak merasa lelah?” Tanya Thalita             “Tidak, apa kamu sudah mengantuk?” tanya Dhika.             “Belum, aku masih ingin menatap wajahmu,” ujar Thalita membuat Dhika tersenyum manis dan kembali memijit kaki Thalita.             “Jangan buat Dhika hancur lagi, Tuhan. Aku mohon, buatlah dia bahagia walau tanpa ada aku di sisinya kelak,’ batin Thalita. Sabtu pagi di kediaman Pramudya Casandra di Bandung. Dhika terlihat tengah mengotak atik mesin mobil sport favoritnya.  Tak lama Thalita berjalan mendekati Dhika dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan, Thalita terlihat memakai blouse panjang berwarna kuning tua, rambut panjangnya dia ikat kuda. “Masih belum selesai?” tanya Lita saat sudah berdiri di samping Dhika. Mendengar panggilan dari istri tercintanya, Dhikapun menengok dan tersenyum ke arah Lita. “Sebentar lagi, Sayang. Aku lupa kemarin belum sempat di service, remnya sedikit longgar,” jawab Dhika. “Ini minum dulu orange jusnya biar segar,” ujar Lita menyodorkan segelas orange jus ke Dhika. “Kenapa kamu buatkan ini untukku? Aku kan sudah bilang jangan melakukan kegiatan apapun,” ujar Dhika dengan tatapan khawatirnya. “Ini di buat sama mama kok, aku hanya mengantarnya saja,” ujar Lita membuat Dhika akhirnya meneguk minuman itu dan kembali menyimpannya di atas nampan. Thalita mengusap bulir-bulir keringat dari pelipis Dhika dengan tissue di tangannya membuat Dhika menghentikan aktivitasnya dan menengok ke arah Thalita. “Wajah kamu cemong-cemong,” ujar Lita terkikik sambil sesekali mengusap wajah Dhika yang kotor dengan sebelah tangannya yang tidak memegang tissue. Cup “Kenapa menciumku?” tanya Lita mematung seketika mendapat kecupan singkat yang tiba-tiba dari suaminya. “Tidak apa-apa, bibir kamu melambai-lambai minta ku cium,” ujar Dhika tersenyum membuat Lita terkekeh. “Modus kamu.” Thalita memukul lengan Dhika yang hanya terkekeh. “Duduklah di teras, di sini panas,” ujar Dhika dan Litapun berjalan ke arah teras, duduk manis di sana sambil menatap Dhika. Dhika dan Thalita memang sedang berkunjung ke rumah orangtua Thalita di Bandung. Usia kandungan Lita sudah memasuki bulan ke 9. Dhika semakin ketat menjaga Thalita, bahkan Thalita sudah tidak di perbolehkan bekerja dan hanya duduk manis di ruangan Dhika untuk menemaninya.   Keesokan harinya, Dhika dan Thalita menuju ke café yang di kelola Dhika saat dia kuliah dulu. Tak lama, Brotherhood datang bersama anak-anak mereka minus Elza. Dhika selalu menyiapkan meja khusus bagi Brotherhood di lantai atas. Thalita sudah berbincang-bincang dengan para wanita sambil menunggu pesanan. Kecuali Dhika yang masih sibuk berbincang dengan Sandra di ruangan Dhika membahas beberapa pekerjaan. Brotherhood adalah nama persahabatan Dhika bersama teman-temannya saat mereka kecil dulu. Dhika adalah Leader dari Brotherhood. Dhika yang berprofesi sebagai Dokter bedah sekaligus Direktur utama di AMI hospital, rumah sakit milik keluarganya sendiri. Rumah sakit yang sudah masuk Go Internasional dan bahkan kualitasnya hampir menyamai rumah sakit di Singapura dan Jerman. Selain itu juga, Dhika memiliki beberapa usaha Café di kota Bandung dan Jakarta. Selain Dhika, ada juga Daniel yang berprofesi sebagai seorang Pengacara. Dan istri dari Daniel adalah Serli, yang merupakan sahabat dekat Thalita. Ada juga Oktavio, dia juga anggota dari Brotherhood, dia seorang CEO dari perusahaan perhotelan terbesar di Indonesia dan bahkan beberapa sahamnya menyebar hingga mancanegara. Istrinya juga yang bernama Clarissa atau biasa di panggil Chacha seorang dokter kandungan di AMI Hospital dan juga merupakan sahabat Thalita dan Serli. Selanjutnya ada juga Erlangga, dia berprofesi sebagai dokter umum di AMI hospital. Dan istrinya Ratu yang juga sahabat dari Chacha, Thalita dan Serli. Selain Erlangga, ada juga Arseno yang merupakan CEO dari sebuah perusahaan terbesar dalam bidang komunikasi dan percetakan. Istrinya adalah Irene, yang juga termasuk anggota Brotherhood. Selain kelima pria dan Irene itu, masih ada dua wanita lagi anggota Brotherhood, yang tak lain adalah Elzabeth yang merupakan guru Tk, tetapi saat ini dia sedang taka da di Jakarta. Karena profesi suaminya sebagai anggota kepolisian, dan mau tak mau Elza harus mengikuti kemanapun suaminya pergi. Dan yang terakhir adalah Dewi Zaleka, dia seorang Ibu Rumah Tangga yang membantu Dhika mengurusi café milik Dhika. Dewi adalah seorang istri dari seorang CEO di sebuah perusahaan proferti. Itulah Brotherhood, yang beranggotakan 5 orang pria, dan 3 orang perempuan. Persahabatan yang sudah di bangun dari sejak mereka kecil. Tak lama Dhika datang menghampiri semuanya yang terlihat tengah menikmati makanan. “Gimana? Enak kan rasanya,” tanya Dhika duduk disamping Thalita. “Delicious,” ujar Okta dengan mengecup tangannya yang membentuk huruf O. “Very tasty,” ujar Irene sambil mengunyah makanannya. “Sempurna deh Dhik” ujar Dewi “Rasya saja sampai nambah” ujar Ratu yang tengah menyuapi Rasya, putrinya. “good, berarti gue gak salah pilih chef” ujar Dhika yang tengah menerima suapan dari Lita. “gue yakin, café loe bakal tambah rame. Lihat saja sekarang, sampe pada rela nungguin meja kosong” ujar Daniel “ya Alhamdulillah, rezekinya twin” ujar Dhika seraya mengelus perut Lita. “kalau mau nambah, nambah saja. Gratis kok buat kalian” ujar Dhika “siap 45, Dhik” ujar Seno yang tengah membantu Randa makan dan Irene membantu Rindi makan. Saat tengah menikmati makanan mereka, tiba-tiba seorang pria datang menghampiri meja mereka. “Chacha” panggil pria itu membuat Chacha menengok dan melotot sempurna karena kaget. “Gi-Gilang” gumam Chacha kaget membuat Lita, Serli dan Ratu ikut  menengok, seketika diikuti yang lainnya. “ternyata bener kamu, apa kabar Chacha? Kamu terlihat semakin cantik saja” ujar Gilang langsung menarik tangan Chacha dan belum menyadari kalau Chacha tengah hamil karena posisi Chacha yang duduk. “a-aku baik, Lang” ujar Chacha yang masih kaget menatap Gilang sang cinta pertamanya. Okta sudah kesal setengah mati di samping Chacha menatap ke arah Chacha dan Gilang. “heh kecoa kering, ngapain loe pegang tangan bini gue” Okta langsung berdiri dan melepas pegangan Chacha dan Gilang. “ini suami kamu Cha?” Tanya Gilang menatap Okta dari atas hingga bawah “ngapain tuh mata pake jelalatan natapin tubuh gue, terpesona loe sama gue?” ujar Okta memasang wajah sangarnya. “santai bos, gue hanya nyapa Chacha saja” kekeh Gilang dan pandangannya terarah ke Thalita. “eh ada Thalita juga, kamu tambah cantik saja Tha” puji Gilang langsung mendekati Lita dan membuat Dhika langsung berdiri menghalangi Gilang. “ada urusan apa loe sama istri gue? Kalau gak ada, silahkan pergi dari sini” ujar Dhika tajam “oh ini suami kamu, Tha? Aku kira kamu belum menikah, padahal selama ini aku menunggu kamu, lho” ujar Gilang dengan santai “dasar cowok sableng, masih saja gak berubah” gumam Serli “gak punya malu banget,,!! heh Gilang. Loe pengen nyobain bogem gue lagi” ujar Ratu berdiri karena kesal. “sayang, sudah tenanglah. Ini Rasya liatin” tegur Angga “pergi dari sini sebelum gue panggil keamanan” ancam Dhika menatap Gilang dengan tajam. “heh kecoa kering kurang gizi. Pergi loe dari sini sebelum gue tendang loe dari sini ke bawah” ujar Okta kesal “oke oke, easy guys !! Gue tidak berniat mengganggu acara kalian. Gue hanya ingin menyapa wanita di masa lalu gue” kekeh Gilang santai. “gue pergi,, bye baby” Gilang dengan sengaja mengedipkan sebelah matanya ke Chacha yang masih menatap Gilang dengan tajam. “bye cantik” tambah Gilang mengedipkan sebelah matanya ke Lita dan berlalu pergi dengan santainya. “Gilang tunggu” panggil Lita membuat semuanya menatap ke arah Lita termasuk Dhika. “sayang, ngapain sih” ujar Dhika kesal. Thalita tak merespon Dhika dan beranjak dengan sedikit kesusahan menghampiri Gilang. “apa cantik? Kamu masih pengen ngobrol sama aku yah?” ujar Gilang dengan kepedeannya. “kalau begitu ayo ikut denganku” tambah Gilang Plak…Sekuat tenaga Thalita menampar pipi Gilang dengan emosi yang meledak. “aduhh, pedes” ringis Seno “bisa ompong tuh gigi” tambah Angga “itu balasan buat loe !!! gara-gara loe gue di tampar sama Chacha dan karna loe juga gue di hina-hina sama dia” pekik Lita kesal setengah mati. Byur…Tanpa disangka-sangka Chacha juga menghampiri mereka dengan membawa segelas jus alpukat miliknya. Chacha menyembur wajah Gilang dengan jus alpukat itu. “itu buat loe yang udah nyakitin gue, dan buat gue salah paham sama sahabat gue sendiri” ujar Chacha kesal “mampus loe, di serbu bumil” ujar Daniel membuat Serli terkekeh, begitupun yang lainnya ikut terkekeh. Gilang hendak marah ke Chacha dan Lita, tetapi dua orang satpam datang, dan dengan perintah Dhika, Gilang langsung di seret keluar café dengan menahan malunya. Chacha dan Lita kembali duduk di kursi mereka dengan masih kesal. “Kenapa loe baru nyadar sekarang kalau antara gue dan Gilang salah paham?” Tanya Lita kesal “gue baru dapet berkahnya sekarang bukan dulu, lagian gue kesel lihat loe nyamperin gue terus pas lagi sama Gilang” ujar Chacha tak kalah kesal. “bukan maksud gue mau tebar pesona, gue hanya mengkhawatirkan loe” ujar Lita tak mau disalahkan. Cekcok antara Chacha dan Lita yang membahas masa lalu mereka membuat mood Dhika dan Okta menjadi buruk. “apa hebatnya sih tuh kecoa kering, tubuhnya saja krempeng gitu sudah gak ada bagus-bagusnya. Tapi bisa di rebutin dua wanita cantik. Benar-benar kecoa kering sialan !!” umpat Okta membuat Chacha dan Lita berhenti cekcok, yang lain hanya melongo menatap mereka berdua. “loe bener, perasaan masih gantengan loe jauh kemana-mana dibanding die” timpal Dhika yang sama kesalnya. “kalian cemburu?” Tanya Lita dan Chacha barengan menatap suami mereka masing-masing. “tau aghhh, gue balik duluan guys” ujar Okta beranjak karena kesal dan Chacha buru-buru berdiri dan duduk rengkuh di hadapan Okta dengan menyodorkan sebuah pisang yang tersaji di atas meja dengan sedikit kesusahan karena perut buncitnya. “maaf yah crocodile sayang, aku sudah gak ada perasaan apa-apa kok sama tuh kecoa buluk” ujar Chacha membuat yang lain terkekeh melihatnya “bukannya kamu kesemsem yah ketemu mantan cungkring kamu” ujar Okta “nggak, kamu suudzon banget sih sayang. Maafin yah,, please please please” ujar Chacha memelas membuat Okta tak tega “apa tidak ada yang lebih baik dari pisang?” Tanya Okta kesal karena Chacha menyodorkan sebuah pisang ke Okta bukan bunga atau sebagainya. “bukannya kamu suka sekali pisang yah?” ujar Chacha. “crocodile, aku pegel gini terus. Ayolah terima maafku” ujar Chacha. “siapa suruh kamu duduk kayak gitu nela?” Okta membantu Chacha berdiri. “ada-ada saja” tambah Okta. “di maafin yah” ujar Chacha senang. “iya nenek lampir, puas?” Tanya Okta dan Chacha mengangguk. “kalau gitu ayo duduk lagi” Chacha langsung merangkul lengan Okta dan mengajaknya kembali duduk. “si gator bener-bener takluk kalau udah disodorin pisang” kekeh Seno “namanya juga alligator dari perkebunan pisang” kekeh Angga membuat Okta mencibir. Dhika juga sudah cemberut tanpa merespon pertanyaan Lita. “gue ke ruangan dulu yah” ujar Dhika beranjak. “aku ikut” ujar Lita tetapi Dhika tak menjawab dan beranjak meninggalkan Lita sendiri. Thalita berjalan mengikuti Dhika, hingga baru tiga langkah, langkahnya terhenti. “awwwwwww !!!!” pekik Lita kesakitan memegang perutnya. Mendengar jeritan Lita, langkah Dhika terhenti dan  langsung menengok dan berlari mendekati Lita termasuk semua sahabatnya. “perut aku sakit banget,, awwwwww” rintih Lita hingga cairan bening keluar dari sela paha Lita yang tengah memakai dress. “air ketubannya pecah” ujar Dewi kaget dan khawatir “segera bawa ke rumah sakit” ujar Chacha dan tanpa pikir panjang Dhika langsung menggendong Lita membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.Thalita mencengkram kuat pundak dan punggung Dhika menahan sakitnya. Dhika terlihat terburu-buru menuruni tangga menuju parkiran mobil. Sesampainya di AMI hospital cab Bandung, Thalita di larikan keruang persalinan. Dan Dhika memaksa Chacha yang harus membantu Lita melahirkan walau bukan di tempatnya bekerja. Dan Chachapun segera menyanggupinya. Brotherhood menunggu diluar ruangan, hanya Dhika dan Chacha yang ada di dalam ruangan. Dhika terus mengecupi dan mengusap peluh di dahi Lita. “aaaaahhhhhh !!!” pekik Lita sambil mengatur nafasnya. “ayo Lita terus, ambil nafas dalam-dalam dan keluarkan. Sekali dorongan lagi Lita, kepalanya sudah terlihat” ujar Chacha. Thalitapun menurut. “aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh !!!!” Oek oek oek Sosok bayi mungil dan merah tengah menangis di rengkuhan Chacha. Dhika dan Lita sudah berkaca-kaca haru melihat bayi mungil itu. “selamat, anak pertama kalian seorang laki-laki” ujar Chacha senang dan menyerahkannya ke Dhika untuk di adzani. Tangan Dhika bergetar menggendong bayi merah yang masih berlumuran darah itu yang tengah menangis. Mata Dhika sudah memerah menahan tangisnya, rasa haru dan bahagia bercampur memenuhi hati Dhika dan begitu juga Thalita. Ini anak pertamanya bersama Thalita, buah hatinya bersama gadis yang sangat Dhika cintai. Dhika masih berasa ini semua mimpi, tapi Dhika bersyukur sudah diberikan mimpi yang sangat indah ini. Thalita menatap Dhika dan sang bayi dengan tangis yang sudah luruh membasahi pipinya. “putraku” gumam Dhika dan mulai mengadzani sang bayi dengan khusu dan haru. “awww,, Cha perut gue mules lagi” ujar Lita kesakitan “sepertinya bayi kedua loe sudah gak sabar ingin keluar” kekeh Chacha menyuruh suster membawa bayi dari gendongan Dhika untuk dibersihkannya.  Selang lima menit, seorang bayi perempuan sudah lahir dari rahim Thalita. “ternyata sepasang” ujar Chacha dan kembali menyerahkan bayi mungil perempuan ke gendongan Dhika. “anak kita sangat cantik, seperti kamu” ujar Dhika tersenyum dan mulai mengadzani sang bayi itu dan menyerahkannya keembali ke Chacha untuk dibersihkan.  Dhika menyeka keringan di kening Lita dan mencium kening Lita dengan sayang. “terima kasih sudah memberikan dua orang permata dalam hidupku” ujar Dhika tak terasa setetes air matanya luruh membuat Lita segera menghapusnya dan tersenyum senang. “Mereka adalah permata untuk hidup kita, mereka yang akan merekatkan cinta kita” ujar Lita lembut membuat Dhika mengangguk dan mengecup tangan Lita berkali-kali. “Sebenarnya aku masih merasa ini semua mimpi, sayang. Mimpi yang sangat indah” ujar Dhika mengecupi tangan Lita membuat Lita tersenyum. “aku mencintaimu,,, sangat sangat sangat” tambah Dhika mengecup kening Lita dengan sayang. “terima kasih untuk kebahagiaan ini, sayang” tambah Dhika membuat Lita tersenyum kecil. ‘mampukah aku menghancurkan kebahagiaan Dhika kembali?’ batin Thalita “Aku juga sangat sangat sangat mencintai kamu, my hubby. Sangat,, dan terima kasih sudah mau menjadi imam dan kepala keluarga untukku selama ini” ujar Lita membuat Dhika mengangguk. Thalita sudah di pindahkan ke ruang VIP. Di dalam ruangan, Thalita sudah di kerumuni oleh brotherhood couple masih dengan anak-anak mereka, kecuali Pretty yang sudah di jemput Edwin. Tak lama Pram, Salma, Natasya, Vino dan Rey datang memasuki ruangan Lita. “Sayang,, bagaimana keadaan kamu nak?” Salma langsung mengelus kepala Lita dengan sayang. “Aku baik-baik saja, ma” ujar Lita tersenyum “Lalu dimana kedua cucu opa?” ujar Pram tak sabar. “Sebentar lagi akan di bawa kesini, pa” ujar Dhika. Tak lama Surya dan Elga datang dengan wajah khawatir mereka. “bagaimana keadaan menantu dan kedua cucuku?” ujar Elga heboh membuat yang terkekeh “mommy selalu heboh” kikik Daniel “Lita sayang,, bagaimana keadaanmu. Nak?” Tanya Elga “Alhamdulillah Lita baik-baik saja” ujar Lita tersenyum hingga pintu ruangan kembali terbuka dan muncullah Chacha dengan mendorong roda bayi. “prince and princess was already come” ujar Chacha membuat semuanya menengok ke arah Chacha. Dan semuanya langsung menyambut dengan antusias, semuanya ingin sekali menggendong kedua bayi mungil nan lucu itu. “No !! mommy dulu omanya yang harus menggendong cucu pertamanya” ujar Elga menghalangi semuanya. “aku juga oma nya” ujar Salma tak mau kalah dan akhirnya mereka menggendong bersama-sama. Elga menggendong sang prince dan Salma menggendong sang princess. “siapa nama mereka? Tanya Daniel penasaran  “Yang di gendong mommy, namanya Leonard Pandu Adinata. Dan yang di gendong mama Salma namanya Leonna Fidelia Adinata” “Nama yang keren” ujar Okta antusias dan berdiri di samping Elga tengah menatap bayi mungil yang terngah menggeliat di tengah tidurnya membuat semua orang gemas melihatnya. “oma, Vino ingin lihat” ucap Vino membuat Salma duduk di sofa dan membiarkan Vino melihat bayi cantik itu. “dedenya lagi bobo yah oma?” Tanya Vino “iya Vino, adeknya masih bobo” jawab Salma. “dedenya cantik yah” kekeh Vino  “mom gantian dong, papi juga pengen gendong cucu pertama papi” ujar Surya dan Elga menyerahkannya ke Surya “hati-hati pap, anak mungil ini masih sangat lemah tulangnya” ujar Elga dan Surya mengangguk dan menggendong bayi tampan itu. “ini mirip sekali sama Dhika,,” Pram melihat bayi perempuan di gendongan Salma. Semuanya mengerumuni Salma dan Surya untuk melihat sang bayi. ‘Tuhan masih mampukah aku merasakan kehangatan seperti ini? waktuku sudah habis sekarang, dan Vino’ Thalita menatap Vino yang terlihat bahagia dan antusias. ‘Vino bahkan tak semurung dulu, dia mampu bersosialisasi dan tidak kesepian lagi seperti dulu. Tuhan, hamba mohon ringankan beban hamba. Jangan biarkan kami terpisah dari semua keluarga hamba’ Thalita menitikkan air matanya memandang pemandangan di hadapannya itu. “kenapa menangis sayang?” Dhika yang duduk disisi brangkar segera menyeka air mata Thalita yang luruh membasahi pipi. “aku merasa terharu Dhika, ini air mata kebahagiaan. Aku sangat bahagia, bisakah kita seperti ini selamanya?” Tanya Lita “pasti sayang, kita akan selalu seperti ini” ucap Dhika “sudah cukup yah ibu-ibu bapak-bapak, dan para oma dan opa. Saatnya Leon dan Leonna minum s**u dulu” ujar Chacha mengambil Leon dari Surya dan membaringkannya di sisi kiri Lita juga Leonna di sisi kanan Lita. “kalian semua silahkan tunggu di luar” ujar Chacha dan semuanya menurut hingga menyisakan Dhika, Chacha dan Lita. Chacha sengaja membaringkan Leonna dan Leon di atas tubuh Lita dan membuat mereka mulai mencari asi ibu mereka. Leonna yang lebih dulu merangkak dan menemukan p****g Lita dan segera menghisapnya dengan rakus. “Sepertinya si doyan makan menurun ke princess” goda Chacha membuat Lita dan Dhika terkekeh hingga Leonpun menyusul dan menghisap asi di p******a Lita sebelahnya lagi. “Usahakan mereka tetap meminum asi sampai usia 1,5 tahun atau 2 tahun soalnya bagus buat pertahanan tubuh. Jangan terlalu banyak di beri s**u formula” penjelasan Chacha membuat Lita mematung di tempatnya. Masih mampukah Lita melakukan itu. Dhika tersenyum bahagia melihat pemandangan yang sangat indah di hadapannya. Tangan Dhika terulur mengelus pelan kepala dan punggung kedua bayinya. Dan bahkan jari telunjuk Dhika menyentuh telapak tangan mungil dan lembut kedua anaknya. Thalita tengah beristirahat di dalam kamar inapnya, saat ini dia tengah sendirian karena Dhika harus pulang dulu mengganti pakaiannya. Mereka masih berada di kota Bandung. Ceklek             “sayang, kamu sudah kembali?” Tanya Lita yang baru saja hendak memejamkan matanya tetapi tidak jadi saat mendengar suara pintu di buka.             “iya sayangku, aku sudah kembali. Apa kamu begitu merindukanku, sayang?” Deg…Thalita mematung di tempatnya, tak jauh darinya Farel tengah berdiri dengan menggunakan jas berwarna abunya.             “ka-kamu !!!” pekik Lita yang sangat kaget             “kenapa ekspresimu seperti itu? Bukankah kamu begitu merindukanku?” Tanya Farel sarkasis. Thalita tidak menyangka kalau Farel akan datang secepat ini, Thalita bahkan baru sekali menyusui kedua bayinya. “aku datang untuk menjemputmu, my wife” ucapnya dengan seringai di bibirnya.             “tidak, aku tidak mau” ujar Lita masih berusaha menggapai alat untuk menekan tombol darurat tetapi terlambat karena Farel menahan pergelangan tangannya dan mencengkramnya erat membuat jarum infusan di pergelangan tangannya semakin menusuk ke dalam pembuluh darahnya.             “apa yang kamu katakan? Kau ingin berkhianat padaku?” Tanya Farel penuh penekanan dengan masih menekan pergelangan tangan Lita membuat darah keluar dan terhisap oleh selang infusan.             “arghhh !!” Ringis Thalita. “aku mohon beri aku waktu mas” ucap Thalita dengan lirih dan menahan sakit di pergelangan tangannya.             “waktu? Masih belum cukup selama satu tahun ini?” Tanya Farel             “ku mohon, aku masih ingin bersama kedua buah hatiku. Setidaknya aku ingin menyusui mereka selama tiga bulan” ucap Lita             “TIDAK !!!!” bentak Farel membuat Lita terpekik kaget dan semakin ketakutan.             “aku mohon, beri aku tambahan waktu. Aku pasti akan meninggalkan Dhika” ringis Thalita             “kau pikir aku bodoh?” Tanya Farel menatap Thalita dengan tajam.             “kali ini aku berjanji, aku akan kembali padamu setelah tiga bulan berlalu. Aku sendiri yang akan datang padamu bersama Vino” janji Thalita dengan sudah berurai air mata. Rasa sakit di pergelangan tangannya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.             “baiklah, aku pegang janjimu. Dan jangan coba-coba kabur, karena aku akan selalu mengawasimu” ucap Farel dengan tajam dan berlalu pergi meninggalkan Thalita yang meringis kesakitan. Thalita menangis sejadi-jadinya, hatinya terasa sangat sakit.             “sayang !!” pekik Dhika melihat pergelangan tangan Lita yang sudah berdarah dan terhisap oleh selang infusan. “kenapa bisa seperti ini” ucap Dhika menyetop aliran infus dan mulai memeriksa tangan Thalita yang terlihat bengkak dan berdarah. Dhika menekan tombol darurat hingga tak lama seorang suster datang dan membenarkan alat infuse itu. Karena tangan Thalita yang sudah bengkak dan sulit di gerakkan, infusan terpaksa di pindahkan ke tangan lainnya.  Suster sudah berlalu pergi setelah mengganti infusan di tangan Thalita. Thalita masih menatap kosong ke depan dengan tangis yang tak berhenti luruh membasahi pipi. “apa sangat sakit?” Tanya Dhika mengecup tangan Thalita yang sudah di perban, Thalita hanya terdiam menatap wajah Dhika yang meniupi dan mengecup luka di tangannya. Tangis Thalita tak berhenti dan semakin menangis terisak. ‘bagaimana ini?’ Batin Thalita menatap terus wajah Dhika.             “sayang, ada apa? apa sakit sekali?” Tanya Dhika khawatir melihat Thalita yang menangis tidak berhenti.             “peluk aku Dhika, aku mohon” gumam Lita lirih dan Dhika langsung memeluk tubuh Thalita. Dan Thalita langsung menangis sejadi-jadinya di pelukan Dhika membuat Dhika semakin kebingungan. Tetapi Dhika tetap mengelus punggung Thalita dengan lembut.   Claudya datang ke sebuah Club untuk menghadiri sebuah party sahabatnya, Claudya duduk di bar tender dengan salah seorang teman wanitanya sambil menikmati segelas vodka. “Serius loe, dia ada di Indonesia? Wah asyik dong kita bisa ajak dia jalan bareng” ucap Claudya antusias kepada teman wanitanya yang bernama Minhatin.             “Iya serius Claud, ngapain gue bohong. Si Emilly liburan bareng sama suami dan anaknya” jelas Minha seraya menyeduh minumannya. Claudya dengan temannya yang bernama Minha sedang asyik berbincang-bincang hingga pandangan Claudya terarah ke arah laki-laki yang tengah menatapnya tajam. Penerangan yang minim membuat Claudya kesulitan untuk mengenali wajah laki-laki itu.             “ada apa, Claud?” Tanya Minha             “gue ke toilet dulu yah” Claudya berjalan menuju toilet wanita. Di dalam toilet, Claudya merenung memikirkan siapa laki-laki tadi, wajahnya sungguh tak asing baginya. Claudya membasuh wajahnya dan mengelapnya dengan tissue yang ada disana. Di rasa sudah rapi, Claudya berjalan keluar toilet. Deg…Langkah Claudya terhenti saat seseorang menghalangi langkahnya. Mata Claudya membelalak lebar melihat siapa laki-laki berbadan tegap di hadapannya.  “Ternyata benar, ini kamu Claudya Ananda Lauwrent” ucap seseorang dengan tajam.              “Fa-Farel” cicit Claudya masih kaget.             “lama tak jumpa, nona Claudya” ujar Farel dengan penuh penekanan. “sepertinya kau tak sesenang aku yah, kita bisa bertemu kembali” Claudya masih terdiam membisu dengan tatapan takutnya melihat Farel di hadapannya. Claudya merasa ini adalah mimpi terburuknya karena kembali bertemu dengan sosok Devil.   Claudya tidak bisa tidur sama sekali, dipegangnya dengan erat mug besar berisi kopi hangat di genggamannya. Bayangan Farel terus mengusik otak Claudya.'kenapa harus sekarang?' ’Tatapannya masih seseram dulu, apa yang dia inginkan sekarang? apa dia akan menghancurkan hidupku kembali?’ batin Claudya. Ia kembali meneguk kopi di dalam mug yang ia genggam dengan pandangan kosong menatap keluar jendela di apartementnya.'kenapa harus bertemu kembali?'  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hurt

read
1.1M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.6K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
114.1K
bc

Switch Love

read
112.5K
bc

You're Still the One

read
117.4K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook