bc

Selengket Ingus

book_age12+
90
FOLLOW
1K
READ
others
others
goodgirl
confident
inspirational
comedy
spiritual
gorgeous
selfish
like
intro-logo
Blurb

Pertemuan dan perpisahan dua hal yang berbeda namun sejalan dan seirama. Sebuah kisah remaja yang dibungkus dengan cara anti mainstream dari biasanya. Ada sedikit teka-teki yang bertebaran. Ada sesuatu yang tidak terduga datang seperti ingus yang tiba-tiba bertamu di hidung lalu.....seperti itulah kisah ini. Jika ia ingin sembuh, ia harus berpisah dengan ingus. Dan jika ia ingin terus bersama dengan ingus, dia harus sakit selamanya. Lalu pilihan mana yang harus dipilih? Sembuh atau tetap bersama?

***

Warning : Cerita hebat, untuk orang hebat

Baca gih....kamu harus buktikan!

chap-preview
Free preview
~
Aroma rumah sakit begitu memuakan bagi orang yang suka aroma kebebasan. Duduk seharian di ranjang rumah sakit bukan hal yang ingin terus di lakoni remaja berusia 17 tahun itu. Ia duduk seharian di kasur, di tangannya terjuntai selang infus. Sungguh kegiatan yang berfaedah, pikirnya dalam benak. “Ini membosankan,” gumamnya akhirnya . Ia menatap sekeliling ruangan itu. Semua serba putih. Sangat membosankan, bukan? Setidaknya itulah menurut remaja yang kini berusaha menarik infus lepas dari pergelangan tangannya. Terkadang ia berpikir kenapa tidak dibuat berwarna merah atau kuning agar terlihat lebih cerah. Kenapa harus putih? Bukankah warna putih akan mudah terlihat kotor, ia sangat menghindari warna putih dalam hidupnya. Remaja itu bangkit dari kasurnya, begitu berhasil mencabut selang infus dari tangannya, mengabaikan rasa yang ada sesudahnya. Remaja itu bahkan tidak meringis saat melakukan hal itu. Ia seolah sudah terbiasa melakukan semua itu. Bisa dibilang rasa sakitnya sudah ia tabung di awal-awal ia mengenal infus. Infus sudah seperti temannya, tidak, seperti saudara, maybe. Ia berjalan pelan, keluar dari ruangan serba putih itu. Sepertinya terlihat menarik jika ia bisa bersantai di taman, merasakan gelinya rumput menggeliat di telapak kakinya, menikmati hembusan angin, menyibukkan diri dengan bertemu matahari, atau sekedar menyapa satu dua orang dengan wajah yang tersenyum. Wow, semua itu terdengar sangat keren. Remaja itu berjalan santai menyusuri koridor rumah sakit, teramat santai sampai tidak ada yang menyadari kalo remaja itu bagian dari pasien yang seharusnya tidak berjalan-jalan sendiri tanpa suster atau perawat, tapi nampaknya peraturan itu sedikut diubah, semua perawat nampak sibuk, tidak masalah jika ia keluar ke taman, kan? Lagian ia bukan orang sakit yang tidak memiliki daya sama sekali. Dia juga butuh refrensing, bukan? Dan untungnya tidak ada perawat yang melarangnya atau mungkin tidak peduli ada pasien yang keluar tanpa izin. Lupakan... Sesuai perkiraan, matahari di luar bersinar terik. Remaja itu berdiri tepat di depan sinar matahari, ia ingin menikmati sinar teriknya. Tapi entah kenapa ia tidak bisa merasakan apapun. Ia terlalu lama berada di ruangan putih itu, mungkin itulah alasannya, hingga tubuhnya bahkan tidak merespons sinar matahari sepanas ini. “Ah, sudahlah.” Remaja laki-laki itu memilih mengabaikan hal itu dan memutuskan untuk masuk kembali ke rumah sakit. Rumah sakit selalu saja terlihat ramai, banyak orang yang nampak selalu sibuk. Remaja itu harus berhati-hati jika tidak ingin tubuh ringiknya tersenggol. Ia tidak ingin jatuh ala-ala sinetron di televisi, atau yang paling dramatis, dia tidak ingin jatuh dan bertemu seorang gadis lalu secara seketika mereka saling jatuh cinta. Remaja itu menggeleng-geleng. Merasa konyol dengan pikirannya sendiri. Wow!! Daya halunya semakin meningkat di sini. Seingatnya ia tidak mengasah bakat itu. Di ruangan serba putih itu, ia seharian hanya tidur saja, persis seperti mayat. Saat berbelok, sepasang mata remaja itu tidak sengaja menangkap dua orang yang sangat ia kenal. Itu ibu dan ayahnya. Remaja itu langsung mempercepat langkahnya, ia terlalu malas untuk berteriak atau memanggil. Tenggorokannya terasa sangat kering, seolah ia sudah melupakan peran air putih. Remaja itu berjanji pada dirinya, bahwa setelah kembali ke ruangan serba putih itu, ia akan minum segelas, tidak... setengah gelas air putih saja. Ia tidak ingin perutnya kembung jika minum air putih banyak itu. Segelas itu banyak, setidaknya itu menurut remaja bermata cokelat gelap itu. Kedua orang tuanya berbelok, masuk ke dalam ruangan bertuliskan ‘ruangan dokter'. Remaja itu menghela nafas panjang. Jelas ia sudah menebak apa yang akan kedua orang tuanya bicarakan di dalam sana. Apalagi jika bukan tentang penyakit yang ia derita. Hal membosankan. Basi. Topik itu tidak menarik untuk di dengar, pikir remaja itu. “Anak Ibu dan Bapak telah meninggal—“ Langkah kaki remaja itu terhenti. Ia menarik kata-katanya barusan. Seperti topik yang mereka bahas kali ini sangat menarik. “Haikal Khan, telah meninggal—....” “Meninggal apa? “Remaja itu semakin mendekatkan telinganya di daun pintu. Ia tidak mendengar jelas percakapan mereka. “Lima menit yang lalu.” “Haikal Khan? “ remaja itu membeo. “Meninggal....?” Ia menatap dirinya di pintu kaca. Bukankah dia Haikal Khan. Lalu... Tapi tunggu dulu, kenapa tidak tampak dirinya di pintu kaca, ke mana pantulan dirinya? Ia melihat semua orang yang lalu lalang nampak di kaca itu, hanya dia yang kehilangan pantulan dirinya. Ke mana dirinya? Kepala remaja itu tiba-tiba pusing. Ia hampir terjatuh, matanya mulai tidak fokus. Tiba-tiba gelap menyapa. Seolah ada yang mematikan lampu. Ia tidak melihat siapa pun di sana. “Apakah ada yang mematikan lampu? “gumam remaja itu pelan, ia tidak yakin rumah sakit sebesar ini mengalami mati lampu. Jika memang mati lampu, jelas mereka memiliki alat penganti daya sebagai cadangan jika menghadapi hal seperti ini. Semua gelap, dan denyut kepala makin terasa sakit. Matanya mati fungsi, ia tidak bisa melihat apa pun. Kecuali... Seorang remaja gadis yang berjalan ke arahnya. Gadis itu sangat terang, tapi ia juga tidak terlihat di kaca. Haikal terus memperhatikan langkah gadis itu, semakin dekat gadis itu, semakin berat mata Haikal. Semakin dekat, semakin kabur. Dekat.. Dekat... Dan... . . "Khayla ! hentikan tangisanmu ...." Bukannya berhenti, anak kecil yang kini meringkus di sudut ruangan makin menangis kencang begitu wanita yang hendak mendekat padanya membuka gordeng, membiarkan sinar matahari menerobos memenuhi mata gadis kecil itu. "Jangan, Ma, Jangan !" rincaunya cepat. Gadis kecil itu langsung bangkit, hendak kembali menutup gordengan hitam yang lebih berat ketimbang tubuhnya. Namun, gerakkan gadis kecil itu, tidak lebih cepat dari wanita yang dengan segera meraih tubuh mungil gadis itu. "Ayo, Khayla ... kamu harus nurut!" Gadis kecil itu terus memberontak, tapi tenaga kecilnya jelas tidak sebanding dengan tenaga wanita dewasa. "Jangan membantah, Khayla ... cobalah jadi anak baik!" "Lepaskan aku!" "Diam! Dasar anak nakal!" "Lepas!" "Tutup mulutmu atau—" "Khayla gak mau!" selanya gadis itu. Tenaganya mungkin tidak sebanding, tapi otaknya yang merespon adanya bahaya langsung memberi perintah untuk mengigit pundak wanita itu. wanita itu menjerit, melepaskan gendongannya. Gadis kecil itu langsung berlari, tidak peduli matanya dipenuhi embun air, napas memburu, dan langkah kecil yang tertatih. Apapun yang terjadi, gadis itu akan terus berlari cepat ... begitu cepat, seiring dengan rasa takutnya yang tidak juga berhenti, terus dan terus ... tidak peduli kalo di depannya terdengar sirena peringatan kereta menggema di seluruh penjuru. "Khayla, awas !" teriakan itu menggema, tapi langkah gadis itu tidak bisa dihentikan. Gadis itu tetap berlari, terus belari dan ..

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Because Alana ( 21+)

read
360.5K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.8K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
927.0K
bc

Wedding Organizer

read
46.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook