Prolog
Ninda memandangi foto dalam sebuah album. Foto dirinya bersama teman terbaiknya semasa di Singapura. Senyum Ninda tampak begitu lebar di dalam rangkulan laki-laki itu. Foto yang diambil satu tahun lalu, saat Ninda dan laki-laki itu menghabiskan Sabtunya menyusuri ibukota Singapura.
Jari telunjuknya mengusapi foto tersebut. Senyum miris tersungging di bibirnya.
“Petra,” gumamnya pelan.
Suara ketukan pintu menyadarkan Ninda. Mamanya memanggil-manggil namanya. Meminta Ninda untuk segera turun dan sarapan bersama papa dan kakaknya.
“Iya, Ma. Ninda turun sekarang,” jawab Ninda setengah berteriak pada mamanya yang ada di balik pintu kamar.
Setelah mendengar langkah kaki mamanya menjauh, Ninda kembali memandangi foto itu. Segera dia tutup album penuh kenangan itu dan menaruh albumnya di tumpukan paling bawah di antara buku-buku tebal lain.
Meraih tas tangannya, Ninda akhirnya keluar dari kamarnya, Ninda bergegas turun ke bawah. Menemui mama, papa, dan kakaknya yang sudah lebih dulu di bawah.
°°°°°
Ninda berjalan di belakang Sasa yang membawanya mengelilingi kantor dari mulai penjuru lantai tiga, empat, dan lima. Sekarang ini, Ninda bersama Sasa sedang berada di lift yang akan membawa mereka ke lantai lima. “Lantai lima itu tempatnya finance sama marketing, Nin. Nanti tempat lo kerja juga ada di sana. Lo di marketing, manajernya namanya Bu Siska. Probation tiga bulan, lo di bawah tanggung jawab Satrio. Nanti gue tunjukin orangnya yang mana,” jelas Sasa panjang lebar. Ninda menyanggupi dengan anggukan.
Mereka keluar di lantai lima. Sasa lebih dulu membawa Ninda ke ruangan divisi finance. Setelah itu, barulah Sasa membawa Ninda ke ruangan yang lebih dalam, yang lumayan dekat dengan pantry. Divisi Marketing.
“Selamat pagi, semuanya,” sapa Sasa ketika mereka memasuki ruangan yang cukup ramai itu. Ke-hectic-an langsung terhenti.
“Siapa tuh?” celetuk salah seorang laki-laki.
“Kenalin, Aninda Sekar. Staf baru di divisi kalian. Nin.”
Ninda mengangguk, setelahnya dia memperkenalkan dirinya kepada semua senior-seniornya yang ada di sana. “Perkenalkan, nama saya Aninda Sekar. Bisa panggil Ninda. Mohon bimbingannya kakak-kakak semuanya.”
“Nah, Nin,” ujar Sasa, “kubikel lo di sana.” Sasa menunjuk sebuah kubikel kosong agak berada di tengah ruangan. “Di depan lo itu ada Satrio, dia PA lo selama probation.”
“Mohon bantuannya ya, Sat,” lanjut Sasa.
Ninda mengalihkan pandangannya pada seorang laki-laki yang dimaksud Sasa. Menyunggingkan senyumnya, sambil mengangguk sopan.
“Hai, Ninda,” sapa Satrio. Dengan senyuman yang sama menawannya dengan senyuman Ninda.
Mereka tidak tahu, kalau senyuman itu yang akan mengawali segala drama dan badai yang sudah menanti di depan sana.
°°°°°