bc

I Know It's You II: New Beginning

book_age18+
4
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
arrogant
drama
comedy
twisted
sweet
bxg
humorous
mystery
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Tidak seperti pertama kali bertemu, Saka kini memandang Doyoung secara berbeda. Laki-laki yang dulu dikiranya adalah sosok paling menyebalkan sedunia itu, entah bagaimana kini berubah menjadi sosok yang selalu berhasil membuat jantungnya berpacu dua kali lipat. Well, bahaya memang. Tapi Saka yang sempat ingin menghindar, justru tak bisa menjauh kala Doyoung juga ternyata telah lebih dulu menaruh ketertarikan padanya.

Akhirnya, setelah menyuarakan perasaan satu sama lain dalam momen kejujuran, Saka dan Doyoung pun melalui hari-hari bersama, lebih dari sekedar partner kesepakatan. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal manis, layaknya sepasang kekasih. Sungguh kebersamaan yang begitu manis sampai-sampai keduanya hanyut di dalamnya. Tak menyadari jika semesta sedang menyiapkan satu kejutan untuk mereka.

Kejutan yang agaknya akan merubah hidup keduanya.

Termasuk Hendery di dalamnya.

chap-preview
Free preview
1. Dating Plan
Pagi yang cerah bagi Saka untuk bangun di pukul setengah tujuh, padahal sekarang hari Minggu. Bukan tanpa alasan, begitu ia melebarkan kedua matanya, semua yang dilihatnya terasa menyenangkan. Mulai dari langit cerah yang mengintip lewat tirai jendelanya yang terbuka, sampai tumpukan kain kotor dan beberapa potong pakaiannya yang tergeletak di lantai. Semua itu, entah bagaimana terlihat begitu lucu di matanya. Sampai-sampai berhasil mengundang tawanya. Oh tunggu, tolong jangan katakan bahwa Saka sudah gila. Tidak. Ia tidak gila. Ia hanya sedang dimabuk oleh sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Perasaan menyenangkan yang membuat hatinya berbunga-bunga. Koreksi. Mungkin pernah. Dulu sekali, ketika ia masihlah seorang bocah kecil yang tak tahu apa itu cinta. Yang ia tahu hanya bagaimana hatinya merasa tak tenang karena seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalamnya. Saat itu, ia belum begitu bisa mengontrol hatinya. Jadi ia terlampau sering berdebar dan itu bukanlah sesuatu yang menurutnya baik untuknya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menghentikannya. Ia menyudahi perasaannya dan memilih untuk meneruskan hidup dengan melupakan apa yang pernah ia rasakan tersebut. Namun kini, semua berbeda. Pertemuannya dengan Doyoung dan perasaannya yang perlahan tumbuh adalah kasus yang tak sama dengan yang dulu pernah ia rasakan. Jantungnya sama berdebarnya, tapi kala Doyoung menatapnya dengan sorot matanya yang semula dingin dan lambat laun melunak itu, Saka seolah dibuat tenang. Doyoung memang terkesan dingin dan kaku bagi siapapun, tapi Saka tahu bahwa ada kehangatan pada laki-laki itu yang tak bisa dirasakan oleh semua orang. Beruntungnya, ia adalah satu dari sekian orang itu yang menjadi spesial karena menerima kehangatan itu. Dan semua itu benar-benar bisa Saka rasakan di seminggu terakhir ini. Tepatnya setelah momen di satu malam itu. Saat di mana keduanya mengutarakan perasaan satu sama lain lewat sebuah ciuman. Ciuman yang membuat mereka memulai segalanya. Drtthhh… drttthh… Saka yang sedang senyam-senyum seraya memandangi pantulan tubuhnya di cermin besar yang berada tepat di hadapannya seketika itu pula terperanjat kala ponselnya yang tergeletak di atas kasur, bergetar. Meski sempat terkejut, ia lantas cepat-cepat mendekati benda pipih itu lalu mengambilnya. Sesuai perkiraannya, itu adalah telepon masuk dari seseorang yang sejak ia melebarkan matanya tadi, sudah mampir di pikirannya. Kak Doyoung. Saka bahkan kini sudah mengganti nama kontak laki-laki itu di ponselnya. “Halo, kak!” Suaranya yang menyapa riang agaknya berhasil membuat sosok di ujung sambungan tertawa pelan. Sungguh sebuah kebiasaan yang tak pernah Saka pikir akan dimiliki oleh seorang Kang Doyoung. Tapi begitulah adanya, semenjak kebersamaan mereka, akhir-akhir ini Doyoung banyak tersenyum dan tertawa. “Kamu sudah bangun?” Doyoung di ujung sana bertanya lembut. Membuat Saka seketika itu pula mengangguk yang jelas saja, tak bisa dilihat oleh lawan bicaranya itu. “Aku udah bangun tapi belum mandi, hehe.” Saka tertawa renyah. “As expected.” “Memangnya kamu udah? Belom kan?” “Siapa bilang? Saya sudah mandi.” “Kak… please…” “Hm?” “Mau sampai kapan pakai saya-kamu terus? Formal banget?” Doyoung di ujung sana terdengar berdehem pelan, tapi Saka bisa membayangkan jika laki-laki Korea itu sedang mengulum senyumnya sekarang. Kentara sekali. “Hm, oke… kalau begitu… aku?” Mendengar ucapan Doyoung yang begitu kaku, tentu saja Saka tak bisa menahan gelaknya. Gaids itu tertawa pelan. Sebuah tawa yang berhasil membuat Doyoung merasa bingung. “Why you laugh?” “Kakak lucu.” “Hm?” “Lucu.” “Saya—ahh—maksudnya aku tidak sedang bercanda. Ah, itu aneh.” Saka masih meneruskan tawanya. Mendengar Doyoung berbicara dengan begitu baku adalah sebuah hiburan tersendiri baginya. Padahal dulu tak terdengar selucu itu, tapi sekarang, semua yang Doyoung lakukan terlihat menggelikan di matanya. “Azaka… sepertinya itu terlalu menggelikan untuk memakai ‘aku’. Can I back to ‘saya’ please? Ya?” Saka kini mengulum senyumnya. Sejujurnya ia tak berniat untuk memaksa Doyoung. Ia sudah memutuskan untuk membiarkan laki-laki itu berbicara dan menggunakan kata-kata atau gaya bahasa sebebas dan senyamannya. Tapi, menggoda Doyoung seperti ini adalah hal yang menyenangkan, jadi ia melakukannya. “Tapi aneh bagi aku buat denger kakak ngomong pakai saya. Itu terkesan… kaku banget.” “But that’s so… eum, okay. I’ll try my best.” Lagi, Saka tak bisa menahan tawanya. “Hei, why you laugh? Something fun?” “Hahaha, please… kamu lucu banget.” “Me?” “Hm! Bisa-bisanya kamu nurut kaya gitu padahal aku cuma bercanda.” Diam doyoung sebentar. Agaknya laki-laki itu sedang mencerna maksud kata-kata Saka barusan. Tapi tak berapa lama ia berdecak. Merasa dibodohi oleh Saka namun di satu sisi ia tak bisa marah karena tawa Saka yang turut menularinya. “Woah! Kamu ini!” “Hahaha! Lucu banget bapak dosen kita ini!” “Hei, stop calling me bapak! I’m not that old—” “Tapi kamu kan emang bapak-bapak. Pak dosen.” “Azaka—” “Call me Saka please.” “So you stop calling me bapak too.” “Oke-oke.” “Deal.” Saka mengulum senyum. “Udah-udah ih, malah deal-dealan kaya apa aja.” Doyoung di ujung sana terdengar tertawa pelan. “Btw, kak. Ini jadi keluar jam 10?” “Terserah kamu. Kan kamu yang mengajak.” “Iya sih.” Saka tampak berpikir. Mulanya dia pikir akan menjadi sesuatu yang menarik dan lucu jika ia mengajak Doyoung kencan pagi ini. Niatnya sih ingin ke Museum Macan. Ngedate sambil foto-foto aesthetic. Tapi yak ok mendadak Saka gak pede dengan ajakannya. Ia takut Doyoung akan berpikiran bahwa idenya tersebut terkesan kekanakan dan akan membuat Doyoung justru ilfeel padanya. “Kamu masih di sana?” Suara Doyoung yang bertanya seketika itu pula membangunkan Saka dari lamunannya. “Ah iya, kak. Masih kok.” “Melamun?” “Eum, enggak. Cuma…” “Iya, kamu melamun.” Ah, Saka masih belum bisa berdamai dengan kebiasaan Doyoung yang satu ini. Ia masih suka sebal jika Doyoung bersikap terlalu berterus terang dan memojokkannya begini. Padahal kan Doyoung bisa sedikit lebih menolerir, tidak perlu sampai sefrontal itu. Walau ya, Saka pun tahu, berat untuk merubah suatu kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari karakter seseorang. Alhasil, Saka pun memilih untuk mengalah kali ini. “Iya deh iya, aku melamun.” “…” “Kak?” “Hm?” “Yaudah kalau gitu, aku siap-siap dulu ya.” “Oh, berarti perginya jadi?” “Iya, kan aku yang ngajak. Masa mendadak gak jadi sih? Atau mau dibatalin aja?” “Tidak-tidak. Ya sudah kalau begitu, saya siap-siap juga.” “Oke.” “Sepuluh menit lagi saya jalan ke sana.” “Iya, hati-hati.” Berselang, telepon pun diputus dan Saka langsung buru-buru menyambar handuknya sembari menderap cepat ke arah kamar mandi. **** Akhir-akhir ini, ada satu hal menarik yang bertambah di dalam kehidupan Doyoung, yaitu Saka. Semenjak malam di mana ia mencium gadis itu, hubungan mereka sudah mulai berjalan selayaknya sepasang kekasih. Doyoung yang akan meneleponnya ketika ada sesuatu yang sebenarnya tidak begitu penting, tapi ia jadikan alasan agar dirinya bisa mendengar suara gadis itu. Doyoung yang menyinggahi rumah Saka dengan alasan bahwa dirinya kebetulan lewat padahal memang sengaja datang hanya untuk mengantarkan makanan untuk gadis itu. Atau mungkin, Doyoung yang akan rela jauh-jauh menjemputnya sembari berkata bahwa ada hal penting yang ingin ia lakukan bersama Saka, padahal cuma sekedar ngopi di kafe-kafe dekat rumah Saka yang ia juga tak pernah menyambanginya. Semua hal tak biasa itu, akhir-akhir ini kerap Doyoung lakukan. Sungguh sebuah kebiasaan baru yang bukan dirinya sekali tapi berapa kali pun Doyoung mengkajinya, ia tak merasa keberatan. Ia bahkan sempat menyadari bahwa sikapnya tersebut terkadang memalukan untuk ia akui. Kekanakan, dan tak sesuai dengan umurnya. Tapi sekali lagi, betapa pun Doyoung sempat menyesali kekonyolannya, sejauh itu pula ia juga akan merasa bersyukur karena bisa menikmati waktu berharga bersama Saka. Tak terkecuali ketika kini ia yang telah rapi, naik ke atas mobilnya. Sesuai janjinya di telepon tadi, ia akan menjemput Saka sekarang. Mengendarai mobilnya membelah jalan-jalan ibu kota yang mungkin sedang padat-padatnya karena ini masih hitungan pagi di penghujung weekend ini. Sesuai dugaannya, belum juga ia berjalan sejauh dua kilo meter dari kediamannya, mobil yang ia kendarai kini sudah terjebak macet. Arus lalu lintas dipadati oleh kendaraan-kendaraan lain yang juga sedang ramai-ramainya keluar di jam segini karena hendak menikmati hari terakhir di libur minggu ini. Well, Doyoung tampaknya harus bersabar dan menjaga moodnya. Ia tak ingin kencannya dengan Saka hari ini gagal hanya karena ia yang terjebak macet dan dibuat tidak berselera melakukan apa-apa lagi. Alhasil, bergeraklah tangan Doyoung meraih ponselnya di dashboard depan. Mengutak-atik benda pipih tersebut sebentar sebelum akhirnya menekan tombol play pada akun spotifynya yang telah terkoneksi dengan speaker mobil. Satu lagu dari Daniel Caesar featuring H.E.R yang bertajuk “Best Part” pun mengalun dengan indah. Sungguh sebuah kebetulan yang sangat ia sukai karena menurutnya, lagu tersebut sangat sesuai dengan moodnya hari ini. Membuat ingatannya juga langsung tertuju pada Saka yang entah sedang apa saat ini. Mungkin gadis itu masih bersiap-siap, sibuk mendandani wajahnya atau mungkin masih bingung memilah baju yang akan dipakainya. Entahlah, Doyoung tidak tahu. Yang ia tahu, membayangkan dan menebak keriweuhan gadis itu sekarang, cukup untuk membuat satu senyum tipisnya menguar. Ah, Doyoung sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya. Drthhhhh… drttttthhh!!! Di tengah-tengah sesi kasmarannya, Doyoung diinterupsi oleh bunyi getar yang berasal dari ponselnya. Alhasil ia pun melirik ke benda yang ada di depannya itu. Memandangi satu nama kontak yang sedang memanggilnya itu dengan lamat sebelum akhirnya ia membuang napasnya jengah. Enggan mengangkatnya sama sekali sampai detik terakhir sambungan tersebut berbunyi. Doyoung baru saja merasa lega dan hendak buru-buru mematikan ponselnya ketika sebuah pesan dari nomor yang sama dengan yang baru saja meneleponnya itu, masuk. Pesan yang berhasil membuat ia yang tadinya melajukan mobil dalam kecepatan lambat karena arus yang padat merayap, mendadak ngerem, hingga membuat mobil dalam jarak sempit di belakangnya, nyaris menabraknya. TIN! TIN!! Doyoung mengabaikan klakson sewot dari orang-orang di belakang sana. Ia meraih benda pipih itu untuk mengecek sekali lagi bahwa pesan yang sempat dibacanya dari jarak jauh tadi itu adalah kesalahan. From: eomma Doyoung, kau di mana? Eomma dan Gang Myung sudah di Jakarta sekarang Tapi agaknya yang Doyoung lihat tadi bukanlah kesalahan. Ibunya benar-benar sudah di Jakarta sekarang. Dan bersamaan dengan otaknya yang mendadak kosong karena begitu terkejut dengan kabar yang diterimanya tersebut, Doyoung kembali dibuat kian terintimidasi kala satu panggilan dari kontak bernama Gang Myung Hyeong mendadak hadir. Oh s**t. Doyoung memaki dalam hati sembari mengusap wajahnya kasar. Ia tidak tahu hal lain apa yang bisa ia lakukan selain mengangkat telepon tersebut. Padahal demi Tuhan, ia sama sekali tak ingin mendengar apapun dari orang yang menghubunginya tersebut tapi mau dikata apa, Doyoung tak punya alasan yang tepat untuk mengabaikan. “Yeobosseo—” “Yak! Kau di mana?!” Suara yang berbicara dalam Bahasa Korea di ujung sambungan terdengar begitu berapi-api. “Aku dan ibumu sudah sampai di bandara Jakarta! Lekas ke mari dan jemput kami.” “Tapi hyeong—” “Kau mau mengabaikan ibumu yang sudah sampai sini?!” Doyoung dibuat tak memiliki pilihan sama sekali. “Datang dan jemput kami ke mari atau kau akan menyesal nanti.” Tanpa lagi mengatakan apa-apa, suara berat bernada penuh intimidasi itu menyudahi perbincangan via telepon tersebut secara sepihak. Menyisakan Doyoung yang terbenam dalam kalutnya sendiri dan tak memiliki pilihan apa-apa selain merapatkan mobilnya ke sisi kanan jalan. Lalu mulai memutar balik kala menemui sebuah belokan yang berjarak tak begitu jauh, di depan sana. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.7K
bc

My Secret Little Wife

read
98.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook