Chapter 5

1105 Words
Sandra tidak bisa berhenti tersenyum sepanjang berjalan kaki bersama Deani. Bagaimana tidak, ada Dewa di belakangnya. Lelaki itu mengikuti di belakang, tanpa bicara apapun. Akan tetapi tidak masalah. Itu sudah cukup bagi Sandra. Ia lumayan merasa ditemani. “Kak Sandra mau mampir ke rumah aku nggak?” tawar Deani. Sandra dari tadi asik mendengarkan cerita Deani tentang kado yang ia dapat di hari ulang tahunnya. Sampai tidak sadar kalau ia sudah tiba di depan rumah Dewi. “Kapan-kapan aja ya. Udah makin malem soalnya. Kak Sandra ada yang dikerjain,” sahut Sandra. “Deani duluan ya. Kak Sandra hati-hati pulangnya. Makasih ya udah temenin.” Sandra tersenyum senang. “Makasih juga ya udah temenin Kak Sandra,” ujar Sandra. Ia melambaikan tangan kepada Deani. Saat itulah Dewa melewati dirinya dan kemudian memegang tangan Deani mengajaknya untuk masuk ke dalam. Sandra lantas berbalik dan mulai berjalan pulang. Ia dalam hati menggerutu karena Dewa sama sekali tidak berbincang dengannya. Bahkan Sandra kira Dewa akan pulang bersamanya. Ternyata lelaki itu mampir dulu di rumah Dewi. Ya sudahlah. Ponsel di genggaman tangan Sandra bergetar, pertanda telepon masuk. Itu telepon dari Rico. Jadi sontak saja Sandra mengangkat telepon seraya memperlambat langkahnya. “Yuhu, ada apa?” “Matcha apa keju? Pilih satu.” Sandra tebak saat ini Rico sedang memilihkan oleh-oleh untuknya dari Singapura. “Terserah lo aja. Balik kapan, Ric?” “Ya udah dua-duanya aja deh. Tar malem flight. Besok pagi gue kesitu ya.” “Dih labil. Jam berapa? Jangan pagi-pagi banget. Gue mau bangun siang.” “Iya sih ya. Gue juga kayaknya mau istirahat. Ya udah besok gue mintol supir aja ya bawain oleh-olehnya kesitu. Aman kan?” “Aman. Iya istirahat aja lo.” “Oke, bye.” Sambungan telepon terputus. Sandra kini menormalkan laju langkahnya. Ia melirik sekitar dan berusaha menahan senyum saat tahu sudah ada Dewa di belakangnya. Entah sejak kapan lelaki itu melangkah di belakang Sandra. Sandra memilih melangkah mundur agar bisa bersebelahan dengan Dewa. “By the way gue baru tau loh ternyata yang punya rumah itu lo. Kata penjaga kompleks yang punya rumah masih di luar negeri. Berarti lo baru balik dari luar negeri ya?” tanya Sandra berusaha membuka obrolan. “Iya. Gue duluan.” Dewa yang awalnya berjalan santai menjadi berlari. Sandra pun hanya menatap punggung lelaki itu sambil menahan agar mulutnya tidak mengeluarkan u*****n disini. Sandra berdecak sebal. *** “Apa salahnya sih ngobrol doang. Beramah tamah gitu lo, Mba!” pekik Sandra frustrasi. Sandra mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal. “Kan kita namanya sebagai tetangga ya. Ngga ada salahnya dong ngajak ngobrol pas lagi jalan kaki bareng. Basa basi aja gitu. Ini lempeng banget langsung lari. Kek sumpah songong banget!” pekik Sandra kesal. Ita hanya bisa diam. “Apa dia emang nggak tertarik kali ya sama aku, Mba?” Sandra masih terima kalau memang Dewa tidak tertarik kepadanya dalam konteks ke arah pacaran. Masalahnya kalau Sandra ingin berteman, kenapa lelaki itu seolah menjaga jarak. “Oke kalo misalnya dia nggak tertarik dalam konteks pacar ya. Tapi kalo misalnya aku mau berteman, dia juga nggak mau kah?” “Tenang, Mba. Biasa baru-baru emang jual mahal. Cuekin aja juga kalo gitu, Mba. Siapa tau kalo Mba Sandranya cuek, dia jadi penasaran.” Sandra pun memegang dagunya sendiri. Berpikir. Ini bahkan bisa dibilang baru hari pertama perjuangannya untuk mendekati Dewa. Akan tetapi rasanya sudah seperti gagal total. “Iya kali ya. Cuekin aja.” *** Dewa mengernyitkan keningnya melihat sebuah mobil yang berhenti di depan rumah. Awalnya ia kira si pemilik mobil itu adalah orang yang ingin mengunjungi rumahnya, ternyata bukan. Seorang lelaki turun dari sana dan langsung menuju rumah depan. Dewa masih diam saja duduk di teras, mengamati. Begitu lelaki itu masuk ke dalam rumah, Dewa mengeluarkan ponselnya. Membuka aplikasi dating apps yang sebenarnya sejak kemarin ia amati. Dibukanya roomchat dengan akun bersama San. Ia klik foto profil akun tersebut. Foto Sandra—tetangga depan rumahnya— terpampang nyata. Dewa kemudian menatap kembali mobil yang baru tiba tadi. “Ck ck, benar-benar murahan.” Dewa lantas berdiri dari duduknya. Ia menuju jalanan kompleks dan mulai lari pagi. *** Sandra tidak tahu kalau hal baik yang terjadi hari ini selain ia tumben bangun pagi adalah kedatangan Rico ke rumahnya. Padahal kemarin sahabatnya itu bilang bahwa dia tidak jadi datang. Bahwa yang akan membawakan oleh-oleh dari Singapura adalah supirnya. “Kok lo jadi dateng?” tanya Sandra. “Kangen,” sahutnya asal. Sandra hanya memutar bola matanya malas. “Lo beli mobil baru, San?” tanya Rico kemudian. Sandra menggeleng. “Lah itu depan rumah. Ada mobil.” “Yang punya udah tinggal disitu,” ucap Sandra. “Yah nggak bisa nebeng parkir dong kalo mobil paket dateng.” “Ya mau gimana lagi.” Rico merebahkan tubuhnya di atas ranjang. “Gue ada meeting dadakan jam sepuluh. Gue numpang tidur disini bentar ya. Lima belas menit aja.” “Kenapa ngga tidur di mobil aja? Daripada macet di jalan.” Sandra melirik jam dinding yang menunjukkan jam setengah delapan sekarang. “Please, lima belas menit aja.” “Makasih oleh-olehnya,” ucap Sandra. Sandra membiarkan saja Rico di sofa ruang tamunya. Ia lantas baru teringat ia belum tahu apakah Rico datang sendiri atau bersama supir. Seharusnya sih bersama supir. Jadi Sandra keluar dari rumahnya dan mendekati mobil Rico. Mengetuk kaca mobilnya yang tidak lama kemudian terbuka. Menampakkan sang supir tersenyum. “Masuk dulu aja Pak, ngopi. Rico tidur sebentar di dalem.” “Oh siap, Non. Ini baru selesai muterin mobil.” Sandra pun mengangguk. Ia mulai menjauh dari mobil Rico. Lalu tidak sengaja melirik orang yang sedang berlari, Dewa. Lelaki itu menatapnya. Dilihat dari arah larinya, Dewa sepertinya sudah selesai berlari karena lelaki itu berlari mendekat kemari alias menuju rumahnya. Sandra pilih mengabaikannya. Ia lantas fokus pada supir Rico dan mengajaknya masuk ke dalam. *** “Olahraga apa ngintipin tetangga sih?” Dewa langsung menatap ke kakaknya yang baru saja datang. “Ya olahraga lah.” Dewi pun tersenyum mencemooh. “Tumben banget olahraga di teras begini. Mana matanya ngelirik ke depan mulu lagi.” Dewa memilih melanjutkan sit upnya. Mengabaikan Dewi yang mulai menggodanya. “Sarapannya Mbak langsung taroh dalem ya.” “Oke, thanks.” Dewa lanjut terus melakukan sit up. Hingga kemudian ia bisa melihat Sandra dan dua orang lelaki keluar. Dewa pun melirik jam di tangannya. “Udah setengah jam,” gumamnya. Ia fokus melakukan pergerakannya seraya menatap Sandra yang masuk mobil bersama dua lelaki itu. Mobil lantas melaju pergi dan bersamaan dengan itu Dewa langsung berdiri. “Kalo naksir tuh, bilang aja. Nanti keburu diserobot orang lho," saran Dewi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD