“Mba, Mba Sandra.”
Sandra menggeliat dari tidurnya karena dibangunkan oleh Ita. Ia mengerjapkan matanya.
“Kenapa Mba Ita?” tanyanya masih setengah sadar.
“Itu yang punya rumah kosong di depan dateng. Dianya minta mobil dipindahin. Saya kan ngga bisa nyetir. Mas Alim masih belum dateng,” ucap Ita.
Kesadaran Sandra langsung penuh.
“Hah dia dateng?” tanya Sandra terkejut.
Ita menganggukkan kepala. Sandra pun langsung bangkit dari tempat tidur dan ia lantas turun dan mengambil kunci mobil di lemari dekat tangga.
Ini bahkan baru jam tujuh pagi. Alim biasanya datang kalau Sandra minta saja. Jadi wajar jam segini belum ada di rumah ini.
Dengan buru-buru Sandra langsung keluar rumah.
Saat itulah ia terkejut mendapati Dewa yang berdiri depan mobilnya.
“Lo yang punya mobil?” tanya lelaki itu.
Sandra hanya menganggukkan kepalanya kaku. Ya ampun kalau dia tahu akan bertemu Dewa, minimal ia cuci muka dulu. Entah segembel apa penampilannya sekarang. Ia terlalu reflek buru-buru tadi karena melihat Ita yang panik. Sandra kira si pemilik rumah kosong itu marah-marah, jadi Sandra buru-buru.
“Iya. Maaf ya numpang parkir,” ucap Sandra.
Ia pilih langsung masuk mobil saja karena malu.
Garasi mobil Sandra jelas kosong. Ia hanya lupa memindahkan mobilnya semalam. Lagi pula siapa sangka yang punya rumah akan datang pagi ini. Bahkan Sandra baru tahu yang punya rumah itu adalah Dewa.
Mobilnya sudah terparkir di garasi rumah sendiri kini. Sandra pun bercermin di mobil.
“Gila gembel banget. Iler dimana-mana. Rambut kek singa, buset.”
Sandra berdecak karena kesal pada diri sendiri. Padahal bisa dibilang baginya, Dewa adalah lelaki yang menarik. Ia malah sudah membuat kesan yang begitu buruk. Tampil begitu jelek dan juga membuat masalah dengan parkir di garasinya.
Sandra turun dari mobil dan ia bisa lihat Dewa sedang memarkirkan mobilnya disana.
Masih tidak percaya rasanya kalau pemilik rumah kosong di depannya itu adalah Dewa.
Sandra benar-benar tidak menyangka.
Awalnya Sandra ingin menghampiri Dewa lagi, namun ia ragu karena penampilannya begini. Niatnya itu pun batal karena begitu keluar dari mobil, Dewa langsung masuk ke dalam rumahnya.
Sandra menggigit bibirnya. Sekarang dia punya tetangga bujangan yang tampan. Apa Sandra harus mulai mendekati lelaki itu? Caper caper sedikit sepertinya tidak masalah.
Sandra langsung masuk rumah.
“Itu Dewa adiknya Mba Dewi, Mba. Mba Ita inget kan? Yang kemarin di pesta ulang tahun.”
“Iya, Mba. Tadi tuh natapnya tajem banget, jadi takut liatnya.”
“Dia marahnya gimana?”
“Ngga marah sih. Ngomongnya nada datar. Tapi ngeliatinnya sinis banget. Nanyain ini siapa yang punya mobil, ngga ada etika parkir disitu ngga bilang.”
Sandra rasanya tertampar dengan ucapan itu. Memang benar sih, ia tidak izin secara langsung kepada si pemilik rumah.
“Teru Mba Ita gimana?”
“Ya saya minta maaf, Mba. Minta nunggu sebentar terus langsung masuk bangunin Mba Sandra.”
Sandra mengangguk mengerti. Sandra tidak tahu Dewa orangnya seperti apa namun yang jelas ia merasa tertantang ingin menaklukan lelaki itu.
“Mba Ita bantuin aku yuk. Masak sarapan buat dibawain ke Dewa. Ucapan maaf karena parkir sembarangan di garasinya,” ujar Sandra.
***
Yang memasak adalah Ita. Sementara Sandra tentu saja mandi dan berdandan secantik yang ia bisa. Agar tampil mempesona saat membawakan makanan untuk Dewa nanti. Beberapa kali mengintip, mobil lelaki itu masih ada. Jadi seharusnya Dewa masih disana.
Sentuhan terakhir adalah lipstick. Ah, Sandra bahkan lupa kapan terakhir ia dandan secantik ini. Biasanya hanya sekadar pakai lipstick, rapikan alis, dan pakai cousion saja. Kali ini ia sampai niat mencatok dan keriting ujung rambutnya.
Selesai dandan, semport parfum, Sandra langsung turun tangga menuju dapur.
“Udah, Mba?” tanya Sandra pada Ita.
“Udah, Mba Sandra. Wih cantik banget,” ucap Ita memuji.
Sandra hanya menyengir kuda.
“Aku sekalian pergi abis itu,” sahut Sandra berbohong.
Misi untuk menaklukkan Dewa, cukup dirinya saja yang tahu.
Ita mengambilkan wadah makanan yang sudah ia siapkan.
“Terima kasih, Mba Ita. Doain ya minta maafnya lancar. Aku ngga mau musuhan sama tetangga,” ucap Sandra.
Apalagi kalau tetangganya modelan seperti Dewa.
Sandra melangkah keluar rumah dan menuju rumah di depannya. Akhirnya terjawab sudah rasa penasaran siapa pemilik rumah yang dibiarkan lama kosong itu.
Sandra menekan bel, juga mengetuk pintu.
Rumah di kompleks ini tidak banyak yang dipagari bagian depannya. Jadi bisa langsung masuk saja. Meski begitu, sejauh ini selalu aman disini.
Pintu pun terbuka dan seketika Sandra menjadi grogi.
“Eh, Sandra. Nyari Dewa ya? Dewanya tidur.”
Rasa kecewa langsung menguar begitu yang muncul adalah Dewi. Akan tetapi Sandra tetap menunjukkan raut antusiasnya.
“Mba Dewi,” panggilnya ramah.
“Ini Mba aku bawain sarapan sebagai permintaan maaf. Soalnya aku parkir tanpa izin di garasi sini.”
Siapa sangka di dalam sini ada Dewi. Sandra rasanya makin malu saja karena wanita ini tahu sekarang. Sudah tidak ketemu Dewa, malah Dewi sekarang jadi tahu permasalahannya. Meskipun ya dipikir-pikir mungkin Dewi juga sudah tahu sih. Wanita itu kan beberapa kali pernah kesini jadi pasti pernah melihat mobil Sandra terparkir di garasi sini. Sandra juga heran kenapa Dewi tidak pernah bicara kalau pemilik rumah tak berpenghuni ini adalah adiknya sendiri.
“Aku bangunin Dewa dulu ya,” ucap Dewi.
Sandra langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Eh jangan, Mbak. Aku nitip aja. Tolong nanti disampaikan ke Dewanya. Maaf ngerepotin ya Mbak.”
Sandra menyengir kuda.
“Nggak papa tau sering parkir disini. Kamu dimarahin sama Dewa kah?” tanya Dewi.
“Enggak, Mbak. Tadi pagi Dewa dateng, jadi aku nggak enak aja gitu. Makanya ngasih ini sebagai permintaan maaf. Semoga diterima,” ucap Sandra.
Ia jadi bingung harus bicara apa. Niatnya minta maaf sekalian modus, malah bertemunya Dewi.
“Nanti aku sampaikan ke dia, ya. Terima kasih lo sarapannya, San. Kamu yang masak?”
“Mba Ita,” jawab Sandra jujur.
Dirinya tidak ingin berbohong saja pada Dewi.
“Ya udah aku pamit ya, Mbak. Ada acara. Terima kasih banyak ya. Sekali lagi aku minta maaf Mbak, ke Dewa juga minta maaf karena udah parkir sembarangan.”
“Yah kamu ada acara ya. Baru aja mau aku ajakin main disini dulu. Ya udah deh, hati-hati ya.”
Sandra tersenyum lantas pamit. Ia langsung menuju mobilnya dan menyetir. Entah pergi kemana dia sekarang. Dia tidak ada acara sebenarnya. Hanya dalih saja supaya tidak kelihatan niat menggodanya.
***
Daripada Sandra bingung harus melakukan apa. Dia pilih untuk pergi shopping saja. Lebih tepatnya pantau market sih. Dia lihat-lihat model baju dan tas sambil cari inspirasi untuk design terbaru jualannya.
Lumayan juga dia melihat-lihat dan akhirnya membeli beberapa baju. Selesai cuci mata, Sandra membeli makan siang di salah satu restoran yang ada di mall. Dia tidak masalah makan sendirian, hitung-hitung me time.
Sambil menunggu pesanannya datang, Sandra memainkan ponsel. Leo masih belum memberi kabar.
“Oh iya kan Dewa ada di dating apps juga ya!”
Sandra baru teringat dengan fakta itu. Langsung saja dia mencari riwayat chatnya dengan Dewa. Masih tidak ada balasan.
“Sombong banget deh,” gumam Sandra.
Sebuah pesan lantas masuk dari Dewi.
From : Mba Dewi Kompleks
San aku izin share kontak kamu ke dewa ya
Mata Sandra membulat, senang. Ia jadi salah tingkah sendiri.
“Sok sombong tapi minta nomor juga. Eh tapi harus jual mahal,” gumam Sandra.
To : Mba Dewi Kompleks
Kalo boleh tau buat apa ya Mba?
From : Mba Dewi Kompleks
Siapa tau Dewa butuh gitu kan. Dia belum bangun sih, jadi aku izin dulu ke kamu. Boleh kan San?
Sandra membaca ulang pesan dari Dewi tersebut.
“Siapa tau Dewa butuh. Siapa tau.. Dewa.. butuh.”
Sandra lagi membaca berkali-kali pesan tersebut.
“Maksudnya bukan Dewanya sendiri yang minta kontak gue? Tapi Mbak Dewinya yang ngide mau share kontak gue, gitu kah?”
Sandra menghela napasnya sambil mengetikkan pesan balasan.
To : Mba Dewi Kompleks
Boleh Mba
Sandra berusaha mengingat-ingat lagi kemarin saat di pesta ulang tahunnya Deani. Seingatnya Ibu Ibu itu sempat menyinggung kalau Dewa lajang. Ditambah Dewa juga main dating apps, jadi kemungkinannya memang benar dia lajang.
“Gue pepet lo ugal-ugalan ya!” seru Sandra penuh tekad.