02 - First meet

1547 Words
"Siapa yang nyuruh lo bantu gue!!!" Teriak Kris lantang, membuat gadis yang berusaha menolongnya terkejut, sekaligus takut. Siku Thalia terasa perih, dilihatnya siku tersebut sudah memar dengan darah segar membasahinya. Ia sedikit meringis saat bangkit dari duduknya karna dorongan tadi. Thalia mengarah lagi pada Kris yang masih terkulai lemas di tengah lapangan, dengan wajah yang dipenuhi memar dan luka. Darah di ujung bibirnya mengalir cukup deras, belum lagi dahi dan hidungnya. Wajah tampan pria itu sedikit berkurang karna luka yang ia dapat tersebut. "Lo pergi sana!" Bentak Kris, kala Thalia meraih bahunya untuk membantunya duduk. Thalia tampak tidak peduli, ia sangat khawatir dengan luka yang diderita Kris. Baru Thalia sadari, teman sekelasnya sangat keras kepala. "Apa lo tuli? Pergi bodoh!" Teriak Kris masih tidak menyerah mengusir Thalia. "Gue bantu buat berdiri, kita ke UKS ya?" balas Thalia seolah tidak mendengar bentakan yang kris lontarkan. "Lo tuli? Bodoh? Kenapa lo gagalin rencana gue buat mati di tangan mereka b***h! b******k lo!" Teriak kris seraya mendorong Thalia lagi.  Sebuah tamparan kini membuat Kris terdiam menatap tajam gadis di hadapannya. Sedang Thalia tidak menyangka, usahanya untuk menolong Kris dibalas dengan bentakan bahkan hinaan yang membuat hati Thalia sakit. Omongan Kris terlalu kasar untuk didengar. "Lo cowok gak tahu terimakasih ya! Gue udah berusaha nahan takut gue buat nyelametin lo bodoh! Emang lo siapa bisa nentuin kematian lo? Kalo lo pengen mati, terjun aja dari mascusuar!" Teriak Thalia marah. Bibir Kris tersungging, ia tidak menyangka kalau ada gadis yang berani menamparnya. Bahkan balik meneriakinya. Siapa gadis ini? Kris mulai bertanya-tanya. Ia tidak sadar bahwa Thalia satu kelas dengannya.  Kris mengatur napasnya, nyeri di sekujur tubuhnya karena tendangan senior itu semakin terasa. Harusnya ia melawan saja tadi, jika tahu aksinya akan gagal. Kris pikir lima senior preman bisa membunuhnya. Ternyata tidak.  "Gue mau ngobatin lo, plis jangan keras kepala." Ucap Thalia pelan. Gadis itu belum ingin menyerah. Meski Kris sudah menyebalkan mengatainya dan bersikap seenaknya. Thalia menunduk, ia membantu Kris untuk berdiri kembali. Tangan Kris sudah merangkul bahu Thalia yang lebih pendek darinya, sedangkan tangan thalia merangkul pinggang Kris untuk menopang tubuh lemahnya. Kali ini Kris tidak menolak ataupun membentak, hanya suara sedikit ringisan yang keluar dari bibirnya. Mereka melewati lorong sepi dan gelap, sekolah tidak menunjukkan tanda-tanda ada kehidupan. Murid yang mengikuti ekskul olah raga maupun kegiatan tambahan lainnya sudah pulang. Hanya tersisa satpam yang menjaga di depan gerbang. Sesampainya di depan UKS, Thalia mendudukkan Kris di kursi yang berada di depan UKS. Dibukanya pintu tersebut, tapi tidak kunjung terbuka karna terkunci. "Ck!" Decak Thalia sedikit frustasi. Thalia melirik Kris yang masih terdiam menatap kosong pandangannya. Kris mungkin sudah lelah menahan rasa sakit akibat lukanya. Tenaganya terkuras habis. "Gue mau ke satpam depan, minta kunci UKS, lo tunggu sini ya." Ucap thalia yang tidak mendapat jawaban dari kris. Tanpa meminta persetujuan Kris, Thalia berlari menuju gerbang depan. Gadis itu melihat pak Deden satpam sekolah yang duduk di dalam pos kecilnya. Dengan napas ngos-ngosan, Thalia memanggil pria paruh baya itu. "Pak Deden," "Loh! Ada apa toh non? Kok masih ada di sekolah? Bukannya murid ekskul udah pulang semua?" Tanya pak Deden. "Thalia tadi nolongin temen pak,  berantem dan luka parah. Thalia minta kunci UKS dong pak. Kasihan kalo gak cepet diobati." Ucap thalia membuat pak Deden sedikit terkejut. "Kok pak Deden gak tahu non? Kalo ada yang berantem? Arek-arek iki pancen!" Keluh pak Deden dengan logat jawanya. "Aduh pak, mana kuncinya? Kasian temen Thalia." ucap thalia sekali lagi mengingatkan. Pak Deden menepuk jidatnya, "Oh ya non, tunggu sebentar." Ia segera memutar tubuhnya menuju laci meja kecil yang berada di ruangannya, diambilnya kunci UKS dan segera memberikannya kepada thalia. "Makasih ya pak Deden." Ujar Thalia. Tanpa babibu, Thalia berlari lagi ke UKS, menyusul Kris yang ia tinggal. "Nanti bapak nyusul ya non, kalo bapak udah memeriksa sekolah," ucap pak Deden dari jauh, seraya melihat Thalia yang berlari menjauh. Setelah berlari beberapa menit, Thalia kini sudah berada di depan UKS dengan napas ngos-ngosan sehabis berlari. Dilihatnya Kris masih seperti tadi. Pria itu terdiam tidak bergeming.  Dengan cepat, Thalia memasukkan kunci pada lubangnya, kemudian memutarnya, hingga pintu UKS sudah bisa terbuka. Ia masuk dan menyiapkan ranjang UKS, merapikannya dan mengambil kotak P3K dan keperluan lainnya juga. Setelah semua sudah siap, gadis itu keluar dari UKS, mengarah pada Kris.  Ia meraih tangan Kris, membantunya berdiri. Memang Kris tak lagi protes, tapi tatapan tajam mata Kris sejenak membuat Thalia canggung.  "Hati-hati." Ujar Thalia saat membantu Kris duduk di pinggir ranjang UKS.  Thalia kini berkutik dengan kotak P3K yang ia pegang. Bola kapas dan juga obat cair untuk menetralkan luka Kris sudah ia siapkan. Ia mengoleskan dengan lembut pada luka yang ada di wajah Kris. Thalia sedikit heran karena Kris tidak meringis dan hanya menatapnya tajam. Seolah pria itu tidak merasa sakit saat lukanya Thalia sentuh, meski dengan gerakan lembut sekalipun. "Ka.. kalo sakit bilang ya," Balas Thalia karna merasa canggung. Selesai menetralkan luka di wajah Kris, Thalia memberinya salep dan juga plaster untuk menutupi luka di bagian pipi, dahi, dan tulang hidung Kris. "Apa ada luka lain lagi?" Tanya thalia. Masih diam, Kris seolah bisu. Thalia mulai kesal dengan tingkah teman sekelasnya ini. Kalau saja hati nuraninya tidak ada, ia tidak akan menolong pria es di depannya ini. Kris seperti orang yang tidak tahu cara menghargai orang lain.  "Kris! Apa ada luka lain?" Tanya Thalia mengulang. Namun kali ini dengan nada kesal.  Masih tidak ada jawaban, pria itu masih diam tak bergeming membuat Thalia sedikit frustasi. Ia membereskan kotak obatnya karna merasa niat baiknya terabaikan. Tapi tangannya terhenti saat kris membuka kancingnya satu persatu, tak sengaja melihat perilaku Kris, kedua mata Thalia membulat sempurna. "Heh lo ngapain buka seragam lo!" Teriak Thalia mulai memundurkan langkahnya. Siapapun pasti akan panik jika berada di posisi Thalia sekarang. Berdua di ruangan UKS bersama seorang pria, tak ada orang lain selain keduanya. Mereka berdua tidak bisa disebut anak kecil lagi. Kris masih tenang, seolah tak peduli dengan kepanikan Thalia. Hingga seragamnya sudah ia taruh di samping tubuhnya. Yang sekarang dilihat Thalia adalah tubuh kekar kris yang tanpa busana, menunjukkan otot-otot disetiap lengan beserta perut coklatnya. Thalia gagal fokus, tubuh Kris adalah tubuh yang digilai para kaum hawa. Mirip seperti Idol ataupun atlet muda. "Lo bilang ada luka lain? Tubuh gue udah digebukin sama tuh senior brengsek." ucap Kris, berhasil menyadarkan Thalia. "O..oke, gue bakal obatin."  Thalia mendekat kembali, ia mengobati luka yang ada di lengan, d**a, perut, serta punggung Kris. Sangat disayangkan jika tubuh indahnya terdapat banyak luka. Pikir thalia yang sudah selesai memperban luka kris. Meski Thalia tampak tenang saat mengobati bagian tubuh Kris, namun sebenarnya hatinya menjerit dan jantungnya menggila karena gugup. "Selesai. Selama beberapa hari, luka lo jangan sampe kena air. Besok gue izinin lo karna sakit. Dan-" kata-kata Thalia terhenti saat kris menarik tangan Thalia agar gadis itu mendekat. Mata mereka saling memandang satu sama lain. Jantung Thalia berdegup sangat kencang. Gadis itu memundurkan langkahnya tapi tidak berhasil saat Kris menariknya lebih dekat. "A...apa yang lo lakuin?" Tanya thalia. Tanpa bersuara, Kris mengambil bola kapas yang sudah ditetesi cairan sisa tadi dan langsung mengoleskannya secara kasar ke siku Thalia. Menetralkan luka karna kesalahannya mendorong gadis tersebut. "Aww.. pelan-pelan dong Kris!" Rintih Thalia. "Lemah banget sih lo jadi cewek!" Ejek kris datar. "Bukan gue yang lemah tapi lo yang kasar!" Kesal Thalia memanyunkan bibirnya. Kris membalutkan perban hingga ia selesai mengobati luka Thalia. Ia mengambil seragamnya dan memakainya lagi. Ia turun dari ranjang UKS dan menarik tangan Thalia keluar dari UKS. "Btw UKS nya belum gue kunci, obatnya juga belum gue beresin" ucap Thalia yang berusaha berbicara pada patung es ini. Dan masih tidak ada jawaban. Hingga suara pak Deden memanggil Thalia karna melihatnya ditarik murid lain. "Non Thalia udah kelar? Kuncinya mana non?" Tanya pak Deden sedikit berteriak karena setiap detik Thalia semakin menjauh selangkah demi selangkah karena ditarik Kris. "Pak Deden kuncinya di UKS pak, Thalia minta  tolong beresin kotak obatnya juga Pak. Besok Thalia traktir gorengan. Thalia pergi dulu. Makasih pak Deden" BalasThalia  dengan suara tak kalah keras. "Ealah oke non, hati-hati non."  Kris menariknya ke parkiran sekolah tempat mobil sport miliknya terparkir. Thalia mengerutkan kening. Kris membuka pintu dan menyuruh Thalia untuk memasuki mobilnya. Mau tidak mau Thalia masuk dan duduk di kursi penumpang.  Saat mobil Kris sudah keluar dari gerbang sekolah, Kris bertanya, "Rumah lo di mana? Gue anter." "Gue bisa pulang sendiri, lagian juga-" Ucapan Thalia terpotong. "Gak ada penolakan!" Tekan kris. Flashback off Kris tersenyum mengingat pertemuan pertama mereka. Tidak terasa sudah dua tahun yang lalu kejadian itu berlalu. Masih ia ingat wajah polos Thalia yang gugup dan juga gemetar takut menghentikan senior dari tim basebal yang Kris tantang. Saat itu, Kris memang sengaja mencari gara-gara. Karena waktu itu, Kris sudah lelah untuk menjalani hidupnya yang seperti tidak tentu arahnya ke mana. Jika bunuh diri, Kris mungkin akan ragu. satu-satunya di pikiran Kris saat itu adalah membiarkan tubuhnya diremukkan dan akhirnya mati dengan sendirinya.  Setidaknya saat ini Kris tak lagi bahkan tak perna memikirkan cara untuk bunuh diri lagi. Ada Thalia. Tersadar dari lamunannya, ia menghabiskan kopi dan membuang putung rokoknya. Pria itu menaruh selembaran uang 50 ribu di atas meja, seraya berucap sedikit lantang. "Mang ujang ini uangnya di atas meja, kembaliannya ambil aja ya mang." "Oke, makasih ya Kris" ujar mang ujang. "Oke mang"                                                                                                                                                                          - To Be Continue -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD