Steven dan Yuki berboncengan dengan motor Ninja melintasi jalanan Ibu Kota Jakarta di tengah pekatnya malam. Setelah Steven mengantar Sandra pulang, kini giliran ia mengantar Yuki pulang ke rumahnya dengan keadaan selamat.
Yuki duduk di jok belakang dengan tatapan kosong, pikirannya terus melayang-layang pada kejadian di gedung bioskop yang membuatnya kesal. Tanpa Yuki sadari, Steven hanya membawanya berkeliling Jakarta, bahkan dinginnya malam yang menusuk kulit tak dapat Yuki rasakan. Erwin sukses membuat suasana hati Yuki menjadi galau dan merana.
“Kok berhenti di sini? Kamu mau bawa aku ke mana?” tanya Yuki dengan bingung. Ia baru sadar dari lamunannya setelah Steven menghentikan motornya di depan warung makan di pinggir jalan.
Yuki menoleh ke kanan dan ke kiri mengamati jalan di sekitarnya. Bukan hanya membawa Yuki ke warung makan, Steven bahkan melewati jalanan yang lebih jauh dari rumahnya.
“Maaf, ya. Temenin aku makan sebentar, aku lapar banget.” Steven membuka helm yang ia kenakan, kemudian turun dari motornya. Steven masuk ke dalam warung, kemudian berdiri di depan pemilik warung.
“Bang, nasi goreng 2 piring, jus jeruknya 2.” Saking seringnya Yuki menjadi obat nyamuk, Steven sampai hafal dan banyak tahu semua hal tentang Yuki, termasuk makanan dan minuman apa yang Yuki sukai. Sandra juga sering memuji dan bercerita banyak hal tentang Yuki. Setelah memesan menu warung, Steven menoleh pada Yuki yang masih duduk di motornya. “Yuki, ngapain masih duduk di situ, ayo sini!”
Yuki mengembuskan napas dengan kasar, lalu turun dari motornya menghampiri Steven yang duduk di karpet lesehan. Ia duduk bersebrangan dengan Steven, mereka berdua duduk berhadap-hadapan, ada meja di tengah-tengah yang membatasi mereka.
“Kalau kamu nggak cinta sama Erwin, harusnya kamu tolak cintanya.” Steven mulai membuka suara di tengah keheningan yang terjadi di antara mereka. Sandra banyak bercerita tentang Yuki, termasuk Yuki yang tak pernah mencintai Erwin.
“Aku cuma nggak mau bikin dia malu di depan banyak orang.” Yuki membuang muka ke samping karena sedari tadi Steven terus memandanginya dengan tatapan yang amat dalam.
“Daripada kamu kasih dia harapan palsu.” Steven menatap Yuki dengan intens. “Lagi pula, kamu harus berhati-hati sama cowok jaman sekarang. Banyak cowok hanya bermodalkan kata manis untuk menjerat hati cewek, hanya untuk memuaskan nafsunya. Kalau udah dapat apa yang mereka incar, tuh cewek bakal dicampakkan gitu aja.” Steven dengan tulus menasehati Yuki karena ia tak ingin gadis lugu seperti Yuki dimanfaatkan oleh pria hidung belang.
“Terus kenapa kamu pacaran sama Sandra?” Yuki memberanikan diri membalas tatapan Steven.
“Aku berbeda dengan mereka.”
“Maksudnya?” Kening Yuki berkerut, ia penasaran kenapa Steven memacari sahabatnya. Apakah Steven hanya ingin mempermainkan Sandra.
“No komen.” Steven malah membuang muka, jemarinya terus mengetuk meja dengan hati yang gelisah.
Entah kenapa Steven merasa sangat nyaman berada di dekat Yuki, bahkan lebih nyaman dibandingkan saat dia berada di dekat Sandra. Setiap Yuki menatapnya, jantung Steven akan berdebar lebih cepat dari biasanya. Di sekolah, Steven diam-diam sering curi pandang pada Yuki.
Emosi Steven meluap-luap hingga ke ubun-ubun karena cemburu ketika melihat di depan matanya sendiri, Erwin merenggut ciuman pertama Yuki. Saat itu, Steven ingin sekali meremukkan rahang Erwin yang sudah lancang dan berani membuat Yuki menangis. Namun, Steven berusaha menahan diri karena tak ingin melukai hati Sandra. Steven juga tak mengerti dengan perasaannya sendiri.
“Kenapa kamu bawa aku ke sini? Ini kan jauh banget dari rumahku,” tanya Yuki dengan polosnya. Ia masih belum menyadari perasaan Steven yang sebenarnya.
“Aku malas pulang, makanya muter-muter dulu.” Steven berbohong, faktanya ia ingin lebih lama berada di dekat Yuki. Jarang-jarang dia memiliki momen seperti ini.
“Harusnya kamu antar aku pulang dulu, baru jalan-jalan sendiri.”
“Nggak enak kalau jalan-jalan sendiri,” bantah Steven.
“Kan, kamu bisa jalan-jalan sama Sandra.”
“Kamu ‘kan tahu kalau Sandra nggak boleh keluar sama cowok. Tiap kami keluar, kan selalu dijemput dulu sama kamu.”
“Aku takut Sandra salah paham sama aku.”
“Nggak.” Steven menggelengkan kepala. Sandra sering bercerita padanya jika ia sudah menganggap Yuki seperti saudaranya sendiri. “Sandra percaya 100% sama kamu.”
Makanan dan minuman pesanan mereka pun tiba, pemilik warung meletakkan nasi goreng dan jus di hadapan Yuki dan Steven.
“Makasih, Bang!”
“Sama-sama, Neng,” jawab pemilik warung. Steven dan Yuki pun menikmati makanannya tanpa obrolan. Steven diam-diam curi pandang pada Yuki.
***
Selesai makan, Yuki dan Steven keluar dari warung makan. Steven membuka jaket yang ia kenakan, lalu menyampirkannya ke tubuh mungil Yuki. Jelas saja tubuh Yuki tenggelam di jaket Steven yang kebesaran. Steven memiliki tubuh tinggi dengan dada yang bidang, parasnya juga sangat menawan hingga mampu membuat hati kaum hawa terpana oleh panah asmaranya.
“Biar nggak kedinginan, takut kamu masuk angin.” Bagi Steven, lebih baik ia kedinginan, daripada Yuki yang kedinginan.
“Terus kamu gimana?” Yuki menatap Steven dengan sungkan.
“Cowok mah, gampang.” Steven mengambil helm di kemudi, lalu mengenakannya.
“Makasih,” Yuki mulai mengenakan jaketnya dengan benar.
“Sama-sama.” Steven menyalakan mesin motornya.
Yuki pun berpegangan di bahu Steven, lalu naik ke atas motor. Steven mulai melajukan motornya dengan kecepatan pelan melewati jalanan yang sepi.
"Steven,"
"Apa?" sahut Steven saat Yuki memanggil namanya.
"Apa kamu juga perhatian sama semua cewek?"
"Cuma sama kamu dan Sandra, doang."
"Kenapa?" tanya Yuki lagi.
"Nggak tahu." Steven mengendikkan bahunya.
"Kenapa kamu jalannya pelan banget, kencengin dikit napa biar cepet sampai."
"Yang penting selamat sampai tujuan, Yuki."
"Tapi aku takut ibu marah kalau aku pulangnya kemalaman. Ini udah jam 10 malam, loh."
"Ok, ok." Steven mulai menarik gasnya lebih cepat. Ia tak ingin Yuki sampai dimarahi oleh ibunya karena pulang terlalu malam.
“Steven, awas.” Yuki berteriak ketakutan.
Tiba-tiba ada tiga sepeda motor yang memepet kendaraan yang Steven kendarai. Yuki sangat takut, ia refleks mencengkram dengan erat kaos Steven di bagian pinggang.
“Woy!” bentak Steven dengan garang karena motornya mulai oleng. Yang terjadi malah di luar dugaan, pengendara itu mengeluarkan sebilah parang yang kemudian ditodongkan pada Steven. Pria itu menendang motor yang Steven kendarai hingga motornya roboh bersamaan dengan Steven dan Yuki yang terjatuh di aspal.