Tidak seperti biasanya, ekspresi Sierra pagi ini terlihat sedikit berbeda. Wanita muda itu selalu tersenyum hangat guna menutupi apa pun yang terjadi di balik pintu kamar Aelin. Ia selalu bersikap tenang pula seolah tidak memiliki beban di pundaknya. Topeng itu benar-benar melekat pada diri Sierra hingga Aelin dapat menemukan kejanggalan jika terdapat perubahan kecil seperti pagi ini.
“Hari ini menunya adalah roti panggang, telur, irisan daging, sereal gandum dan s**u madu untuk Anda. Jika ada yang tidak sesuai dengan selera Anda, harap tidak perlu sungkan untuk memberikan komplain, Putri,” ujar Sierra seraya menata sarapan Aelin di meja.
Ekspresi Sierra tampak seperti biasa, namun kejanggalan di sana tidak akan terlepas dari mata perak Aelin. Terjadi sesuatu di Istana Clementine yang membuat Sierra tidak bisa menjaga topengnya dengan sempurna. Berhubung Sierra adalah Kepala Pelayan Istana Clementine, maka hal-hal yang membebaninya pasti tidak jauh dari permasalahan istana. Dan, salah satu kemungkinan terbesar yang mungkin terjadi adalah Darcie Anglo.
Tidak ada yang tidak tahu fakta terkait kebebalan Darcie di Istana Clementine. Dari seluruh pelayan istana itu, Darcielah yang paling tidak ingin bekerja. Sesuai kemarahannya kemarin dan disaksikan oleh Aelin, wanita itu lebih ingin bekerja di Istana Hampstead dan melayani Arne. Maka, tidak mengherankan bila wanita itu dicurigai oleh Aelin sebagai penyebab keretakan topeng Sierra saat ini.
Keretakan itu masih berlanjut selama Aelin menyantap sarapan. Sorot mata Sierra terfokus pada sarapan sang Putri, dan itu menyorotkan ekspresi sedih yang tidak dapat membohongi mata Aelin. Sepertinya, ada sesuatu terkait makanan Aelin dengan keretakan Sierra. Aelin berusaha tetap bersikap polos, namun bibirnya gatal sekali ingin menanyakannya. Berpura-pura menjadi anak kecil tidak selalu menyenangkan.
Jadi, Aelin mencoba cara lain.
“Sierra, s**u hari ini terasa sedikit berbeda dari biasanya.”
Pancaran kesedihan Sierra bertambah, itu berusaha ditutupi dengan sorot terkejut.
“Apakah itu tidak sesuai dengan selera Anda, Putri?”
“Tidak, aku tetap menyukainya. Aku hanya ingin tahu apakah benar-benar berbeda atau lidahku saja yang sedikit bermasalah, hehe.”
Sierra mengedip perlahan. “Lidah Putri tidak bermasalah, hari ini saya memang menggunakan produk s**u yang berbeda karena yang biasanya telah habis. Syukurlah jika itu tetap memuaskan selera Anda.”
Aelin mengangguk seraya menelan kunyahan roti panggang. “Jika perlu dibandingkan, aku lebih menyukai s**u sebelumnya. Apa namanya?”
“Sanitarium, diproduksi di pabrik milik Silversage Farm. s**u itu merupakan s**u nomor satu di Neuchwachstein sehingga wajar bila Putri lebih menyukainya dibandingkan s**u yang ini.”
“Hmm, artinya s**u itu sudah habis dimana-mana saat Sierra ingin membelikannya?”
Sierra tidak langsung menjawab. Wanita itu membuka dan menutup mulut selama beberapa detik, tampak penuh keraguan, sebelum kemudian melontarkan jawaban.
“Benar, sayang sekali. Para pedagang mengatakan akan mendapatkan stok barunya besok, jadi saya membelikan s**u lain sebagai ganti untuk sementara waktu. Saya akan mendapatkan Sanitarium untuk Anda besok.”
Bohong, kau tidak memiliki uang untuk membeli s**u premium itu sehingga membeli s**u lain yang lebih terjangkau, batin Aelin.
“Yeay, semoga Sierra dapat membelinya!” seru Aelin penuh kebohongan. “Tapi, Sierra, kau tidak perlu tergesa-gesa. Aku juga menyukai s**u ini.”
Sierra menggeleng pelan, tersenyum simpul. “Tidak apa-apa, Putri, saya akan mengusahakannya besok.”
“Baiklah, terima kasih, Sierra!”
Dari percakapan singkat, Aelin cukup yakin masalah Sierra adalah krisis anggaran. Dia memang tidak mengetahui bagaimana sistem anggaran istana berjalan, namun memiliki Darcie di Istana Clementine yang telah mengaku sebagai pencuri menjadi bukti bahwa anggaran istana tidak aman sama sekali. Wanita itu berkata bahwa barang-barang dicuri dan dijual demi menopang anggaran makan Aelin, tentu saja itu bohong. Darcie selalu membenci Aelin, tidak ada celah sedikit pun hatinya akan terbuka untuk Aelin.
Jika mencuri barang saja sudah berani, maka mencuri uang anggaran istana bukanlah tuduhan yang berlebihan.
“Sierra,” panggil Aelin usai mengusap ujung bibirnya, bersiap melahap sereal, “apakah kau tahu bibi pelayan bernama Darcie Anglo?”
Cukup drastis, perubahan tekanan udara di kamar terasa cukup mencekik. Aelin tetap bersikap polos dan Sierra seperti sedang menjalani interogasi terberat dalam hidupnya. Aelin tidak memiliki pilihan, dia tidak boleh bersikap naif dan tak tahu apa pun. Lagi pula, ini semua juga demi Sierra, Freda dan Leah. Menyingkirkan Darcie dari Istana Clementine pasti akan meluruhkan hampir keseluruhan beban mereka, bukan?
“Ada apa, Putri? Apakah Bibi Anglo melakukan sesuatu kepada Anda?” tanya Sierra khawatir, mendekati Aelin dengan sorot kekhawatiran yang tidak dapat disembunyikan.
Aelin menggeleng. “Tidak, aku hanya sempat bertemu dengannya. Aku ingin mengenal seluruh bibi pelayan yang ada di sini.”
Jawaban itu tidak memuaskan Sierra, tentu saja. Wanita itu tetap menatap Aelin dengan kewaspadaan dan kekhawatiran karena tahu Darcie Anglo adalah pembawa malapetaka. Bagaimanapun, Sierra tidak mungkin membicarakan keburukan orang lain kepada anak kecil berusia delapan tahun. Jadi, dia tidak memiliki pilihan selain tetap berpura-pura polos.
“D—Darcie Anglo adalah salah satu pelayan senior di istana. Dia telah mengabdi sangat lama dibandingkan mayoritas pelayan lainnya,” tutur Sierra pada akhirnya, “sehingga dia cukup cekatan dan dapat diandalkan karena pengalamannya lebih banyak. Putri dapat mengandalkan Bibi Darcie juga.”
Kebohongan itu terasa pahit di lidah Sierra dan Aelin tahu itu. Mustahil wanita berhati busuk seperti Darcie ingin diandalkan oleh Aelin. Wanita itu tidak memiliki celah lagi untuk Aelin, seluruhnya milik Arne. Keberadaannya di Istana Clementine pun dikarenakan keterpaksaan yang membuatnya sangat kesal. Aelin tidak akan pernah berurusan dengan Darcie, namun jika ingin menyingkirkannya dia harus melakukannya, mau tak mau.
“Begitukah? Aku merasa Bibi Darcie tidak menyukaiku,” seloroh Aelin membuat kekhawatiran Sierra memuncak. “Dia menatapku dengan ekspresi menyeramkan, aku jadi bertanya-tanya apakah aku melakukan kesalahan yang membuatnya marah.”
“K—Kapan itu terjadi, Putri?”
“Kemarin. Aku menyapanya, tapi dia tidak membalas dan menatapku dengan wajah menyeramkan seperti nenek penyihir di buku dongeng.”
Itu juga suatu kebohongan. Tapi, tidak sepenuhnya bohong. Darcie akan selalu menatap Aelin dengan sorot merendahkan dan menyeramkan di sepanjang hidup Aelin. Eksistensinya tidak lebih dari pemberi trauma sehingga menyebutnya seperti nenek penyihir bukanlah hal yang berlebihan. Aelin tidak akan mengubah fakta itu meski saat ini dia tidak akan merasa ketakutan kepada Darcie.
“Mungkin dia memiliki banyak pekerjaan sehingga terlalu sibuk untuk membalas sapaan Putri. Jangan khawatir, Bibi Darcie adalah orang baik,” ujar Sierra dengan ketulusan penuh kepalsuan. Lihatlah, betapa dia menjaga martabat Darcie meski telah berulang kali dipersulit oleh wanita tua itu.
Mengikuti alur, Aelin membalas dengan kepalsuan yang sama.
“Baiklah, aku mengerti. Kuharap aku dapat akrab dengan Bibi!”
***
Seperti biasa, Aelin bermain di ladang bunga Istana Clementine. Dia tidak mengubah kebiasaan Aelin yang selalu identik di ladang bunga dan taman air mancur. Satu-satunya tempat aman baginya untuk menyendiri, merenungkan segala hal yang harus dia lakukan demi menyelamatkan Aelin. Hidup di dunia antah-berantah membutuhkan strategi yang tepat agar tidak jatuh ke lubang yang sama seperti alur kisahnya.
Aelin dikatakan tidak pernah mendapatkan pendidikan formal karena Ares tidak memberikan guru untuk mengajarinya. Satu-satunya guru yang mengajarkan cara membaca dan menulis adalah Sierra. Wanita itu sungguh melakukan segalanya demi Aelin—terlalu menakjubkan pula untuk disebut sebagai sekedar mengabdi. Maka, beruntunglah bagi Aelin, semua orang tidak akan curiga melihatnya membaca buku di ladang bunga.
Dalam pangkuannya, terdapat buku ensiklopedia dunia di mana dia tinggal saat ini. Dia memang mengetahui seluk-beluk latar kisah Aelin, namun itu tidak cukup, dia perlu mengetahui segalanya sampai tuntas. Sebab, dunia ini tidak sesederhana bumi yang hanya diisi oleh manusia dan binatang biasa, ini adalah dunia fantasi yang kompleks.
“Kekaisaran Neuchwachstein menaungi lima kerajaan manusia, terdiri dari Deltora, Fablehaven, Landover, Starbodia dan Xanadu. Ah, inilah tempat asal Karl, si tokoh utama lelaki,” gumam Aelin membaca isi ensiklopedia dengan alis mengerut, “Pangeran Kedua Kerajaan Deltora, laki-laki yang akan menjadi tunangan Arne. Saat debut Arne, jika aku tidak salah ingat.”
Dalam pandangan Aelin, Karl bukanlah tokoh yang bermasalah. Lelaki itu cemerlang selayaknya tokoh utama laki-laki pada umumnya. Mendekati kesempurnaan dengan segala karakterisasi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan, Karl termasuk salah satu tokoh yang digandrungi di Webtoon. Aelin termasuk salah satu perempuan yang dibuat mabuk kepayang oleh kesempurnaan Karl, namun dia tetap tidak menerima alur terkait Karl dipersatukan dengan Arne.
Bahkan, Karl termasuk tokoh yang juga cukup tidak Aelin sukai.
“Dia tidak mempedulikan penderitaan Aelin,” ujar Aelin seraya membalik halaman, kini bertemu dengan sistem pembagian wilayah. Dia tersenyum miris. “Jika aku harus meminta bantuan pada ras iblis demi menyelamatkan diri dan tiga dayangku, aku tidak akan ragu untuk melakukannya.”
Tentu saja, itu bukan sekedar bualan. Ini adalah dunia fantasi, segala macam makhluk hidup berdampingan dengan manusia termasuk ras iblis dan elf. Dunia ini dibagi menjadi dua dengan empat teritorial setelah melalui Perang Besar Dunia yang terjadi karena perebutan wilayah. Dunia atas menaungi manusia, elf dan segala jenis makhluk hidup yang sumber sihirnya bukan dari kegelapan. Sementara, dunia bawah menaungi iblis dan para monster.
Demi menjaga perdamaian, Kekaisaran Neuchwachstein menjalin hubungan diplomatik dengan salah satu kerajaan iblis terbesar di dunia bawah; Kerajaan Marchosias. Fakta itu tidak diulik terlalu dalam di novel sehingga Aelin tidak begitu tahu. Jika bisa, dia tidak ingin berurusan dengan para iblis di dunia ini. Aelin tidak bisa menggunakan sihir, kelemahan besar itu akan menjadi penghalang terbesarnya dan berurusan dengan para iblis hanya akan menjadi malapetaka baginya.
“The Eternity Forest,” gumam Aelin membaca salah satu teritorial yang menaungi elf dan makhluk mistik, “mungkin akan lebih baik untuk meminta bantuan elf, mereka tidak seberbahaya iblis.”
Seperti ras iblis, ras elf memiliki kerajaan masing-masing sesuai klasifikasi diri mereka. Yang paling pertama diperkenalkan di ensiklopedi adalah Kerajaan Tempest, dipimpin oleh Raja Faelyn, kerajaan itu milik ras Elf Hutan. Seluk-beluknya tidak tercantum cukup detail, namun Aelin tahu itu adalah kerajaan yang makmur di teritorial The Eternity Forest.
“Raja Faelyn melindungi seluruh wilayah Tempest, termasuk Hutan Tempest sehingga keberadaannya sulit dilacak oleh orang awam. Belum pernah diketahui seseorang dapat menemukannya kecuali Conrad Florian, petualang kondang dari Xanadu. Conrad berhasil menemukan Hutan Tempest beserta Menara Artemis yang legendaris,” gumam Aelin membaca, “penemuan itu cukup besar meski Conrad tidak menemukan sang Penyihir Agung. Penyihir Agung?”
Di halaman selanjutnya, alih-alih disebut pengetahuan umum, lebih cocok disebut sebagai dongeng. Itu mengisahkan Penyihir Agung Menara Artemis, kisah yang tidak begitu asing di telinga Aelin karena Sierra pernah menceritakannya di suatu malam. Aelin berpikir kisah itu hanya sekedar dongeng pengantar tidur, namun ternyata juga tercantum di ensiklopedia seolah-olah itu adalah legenda yang harus diketahui oleh semua orang. Aelin tidak begitu ingat sesuatu tentang Penyihir Agung itu tercantum di alur novel.
“Penyihir Agung Menara Artemis, dewa bagi para penyihir, kiblat penyihir,” Aelin mengerutkan kening, “beliau adalah pahlawan dalam Perang Besar Dunia, satu-satunya pihak yang berhasil mengakhiri perang dan menghasilkan kesepakatan teritorial. Dikatakan, beliau tinggal di Menara Artemis di Hutan Tempest, hidup menjauh dan mengarungi peradaban manusia dalam diam. Belum pernah didapatkan kesaksian lain terkait kehadirannya lagi usai perang berakhir, namun dipercaya beliau masih hidup jauh di dalam Hutan Tempest. Whoa, bukankah dia cukup fenomenal? Bagaimana bisa tokoh seperti ini tidak pernah disinggung di novel?”
Alih-alih elf, Penyihir Agung itu dapat menjadi batu loncatan yang sangat menguntungkan Aelin jika dia dapat bertemu dengannya. Mungkin saja ia memiliki cara untuk mengembalikan Claire ke bumi dan memberikan tempat yang layak untuk Aelin. Namun kemudian, itu tidak mungkin berjalan selancar itu. Dia belum tahu bagaimana watak sang penyihir, dan seluruh sihir pasti memiliki bayaran yang tidak kecil—setidaknya begitulah anggapannya tentang sihir. Jika memang bisa dilakukan tanpa imbalan setimpal, Aelin tidak akan ragu untuk memintakannya.
“Yah, jika saja aku dapat bertemu dengannya,” gumam Aelin seraya merenggangkan tubuhnya. Pandangannya mengedar ke sekitar, membuatnya menemukan sosok Darcie sedang melangkah di koridor luar bersama rekannya. Dia menyeringai kecil. “Untuk sekarang, ada hal yang harus kulakukan.”
TO BE CONTINUED