“Dan berhentilah merengek!”
Di sepanjang hidupnya, Aelin tidak percaya dia akan bertengkar dengan seekor kucing. Tidak ada yang bisa dilogikakan setelah terdampar di dimensi ini. Lebih baik dia fokus memikirkan pelarian diri sekarang.
---
Sesuai ucapan Aelin, Saga pergi ke kota untuk mencari informasi. Dia mengubah penampilannya dengan mengganti warna rambut, mata, dan pakaiannya menggunakan sisa-sisa sihir dalam dirinya. Berhubung dia ikut menjadi buronan bersama Aelin akibat membawa gadis itu pergi, dia harus berhati-hati lagi.
Hutan Leadale berseberangan dengan Kerajaan Deltora. Kota yang benar-benar berseberangan langsung adalah Herenlass. Kota itu tidak begitu besar, namun peradaban dan perkembangannya selalu lebih cepat dibandingkan kota-kota lainnya karena menjadi kota persinggahan. Sebagai salah satu kota pertama yang dimasuki oleh para pesinggah, Herenlass sangat padat penduduk meski luasnya termasuk kecil. Segala kabar dan perkembangan selalu cepat menyebar di Herenlass sehingga tidak mungkin para penduduknya tidak mengetahui kabar besar dari Istana Kekaisaran.
Poster buronan Saga dan Aelin tersebar di segala sisi. Empat hari telah berlalu namun kedua nama itu masih menjadi buah bibir. Tidak mengherankan karena ini masih empat hari. Situasi sedang panas-panasnya. Mungkin sebulan, dua bulan, dan seterusnya topik perbincangan akan berganti. Namun, Saga pun meragukannya. Selama ini, apa pun yang terjadi di Istana Kekaisaran selalu menjadi perbincangan hangat selama berhari-hari, termasuk sesuatu paling sepele seperti perubahan selera teh Arne.
Langkah kaki Saga mengarah lurus ke salah satu toko roti. Aelin tidak pernah meminta tetapi entah mengapa dia merasa memiliki kewajiban memberikan roti maupun kue kepada gadis itu. Di sepanjang hidupnya, ia mengonsumsi makanan itu seperti makanan pokok sehingga setelah terdepak dari istana ia tidak memiliki kesempatan untuk mengonsumsinya lagi. Mungkin, Saga merasa iba.
“Dua roti tawar, tiga potong kue stroberi dan keju,” ujar Saga kepada kasir toko. Telinganya terpasang tinggi-tinggi demi mendengarkan segala perbincangan di sekitarnya.
Sore ini, toko roti masih cukup ramai pengunjung. Beberapa meja terisi oleh pengunjung yang memilih makan di tempat. Mayoritas adalah wanita muda dan cukup berusia, membuat batin Saga diam-diam menyorak senang. Tiada satu pun yang dapat berbicara panjang lebar selain kaum perempuan, bukan?
“Kau sudah dengar beritanya? Putri Arnemesia akan menggantikan kepemimpinan Kaisar berdasarkan hasil Rapat Bangsawan!”
Spontan, alis Saga sedikit berkerut. Sebuah skenario yang tidak begitu mengejutkan karena semua orang dapat menduganya. Hanya Arne yang dapat diharapkan saat Ares terpuruk, tidak peduli berapa usianya. Neuchwachstein pernah dipimpin oleh seorang gadis kecil berusia 10 tahun. Lantas, apa alasan yang dapat menghalangi Arne dalam kondisi darurat saat ini?
“Malang sekali. Putri masih sangat muda. Aku yakin Putri belum mendapatkan bimbingan seutuhnya dari Kaisar.”
“Oleh karena itu, Duke Morrison akan tinggal di Istana untuk mendampingi Putri sebagai pembimbing dan penasihatnya.”
“Benar juga. Yang tersisa sekarang adalah beliau selaku kakek Putri. Kuharap tidak ada kemalangan lain yang akan menimpa mereka. Putri Terlantar itu sungguh tidak tahu diri!”
“Ugh, menyebut namanya saja terasa sangat menjijikkan.”
“Jangan coba-coba, kau akan tertimpa kesialan!”
“Pesanan Anda, Tuan.”
Mata hitam Saga beralih kepada kasir yang telah selesai membungkus pesanannya. Dengan gerakan cepat, lelaki itu memberikan kepingan uang lalu melangkah lebar meninggalkan toko tanpa berbicara. Ubun-ubunnya digumuli oleh lonjakan emosi akibat mencuri dengar perbincangan pengunjung yang mengandung hinaan terhadap Aelin. Saga tidak bisa mengendalikan emosinya, entah berapa kali pun mendengarnya. Padahal dia sedang mengumpulkan informasi. Hal-hal sepele seperti lonjakan emosional tidak boleh mengendalikannya semudah ini.
Lebih dari itu, Saga tidak seharusnya bersikap seperti ini. Hidupnya telah panjang melalui banyak hal yang lebih parah dari masalah Aelin. Mengendalikan emosi sudah seperti bakat alami sehingga Saga selalu dapat menyelesaikan masalah tanpa kendala signifikan. Namun, sekali lagi, mengapa dia merasa mudah emosional hanya karena mendengar pergunjingan terkait Aelin?
Diri Saga enam tahun lalu pasti akan tertawa jika melihatnya saat ini. Dia yang tidak pernah ingin berhubungan dengan manusia, tiba-tiba begitu dekat dengan Aelin hingga hubungan itu berubah menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebuah amanat langsung dari Ares yang pasti mengandung karma jika dilanggar begitu saja.
“Kasihan sekali Putri Arnemesia.”
“Pangeran Karl tidak langsung mengunjungi Putri? Sayang sekali.”
“Jangan sampai terlibat dengan Putri Tidak Tahu Malu itu.”
Saga sungguh tidak tahan mendengarkan itu semua. Dia harus segera angkat kaki dari Herenlass dan menemui Aelin. Melihat gadis itu berubah sumringah saat disodorkan kue akan terasa jauh lebih menyenangkan daripada menyiksa telinganya lebih jauh lagi.
Ketika Saga memasuki sebuah gang kecil, hendak berteleportasi, ekor matanya menangkap figur seorang kesatria kekaisaran melintasi jalanan. Seketika, bulu kuduknya bergidik akibat kewaspadaannya meningkat drastis. Bagaimana bisa kesatria kekaisaran tiba secepat ini ke wilayah perbatasan? Narfort sangat jauh dari Deltora, lebih-lebih lagi Herenlass.
Ini tidak bagus.
Saga melanjutkan mantra teleportasinya menuju Hutan Leadale. Dia merasa telah kecolongan. Bisa jadi kesatria kekaisaran telah memulai penyelidikannya di hutan jauh sebelum dia bertemu dengan salah satu anggotanya. Bisa jadi Aelin sedang dalam bahaya selama dirinya berbaur di Herenlass mengais informasi. Bisa jadi, bisa jadi, dan bisa jadi.
Sialan!
Saga tiba di hutan usai berpindah selama beberapa detik. Kekhawatirannya meningkat drastis kala mendengar suara-suara kerumunan bergema di antara rimbunan pepohonan. Empat hari singgah di hutan membuatnya paham untuk membedakan mana suara kerumunan hewan dan manusia. Dalam situasi saat ini, kerumunan itu termasuk dalam jenis kerumunan manusia. Dan, semua orang tahu tidak ada kerumunan manusia berani menjelajahi Hutan Leadale selain situasi-situasi tertentu.
Buru-buru, Saga melesat melewati pepohonan menuju gua yang menjadi persinggahan dirinya dan Aelin. Keringat dingin bercucuran membasahi keningnya seiring jarak dengan gua kian terkikis. Suara-suara kericuhan mulai terdengar. Siluet-siluet kesatria mulai terlihat. Jantung Saga berdegup kencang dan hendak jatuh dari tempatnya kala melihat gua yang menjadi persinggahan telah hancur.
Lalu, kerumunan kesatria kekaisaran berdiri di depan gua.
Aelin tidak ditemukan di mana pun.
Saat itu, Saga kehilangan tenaga dalam sekejap.
“Sialan….”
TO BE CONTINUED