BAB 32

2457 Words
Enam tahun telah berlalu, sesuai kabar burung yang beredar pada enam tahun silam, Karl dipertunangkan dengan Arne saat gadis itu berusia sepuluh tahun. Artinya, tiga tahun setelah kabar burung pertama kali beredar. Karl masih ingat betapa heboh Neuchwachstein saat pertunangannya berlangsung. Seluruh rakyat Deltora bersukacita menyambut kabar tersebut, begitu bangga karena calon Raja Neuchwachstein dari kalangan mereka. Dia juga ingat bagaimana sikap para bangsawan dan keluarga kerajaan di acara pertunangannya. Mereka hanya bisa menatap dengan kepasrahan kepada Karl dan Arne karena tidak berhasil mengincar posisi Karl. Seperti yang sudah dapat diduga, posisi Raja Neuchwachstein adalah posisi yang sangat diincar oleh para pangeran dari lima kerajaan pernaungan kekaisaran. Jika dihitung, Karl bersaing dengan 8 pangeran—termasuk kakaknya sendiri, Ralph. Namun, ini tidak dapat disebut persaingan karena alurnya telah tertebak sejak Lady Annie, Putri Duke Morrison, menikahi Ares. Sudah jelas siapa orang yang akan dipilih untuk mendampingi pewaris Neuchwachstein, lagi-lagi orang Deltora. Karl hanya cukup beruntung lagi karena terlahir sebagai anak kedua. Ralph telah ditunjuk menjadi Putra Mahkota sehingga tidak mungkin baginya untuk bertunangan dengan Arne. Jika saja dirinya seorang perempuan, maka Duke Morrison pasti akan menunjuk keponakannya, Erwin Morrison. Alur yang sangat lazim dan wajar. Tiga tahun setelah bertunangan, Karl tidak mengalami perubahan yang signifikan selain jari manisnya terisi oleh cincin. Reputasinya hanya semakin cemerlang sehingga banyak sekali bangsawan yang berbondong-bondong ingin mendekatinya. Untuk beberapa saat, Jesse sampai merasa kesal dan berujung marah karena khawatir posisinya sebagai sahabat satu-satunya akan direbut orang lain. Di kesempatan lain, Ralph sempat bercerita ia juga merasa kesal karena Karl merebut pusat perhatian Deltora. Orang-orang lebih memedulikan status sosial yang akan Karl dapatkan tanpa memedulikan bagaimana perasaan Karl. Mereka pikir, Karl pasti merasa bangga karena berhasil mendapatkan posisi tertinggi itu. Karl pun tidak dapat menyalahkan karena dia selalu bersikap penuh suka cita sejak resmi bertunangan. Hanya saja, dia merasa cukup miris dengan cara pandang mereka yang serakah. Setidaknya, tak adakah yang merasa peka untuk sedikit memikirkan perasaannya? “Putri Arnemesia masih memiliki jadwal kelas sehingga beliau tidak dapat segera menemui Anda. Oleh karena itu, silakan Pangeran Karl menikmati waktu dengan berkeliling istana,” ujar salah satu pelayan Arne kala Karl menghabiskan sisa teh hijau, tepat waktu sekali. Karl menoleh usai meletakkan cangkir, menyunggingkan senyuman khasnya. “Baiklah, terima kasih banyak. Sampaikan padanya untuk tidak perlu terburu-buru, aku akan selalu menunggunya.” “Baik, akan saya sampaikan. Kalau begitu, silakan nikmati waktu Anda, saya permisi.” Tidak ada yang bisa dinikmati di Istana Kekaisaran. Karl sudah bosan memandang kemegahan interior istana dari luar dan dalam yang tidak pernah berubah. Dia juga bosan mengelilingi Istana Hampstead. Lagi pula, tidak sekali dua kali dia berkunjung usai bertunangan. Mungkin, dia akan mencoba menengok istana-istana lainnya. Karl akan melewatkan Istana Kaisar. Sebelumnya, pelayan Arne telah memberi tahu bahwa Ares sedang sangat sibuk sehingga ingin tidak ada keributan di Istana Kaisar. Karl akan mematuhinya. Tiga tahun bertunangan dengan putri Ares membuat Karl tahu bagaimana watak keras pria itu. Dia tidak akan mempertaruhkan nyawa dan martabatnya akibat lupa diri akan posisinya hanya sebatas tunangan Arne yang dapat digantikan kapan saja Ares berkehendak. Dalam pandangan Karl, ketegasan Ares sangat mengerikan. Dari segala ketegasan yang pernah dia temui, mungkin milik Areslah yang benar-benar mengimplementasikan definisi tegas. Ia tidak perlu mengeluarkan banyak kata untuk menggerakkan orang lain. Ia tidak perlu menjelaskan diri hanya untuk dapat dipahami orang lain. Ares sangatlah sempurna dalam segala sisi, termasuk kepantasannya menduduki takhta. Mungkin, itu dapat dijadikan referensi Karl saat resmi menduduki gelar Raja Neuchwachstein. Kekuasaannya tidak akan seluas Arne yang menduduki posisi Kaisar, namun wataknya tidak boleh lebih buruk dari Ares. Dia memang tidak bersikap pemberani secara alami seperti Ralph, namun dia sadar suatu saat dia harus bersikap demikian juga demi menjaga nama baik Deltora dan Neuchwachstein. Karl terpilih murni karena keberuntungan tetapi dia tidak akan membiarkan orang-orang berpikir dirinya tidak berkualifikasi menjadi Raja Neuchwachstein. “Eh? Mengantarkannya ke Istana Clementine? Tidak mau, merepotkan sekali.” Langkah Karl berhenti di tikungan pertigaan koridor karena mendengar suara beberapa pelayan di koridor yang akan dia lewati. Dia tidak bermaksud untuk berhenti tetapi nama asing sebuah istana membuatnya demikian. Dia juga tak ingin menanyakannya langsung karena teringat oleh rumor kelam yang telah menjadi rahasia umum di dunia bangsawan namun tidak pernah dibicarakan. “Ayolah, Kepala Pelayanlah yang menyuruhmu, kau tidak boleh menolaknya.” “Dari seluruh istana, kenapa harus istana itu? Aku tidak ingin bertemu dengan Sierra, dia membuatku muak.” “Sstt, kau lupa kalau sekarang kita harus pintar-pintar menjaga mulut? Putri itu dipedulikan oleh Kaisar, kau ingin riwayat kita tamat seperti Darcie di masa lalu, huh?” “Astaga, kenapa kau menyebut nama dia lagi? Kau ingin digentayangi oleh arwahnya yang pendendam?!” Tidak salah lagi, mereka membicarakan Putri Terlantar dan pelayan yang dihukum mati enam tahun lalu akibat menindas putri itu. Rumornya sungguh benar, batin Karl. Sejak lima belas tahun yang lalu, telah beredar rumor berbunyi pewaris takhta telah lahir. Para bangsawan kalang-kabut akibat terkejut dan tidak percaya karena pada saat itu Ares belum menikah. Akan tetapi, mereka telah mendengar bahwa sang Kaisar sedang dekat dengan seorang penari jelita dan berkemungkinan berujung pernikahan. Di sisi lain, mereka juga tahu Sighard Morrison berambisi mempersatukan putrinya dengan Ares dilandaskan perang dingin dengan keluarga Vandalarius dari Kerajaan Fablehaven. Demi memperkuat reputasi Morrison, Sighard mengupayakan segala cara untuk mempersatukan Ares dan Annie. Usaha-usahanya berujung gagal karena Ares telah jatuh hati kepada seorang penari jelata. Para bangsawan pun sudah mulai kehabisan kepercayaan pada kemungkinan persatuan Ares dan Annie. Lalu, tanpa diduga rumor kelahiran pewaris tiba-tiba beredar bersamaan dengan p*********n kelam di Istana Clementine yang dilakukan oleh sang Kaisar sendiri. Para selir dihabisi tanpa tersisa, tiada suara mengenai tragedi tersebut, hanya satu perintah dari Ares berupa larangan untuk tidak pernah membicarakannya. Keberadaan sang pewaris misterius pun tertutup rapat sampai akhirnya pernikahan Ares dan Annie terlaksana. Kemudian, dua tahun usai pernikahan yang terkesan mendadak, lahirlah Arne yang langsung dititahkan memegang gelar Putri Mahkota. Lagi-lagi menjadi sorotan karena itu seperti menolak desas-desus terkait pewaris misterius dua tahun sebelumnya. Berlanjut delapan tahun setelah kelahiran Arne, rumor kembali beredar mengenai pewaris misterius saat Ares memanggil seluruh penyihir untuk menyembuhkan putrinya. Yang menjadi pertanyaan, putri yang mana? Arne jelas-jelas sedang dalam kondisi sehat. Kini, Karl yakin akhirnya dia mendapatkan petunjuk mengenai pewaris misterius yang tidak pernah diperkenalkan oleh Ares dan Arne. Dibiarkan tenggelam dalam persembunyian dinding istana yang menjulang. Mencari tahu tentang anak itu mungkin akan berujung sia-sia karena hal semacam itu tidak perlu Karl ketahui secara paksa. Namun, dia tidak memiliki kegiatan lain untuk menghabiskan waktu, jadi mungkin inilah rencana alternatif yang tersisa. Melanjutkan langkah, Karl melewati dua pelayan yang menggunjingkan Aelin. Keduanya serempak menyapa seolah tidak terjadi apa pun sebelumnya. Memasang topeng terbaik untuk menutupi kegelisahan memikirkan apakah pembicaraan mereka terdengar oleh Karl atau tidak. Keluar dari koridor luar Istana Kaisar, Karl dapat melihat sebuah istana megah berjarak tidak begitu jauh. Di arah barat, tampak sebuah menara yang dapat dipastikan sebagai Menara Sihir Kekaisaran. Istana Kaisar dan Menara Sihir berdekatan, sementara istana lain yang tidak Karl kenali berjarak lebih jauh, seperti setiga siku-siku, itu terletak di pojok. Otak Karl segera berasumsi itulah Istana Clementine alias Istana Selir yang menjadi lokasi tragedi lima belas tahun silam. Jika dia pergi ke sana, dan keberuntungan menyertainya, mungkin dirinya dapat bertemu dengan sang pewaris misterius. Alhasil, Karl mencoba peruntungannya. Langkah kakinya lebar tercipta menuju Istana Clementine. Melewati beragam taman, jalan dan danau, dia seolah-olah memasuki dunia yang berbeda. Suasananya terasa sangat berbeda dibandingkan jalanan antara Istana Hampstead dan Istana Kaisar. Mungkin demi memenuhi estetika yang memuaskan mata kaum hawa jalan penghubung Istana Kaisar dan Istana Clementine dibuat seindah mungkin. Setelah berjalan kurang lebih dua ratus meter dari Istana Kaisar, Karl disuguhkan oleh kemegahan Istana Clementine yang didominasi warna krim dan putih. Tidak semewah istana-istana lain di wilayah Istana Kekaisaran, namun masih pantas disebut elegan dan megah. Poin paling menonjol dari Istana Clementine adalah desain eksterior bangunannya yang kental oleh ukiran khas abad dahulu. Istana itu seolah-olah campuran dari sebuah istana dan museum. Menoleh ke kanan, hamparan pepohonan menghiasi seluruh sisi istana. Semak-semak terpotong rapi menghiasi sisi-sisi jalan setapak. Dihiasi pula oleh rangkaian semak bebungaan di belakangnya. Berhubung sekarang sedang musim semi, bunga-bunga itu bermekaran indah menyebarkan wangi yang memanjakan hidung. Sesungguhnya, bukanlah pemandangan aneh lagi untuk melihat taman semacam itu. Justru, taman Istana Clementine tidak lebih indah dari istana-istana lain di Istana Kekaisaran—terlampau sederhana. Entah kenapa, Karl jadi merasa sedikit bersimpati. Pandangan Karl lanjut beredar ke seluruh sisi luar istana. Merasakan betapa sunyinya istana itu dibandingkan istana lainnya. Melihat pelayan maupun pekerja istana pun terasa cukup sulit. Karl seperti sedang melihat sebuah istana kosong. Mungkin putri itu berada di taman belakang? Pemikiran itu memicu langkah Karl tercipta memutari istana melalui sisi kanan, hendak menjangkau taman belakang. Sebuah tempat yang lazim dikunjungi oleh anggota kekaisaran. Jauh dalam lubuk hatinya, dia tahu apa yang dia lakukan sekarang sangatlah tidak sopan. Walaupun sang Putri hidup dikesampingkan sebagai anggota kekaisaran dan tidak pernah diperkenalkan ke publik, ia tetaplah seorang Putri Kekaisaran yang memiliki privasi. Memaksa menemuinya dengan cara intip-intip seperti ini benar-benar memalukan untuk seorang pangeran seperti Karl. “Saga! Apa yang kau lakukan?!” Langkah Karl sontak berhenti, dia bersembunyi di balik pepohonan, berjarak cukup jauh dari taman yang telah terlihat siluetnya. Sejauh mata memandang, manik hijaunya melihat dua figur yang salah satunya dipastikan sang Putri Terlantar. Figur lainnya adalah seorang lelaki jangkung berjubah merah khas Penyihir Kekaisaran. Saga? Jadi dialah si Penyihir Kecil Jenius yang diangkat khusus oleh Kaisar enam tahun lalu. Rumor mengenai Kaisar tiba-tiba mempedulikan Putri itu juga benar, batin Karl tanpa mengalihkan mata. “Apa lagi yang kau ributkan, Putri Bodoh? Aku tidak mengambil kukismu lagi.” “Tapi, kau mengambil Kuro dariku.” “Membiarkanmu bersamanya selama bertahun-tahun membuatmu lupa siapa majikan dia, huh? Dan lagi, aku tidak pernah mengizinkanmu menamainya sembarangan.” “Apa salahnya? Kau sendiri tidak pernah mempedulikan Kuro, memberinya makan pun tidak!” “Harus berapa kali kukatakan padamu bahwa dia bukan hewan biasa?” “Intinya, Kuro telah mengakuiku sebagai tuannya juga. Jadi, aku berhak bermain bersamanya. Kau yang tidak pernah peduli padanya, pergi saja!” “Bisa-bisanya kau mencuri peliharaanku tepat di depan mataku. Ini bahkan tidak sebanding dengan kukis-kukis yang kuambil darimu.” “Pergi!” “Ya, aku pergi! Aku tidak sudi menemuimu lagi!” “Baguslah! Pergi dan menderitalah di Menara Sihir Kekaisaran!” Tepat setelah itu, Saga menghilang tanpa keraguan sama sekali. Meninggalkan sang Putri bersama kucing hitam bernama Kuro yang mereka perebutkan. Karl menyaksikan keributan itu dalam diam, mengamati watak sang Putri melalui perdebatan singkat dan menerka-nerka. Dibandingkan Arne, Putri itu lebih blakblakan dan keras kepala. Ia tidak gentar melawan orang lain, walaupun itu adalah laki-laki. Ia tidak lemah lembut sama sekali. Selain fisik, ternyata wataknya juga berkebalikan dari Arne. Haruskah aku menemuinya? Tidak, itu bodoh. Aku adalah penyusup, dia akan takut dan memanggil kesatria, batin Karl, sedikit tidak tenang karena dilema. Tujuanku hanya mencari tahu sebagai wadah menghabiskan waktu. Sekarang segalanya telah terpenuhi, tidak ada alasan lain untukku tetap berada di sini. Aku harus pergi. Itulah pikiran Karl, namun ketika matanya menangkap dengan jelas rupa Aelin, tubuhnya sontak kaku di tempat. Gadis itu rupawan, sangat rupawan. Matanya perak selayaknya seorang Sinclair, garis wajahnya ramping terkesan tegas, bibirnya tipis, bulu matanya lentik, dan itu semua dibingkai oleh surai merah terang yang berkilau ditimpa sinar matahari. Sedangkan, tubuhnya pun ramping dengan tinggi cukup semampai, sepertinya sedikit di atas rata-rata tinggi badan perempuan. Sekarang ia jadi tampak sangat anggun karena tidak dalam kondisi marah-marah. Dan untuk sesaat, Karl sadar bahwa dirinya terpana. “Siapa di sana?!” Mata hijau Karl mengerjap cepat, tersadarkan dari lamunannya. Sedikit panik, tatapannya bertemu dengan Aelin yang tanpa disadari telah berjarak cukup dekat dengannya. Gadis itu menatapnya penuh keterkejutan dan kecurigaan, tampaknya sebentar lagi hendak memanggil para kesatria untuk menangkap Karl. Karl keluar dari persembunyiannya, merasa tidak perlu membela diri karena ditemukan di balik pohon telah menjadi bukti nyata bahwa dirinya memiliki niat tidak baik. Tetapi, bukan berarti dia akan membiarkan dirinya tertangkap dan menanggung malu. “Selamat siang, Yang Mulia. Segala berkah dan kesejahteraan untuk Neuchwachstein,” salam Karl formal, membungkuk pada Aelin. Dia kembali menegakkan punggung karena meyakini Aelin tidak akan menerima keberadaannya. “Sebelumnya, saya memohon ampun kepada Anda karena telah melanggar privasi Anda dengan kelancangan saya. Tetapi, saya menjamin, saya tidak memiliki niat buruk sama sekali selain ingin mengetahui eksistensi Anda. Tentu, tidak diikuti oleh niat buruk. Murni oleh rasa penasaran saya. Jadi, jika saya diizinkan meminta, tolong untuk tidak memanggil kesatria, saya akan segera pergi.” Akibat telah berjarak cukup dekat, paras cantik Aelin menjadi semakin jelas tertangkap oleh pandangan Karl. Buruk untuk diakui, gadis itu lebih cantik daripada tunangannya. Walau hanya mengenakan gaun yang bahkan tidak pantas disebut sebagai gaun kelas bangsawan, aura Aelin tetap menawan. Walau Karl belum sepenuhnya mengenali Aelin, dia tahu bahwa gadis itu luar biasa. Mungkin terdengar berlebihan. “Aku tidak akan memanggil kesatria.” Karl terkesiap. “Jadi, pergilah sebelum seseorang memergokimu,” Aelin berbalik badan, “lagi pula, sebuah larangan besar untuk menginjakkan kaki di istana ini.” Semudah itukah? Tidakkah ia merasa terancam karena telah ditemukan oleh orang luar Istana Clementine yang sudah jelas orang luar Istana Kekaisaran pula? Apakah ia tidak mengetahui bagaimana rumor beredar tentang dirinya yang begitu buruk di telinga? “Yang Muli—” “Aku tahu apa yang kau pikirkan. Itu tidak penting. Intinya, kau harus segera pergi dari sini sebelum pelanggaranmu sampai ke telinga Kaisar, Karl Nicholas Zacharias.” Mata Karl sedikit membulat, terkejut bukan main. “Anda… mengenal saya?” Aelin menyeringai kecil. “Siapa yang tidak mengenali tunangan Putri Mahkota, calon Raja Neuchwachstein, Pangeran Kedua Deltora, Karl Nicholas Zacharias? Walau aku hidup terpisahkan di sini, setidaknya aku harus tahu perkembangan kekaisaran, bukan?” “Maafkan saya, saya tidak bermaksud apa-apa selain memenuhi rasa penasaran yang bodoh.” Aelin bersedekap, matanya menatap Kuro yang duduk tidak jauh darinya seolah sedang menunggu. “Aku tidak ingin tahu apa alasanmu.” Bibir Karl menipis. “Apakah itulah alasannya mengapa Anda tidak merasa terancam oleh saya? Orang asing yang sudah jelas orang luar Istana Kekaisaran memergoki eksistensi Anda….” “Cepat atau lambat pun kau pasti akan dipertemukan denganku. Tapi, aku tidak akan menyalahkan rasa penasaranmu yang besar itu.” “Maaf.” “Yah, yang sudah terjadi maka terjadilah.” Aelin menoleh, menyunggingkan senyuman manis dengan tatapan lurus pada manik hijau zamrud Karl. “Aelinna Eunice von Sinclair. Senang bertemu denganmu, Pangeran Karl. Pergilah.” Tanpa menunggu respon Karl, Aelin pergi bersama Kuro. Surai merahnya yang dibiarkan tergerai pun lembut diterpa angin, memamerkan punggung dan pinggang rampingnya. Gadis itu seolah membawa seluruh cahaya matahari bersamanya, menimbulkan kegelapan hampa di belakang langkahnya. Lalu, Karl sepenuhnya sadar bahwa degupan dalam rongga dadanya adalah pertanda bahaya. Sebuah perasaan yang tidak boleh dibiarkan tumbuh. TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD