“Sierra Anderson, setelah kupikir kau tidak akan mengusikku lagi usai kuizinkan kau berbuat seenakmu di Istana Clementine, kau di sini lagi, menghalangi jalanku,” Ares mendengus tajam, “hanya untuk meminta omong kosong lagi.”
Sierra tahu Ares akan mengatakan hal semacam itu. Dia juga tahu tindakannya termasuk pelanggaran karena membangkang perintah Kaisar lagi. Dia membangkang pada pesan terakhir Ares delapan tahun silam terkait Aelin bahwasannya dia diizinkan merawat gadis itu dengan syarat tidak ada permintaan lagi. Kala itu Sierra berputus asa sehingga apa pun disetujui selama Aelin diperkenankan hidup dan dirawat. Kini, Sierra melanggar persyaratan tidak adil yang telah dia terima dengan putus asa, membuat Ares menatapnya seperti hama.
Ruang kerja Ares terasa tegang sekaligus sesak oleh aura mengerikan Ares. Kaisar itu duduk di kursi kerjanya didampingi Dion yang setia mengawalnya sepanjang hari. Mereka menatap Sierra yang berdiri tegak di depan meja dengan ketegasan yang cukup luar biasa. Tidak banyak orang seberani wanita itu dan Ares mengakuinya. Di sepanjang hidupnya, ada dua wanita yang berani padanya. Dan setiap kali dia mengingat fakta itu, darahnya mendidih sampai ubun-ubun. Dia benar-benar berharap tidak perlu mengingat sosok wanita selain Sierra yang berani padanya.
“Jangan pikir aku lupa, aku ingat kau telah menyetujui persyaratan yang kuucapkan. Atau memang beginikah caramu hidup, diberi hati minta jantung?” hujat Ares tajam dengan mata menyipit.
Sierra menggeleng pelan dalam tundukan kepalanya. “Saya pun masih mengingat kemurahan hati Yang Mulia beserta dengan persyaratannya. Saya menyadari pelanggaran yang saya lakukan saat ini, akan tetapi saya memiliki janji yang harus ditepati bersama Putri Aelinna. Dan saya akan mengusahakannya untuk ditepati.”
“Aku tidak peduli urusan kecil kalian. Yang kuminta adalah kau tidak mengusikku lagi. Aku sudah pusing dengan urusan kekaisaran dan kau masih berani mempersulitku lagi, seharusnya kau sadar diri.”
Sierra mengangguk. “Saya menyadarinya dengan baik, Yang Mulia. Saya menyayangkan ini terjadi saat keadaan Yang Mulia tidak begitu baik, namun ulang tahun Putri Aelinna sudah sangat dekat. Maka, mau tidak mau, saya mengajukan di saat tidak baik ini. Mohon maaf—”
“Memangnya apa yang anak itu minta?”
Sierra mendongak, rautnya menunjukkan ketegasan yang nyata dengan tidak segan membalas tatapan manik perak Ares. Bahkan tubuhnya tidak gemetar sama sekali. Itulah yang tidak Ares sukai. Melihat Sierra memicu kenangan hitam bergumul dalam benaknya. Sebuah kenangan yang tidak ingin diingat. Ia membiarkan wanita itu berbuat sesuka hati di Istana Clementine dengan ekspektasi wanita itu tidak akan mengusiknya lagi, apa pun alasannya. Meski ia juga tahu itu saja tidak akan cukup membuat Sierra terpenjara jauh dari pandangannya. Cepat atau lambat dia akan kembali.
Ares tidak menyukai ini.
“Putri ingin berjalan-jalan di perkotaan sebagai kado atas ulang tahun kesembilan,” jawab Sierra, membuat Ares semakin muak.
“Kau tahu aturannya. Pangeran dan Putri Neuchwachstein dilarang keluar selain kepentingan kekaisaran,” tukas Ares telak.
Sierra mengangguk. “Tetapi, saya tidak ingin membuat Putri bersedih. Putri tidak meminta apa pun selain hal tersebut.”
“Maka, mulai dari sekarang dia harus belajar berpikir lebih dewasa. Dia hanya Putri Selir tapi dia tetaplah Putri Neuchwachstein, statusnya tetaplah anggota kekaisaran.”
Sierra menggeleng tegas. “Dengan sepenuh hati tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Yang Mulia Kaisar Neuchwachstein, saya memohon perizinan Yang Mulia untuk membawa Putri Aelinna pergi ke kota.”
Keringat dingin sudah membasahi kening Dion hanya karena mengamati perdebatan antar dua orang keras kepala tersebut. Dia tahu lebih dari siapa pun betapa Ares membenci Sierra karena alasan tertentu yang tidak patut dibicarakan pula. Namun, Dion berharap sebisa mungkin tidak ada pertumpahan darah di sini, terutama kepada Sierra yang merupakan putri bangsawan dari Kerajaan Deltora.
“Mohon maaf saya menyela, Yang Mulia. Menurut saya, lebih baik untuk sesekali mengabulkan permintaan Putri Aelinna. Terlebih, itu adalah permintaan Putri sebagai kado—”
“Tutup mulutmu,” tampik Ares dingin membuat Dion mengatupkan bibir dan mundur selangkah.
Sierra membungkuk sejenak. “Saya tidak akan pergi sebelum mendapatkan perizinan Yang Mulia.”
Raut muka Ares semakin keruh, kini urat pelipisnya pun mencuat satu per satu. “Apa katamu?”
“Saya tidak akan pergi sebelum mendapatkan perizinan Yang Mulia atas permintaan Putri Aelinna,” tukas Sierra lugas. “Putri tidak meminta apa-apa selain hal itu. Saya memahami aturan, tetapi saya lebih mementingkan perasaan Putri yang tidak pernah meminta apa pun.”
“Berani sekali hama sepertimu berniat melawan aturanku. Tidak cukup kubiarkan kau mengacak-acak Istana Clementine, sekarang kau ingin membangkang padaku.”
“Saya membangkang demi kebahagiaan Putri. Saya tidak menyesal.”
Suara gebrakan keras dari tangan kanan Ares menggema ke tiap sudut ruangan yang hanya diisi oleh tiga orang. Dion sudah khawatir skenario terburuk akan terjadi karena, entah didasarkan apa, hari ini Ares tampak lebih temperamental. Dion tidak tahu dengan Sierra tetapi wanita itu sepertinya juga menyadari suasana hati Ares namun masih berani menghadapinya demi memenuhi permintaan Aelin.
“Kutanyakan padamu, Sierra Anderson,” cetus Ares tajam di setiap penekanan nadanya, “apa yang membuatmu menjamin keselamatan anggota kekaisaranku hingga kau berani sejauh ini padaku?”
Sierra tahu apa yang Ares maksud. Keluarga kekaisaran Neuchwachstein memang dipuja-puji sebagai penguasa mutlak yang kuat. Hampir tidak ada satu pun yang mempertanyakan kepemimpinan mereka. Namun, di balik kesempurnaan dan hal baik selalu ada sisi negatif yang pekat dan tidak dapat dihilangkan dalam sekejap. Ada banyak hal yang mengancam keselamatan mereka dan sebagai salah satu anggota kekaisaran, Ares tidak mau Aelin terluka hingga menimbulkan aib atas kelemahannya.
“Saya menjaminnya, nyawa saya adalah milik Putri,” jawab Sierra tanpa pikir panjang, membuat Ares skeptis dan Dion tercengang. “Saya tidak akan seyakin ini untuk memenuhi permintaan Putri jika saya tidak memiliki rencana. Saya tahu sulit bagi Yang Mulia untuk mempercayainya, tetapi untuk kali ini saja, saya memohon kepercayaan Anda.”
Tidak bisakah hal-hal memusingkan seperti ini berakhir? Ares tidak ingin Aelin menimbulkan aib akibat kelemahan terbesarnya perihal tak dapat menggunakan sihir dan musuh yang mengintai mereka di luar terlampau banyak. Ares tidak ingin menambahkan pekerjaan lagi dengan keributan Aelin. Dan jika dipikir-pikir, anak itu mulai berani meminta sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan sejak Ares membiarkannya pergi usai ketidaksengajaannya tersesat ke Istana Kaisar.
Haruskah Ares sendiri yang meluruskan anak itu?
“Dan saya tidak akan membiarkan Yang Mulia menghampiri Putri untuk memberikan penolakan.”
Ares mendelik, diam-diam terkejut melihat Sierra seolah dapat membaca pikirannya. “Kau tidak memiliki hak untuk memerintahku.”
“Saya adalah pengasuh Putri, saya berhak menjaga Putri dari segala ancaman bahkan jika itu termasuk ancaman dari Yang Mulia.”
“Apa katamu—”
“Mohon tenangkan diri kalian, Yang Mulia, Lady Anderson. Bicarakan dengan baik dan tenang,” sela Dion sigap menghalau skenario terburuk yang benar-benar sudah di depan mata.
Ares dan Sierra yang sudah siap dengan argumen masing-masing pun mengurungkan niat berkat peringatan Dion. Lalu, secara kompak membuang muka satu sama lain seperti anak kecil. Dion menghela napas panjang, bersyukur setidaknya mereka tidak akan saling menyerang lagi. Lantas berharap perdebatan ini segera berakhir dengan baik, meski sepertinya itu hanyalah kemungkinan kecil.
TO BE CONTINUED