Tuanku Yazid Alam

1253 Words
Lepas pembicaraannya dengan Syahidah pagi itu, Yazid tampaknya tak lagi ingin memperbincangkan tentang apa musabab kebakaran dan siapa yang telah berani melakukannya. Ia sendiri memberi saran kepada Ayahandanya agar satuan keamanan negeri Seperca mengurai masalah itu, sehingga Ayahandanya pun percayalah. Yazid mengesankan pada seluruh keluarganya seakan ia berlengah- lengah pada hal itu, karena ia memang punya banyak kerja lain semacam penyelesaian pembinaan kapal dan pelatihan angkatan prajurit muda. Akan tetapi, itu hanya kesan di mukanya saja, sebab dalam dirinya teraduk- aduk keinginan besar mencari tahu tentang kebakaran itu. Hari ini Yazid sudah berkumpul dengan Tuan Samir Sajid dan Opu Daeng Majo di tepi negeri, dekat bandar. Sebagian kayu sudah diangkut dari gudang negeri ke sana, supaya pembangunan kapal dapat segera dimulai. Namun ketiganya masih asyik bercakap tentang kapal itu, meskipun para pekerja nan banyak berkerumun sudah memulai pembersihan kayu- kayu itu dan memotong- motongnya sesuai perintah Opu Daeng. Ini karena kapal yang hendak dibina Sepinang bukanlah sembarang kapal; ia adalah sebuah kapal perang besar yang dapat menandingi kapal- kapal layaran orang luar semacam Portugis dan China. Yang bila suatu ketika saudagar- saudagar negeri jauh datang berkunjung ke Sepinang, surutlah hati mereka sebabkan gentar dengan raksasanya kapal yang mereka lihat. Kapal perang besar itu dirancang hendak memiliki beberapa tingkatan atau aras- aras. Beberapa tingkatan jumlahnya berlainan pula di bagian badan kapal nan berbeda. Layarnya teguh, seteguh dindingnya yang beberapa lapis hingga makin beratlah ia. Kapal itu kelak tiada hanya dapat dibebani dengan orang sebagaikan tentara dan prajurit perang, namun dapat pula dimuati barang muatan dan kendarang semacam meriam- meriam orang Portugis. Tatkala Yazid asyik mendengarkan rancangan lengkap dari Opu Daeng, matanya tiba- tiba saja menangkap gelagat seseorang yang berdiri agak jauh dari bandar, kira- kira ada sepal. Ia berpakaian prajurit istana dan berdiri di samping pohon besar yang terimbun seraya menegakkan secarik kain terang. Yazid memahami isyarat itu, dan oleh sebabnya ia pun mengundurkan diri dari kedua perancang kapal dengan hatur terima kasih dan rasa kepercayaannya pada mereka. Sesaat ia berputar- putar dulu dekat papan- papan pelapis lambung kapal, lalu berjalan menuju arah prajurit tadi. Keduanya berjalan seperti biasa di dekat bandar- bandar sebelum meringkuk masuk ke semak- semak tak jauh dari tempat prajurit tadi memberi isyaratnya. Tiadalah keduanya menyadari bahwa ada seseorang nan lain –nan tak diundang sedikitpun –ikut mendengarkan percakapan mereka. “Sampaikan hasil pencarianmu sedari awal,” perintah Yazid tegas. Sang prajurit berwajah tenang lagi cerdas itu menundukkan kepala sekilas sebelum ia memberi jawaban. “Ampun, Tuanku Yazid. Saya dan beberapa anggota saya sudah berusaha mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam kebakaran itu. Memang kala itu sudah larut tengah malam, dan tak seberapa orang yang masih terjaga pada waktu itu. Saya akan menjelaskan menggunakan denahnya, Tuanku,” kata prajurit itu seraya mengembangkan sebuah peta kecil di depan Yazid. Ada petak besar tergambar di tengahnya, bertuliskan Arab Melayu ‘Gudang negeri’ sementara ada beberapa petak pula di sekelilingnya, sebagai denah biasa. “Tuanku,” sambungnya, “Bagian depan gudang kita selalu terjaga oleh pengawal, dan saya sudah menanyai mereka. Penjagaan selalu dilakukan berkeliling pada waktu- waktu tertentu, sehingga apabila orang ini tahu pada waktu kapan saja penjaga berkeliling, dia akan dapat menyelusup untuk menghidupkan api.” Tuanku Yazid Alam mengangguk. “Teruskan.” “Akan tetapi, api mulai menyala dari sisi sebelah sini, Tuanku, tak jauh dari tempat kain dan kayu- kayu perkapalan” kata prajurit itu menunjuk sebuah sisi miring gudang di samping. “Bila pengawal berdiri di depan, tiada mungkin ia tidak mendengar suara gemerisik atau langkah kaki pelakunya. Begitu pula bila mereka ada di bagian belakang. Maka jelas sekali mereka menghidupkan api tatkala pengawasan ada di bagian samping lainnya. Memanglah ada waktu tertentu ketika pengawal menjauh dari sisi yang mulai dibakar itu, sehingga si pembakar dapat mengagak-ukur kapan ia harus mulai bertindak.” “Engkau benar sekali,” kata Yazid. “Jadi bagaimanakah dugaan engkau mengenai pelakunya?” “Bila Tuanku lihat dari denahnya, ada gerumbulan semak dan tempat- tempat yang agak kelam di sisi terbakar itu sehingga mudah bagi si pembakar untuk bersembunyi. Bila kita perbandingkan dengan sisi satu lagi, tampak bahwa sisi yang satu lagi itu terang- benderang sebab tak banyak batang pohon yang tumbuh di sebelah sana. Sulit pula bagi si pembakar yang datang dari sisi sana untuk berputar ke sini, sebab akan mudah diketahui dari bayang dan bunyi gerak- geriknya. Ia juga tak mungkin menghabiskan waktu menunggu dari siang sampai petang agar penjagaan longgar dari sisi sana, dan oleh karena itu lebih mungkin bila pelaku memang berasal dari sisi sini –sisi tempat ujung gudang yang terbakar.” “Dan perlu Tuanku perhatikan pula sisi terbakar ini banyak benar tempat persembunyiannya, serta agak lengang jalannya. Dan bila Tuanku tarik lurus ke belakang, Tuan akan mendapati istana.” “Benar sekali,” ujar Yazid mengiyakan. “Tapi apa urusannya dengan istana?” Prajurit itu menarik sedikit ke depan dari garis telunjuknya tadi. “Yang segaris dengan ini, Tuanku, adalah rumah kebesaran para anggota kerajaan dan tempat penginapan sekaligus pelatihan angkatan muda.” Yazid membelalakkan mata, memikirkan kemungkinan itu. Begitu asyik ia berpikir, sampai ia tiada menyadari gemerisik daun tak jauh dari sana –menunjukkan orang yang ikut mendengar tadi juga tampak terkejut. Wajahnya memucat oleh dugaan tadi, ditambah pula prajurit yang bercakap dengan Yazid tampaknya sadar dengan bebunyian itu. Ia menoleh cepat, menyentuh lengan Yazid memberikan peringatan. Namun orang ini untungnya diselamatkan seekor burung yang lewat di dekatnya, mengusai- ngusai kedamaian rimbun itu dengan mencericit riuh. Sejenak Yazid diam, memastikan bahwa tempatnya itu aman. Ia kemudian memutar kepala ke arah prajurit di depannya dan bertanya, “Engkau menduga ini perbuatan salah satu angkatan prajurit muda?” Prajurit pintar lagi tenang di depannya itu tidak langsung menjawab, melainkan mengeluarkan sebentuk hiasan yang rumpang, seakan- akan patah dari suatu tempat. “Bukan sekedar dugaan saja Tuanku, melainkan memang begitulah adanya. Ini –adalah hiasan yang terdapat pada pangkal pedang yang diberikan bagi prajurit muda untuk berlatih, dan sebagaimana kita tahu, Tuan Yazid, bahwa hiasan pangkal pedang ini berbeda tiap tahun tiap angkatan. Bagian hiasan ini patah dan ditemukan oleh beberapa anggota saya saat menelusuri sekitar gudang.” Yazid melipat tangannya. “Kalau begitu, ada ratusan orang beserta ratusan pangkal pedang yang akan kita periksa. Tidakkah itu akan menggemparkan, menurutmu? Selagi kita memeriksa pangkal pedang sepuluh- dua puluh orang pertama, prajurit muda lainnya –terutama pelaku—akan berusaha agar namanya tetap bersih. Ia akan menukarkan pedang miliknya dengan kepunyaan kawannya yang lain sehingga kawannyalah yang tertuduh.” “Maafkan hamba, Tuanku, tapi insya Allah jalan pencarian kita nanti akan lebih mudah. Saya beserta anggota saya telah mempersempit jumlah orang yang mungkin berkeliaran di sekitar gudang itu. Ada tiga hingga lima orang prajurit muda yang tampak oleh penjaga gudang sesaat sebelum mereka beristirahat di malam itu. Selain itu pula, saya memiliki sebuah lagi bukti lain yang tiada dapat dibantah pelakunya nanti.” “Benarkah? Apa bukti itu akan benar- benar dapat memberatkan pelakunya?” “Saya yakin benar, Tuanku. Sebab yang satu ini tidaklah mudah dipalsukan.” “Baik, aku percaya padamu. Sekarang pergilah, sebab bila kita berdua langsung keluar dari sini, pasti akan ada yang memperhatikan. Jalanan sudah ramai lagi. Engkau harus segera mencari tahu bukti lain yang paling memberatkan pelaku itu di antara kelima orang ini, sebab kita tidak tahu bantahan apa yang akan ia berikan nanti.” Prajurit itu menunduk sopan dalam persembunyiannya bersama Yazid, sebelum mengendap- ngendap pergi dan menghilang dari sana. Yazid pun menunggu beberapa saat sebelum pergi. Akan tetapi, orang yang ikut mendengarkannya masih terduduk di sana. Ia sungguh gelisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD