"Lama banget, Om," keluh Anzelo.
Dia langsung mengenakan sabuk pengaman setelah duduk dengan nyaman di dalam mobil mewah milik om bungsunya itu.
"Macet," jawab omnya itu santai.
Anzelo mendengus pelan,"Untung ada Bu guru jadi aku engga kelaperan pas nunggu Om Gali.Soalnya uangku habis buat beliin semua pesanan Tante Gema," keluh nya.
Galilleo menaikan sebelah alisnya sambil memutar kemudi pelan untuk keluar dari kawasan mall itu.
"Bu guru siapa? Kayak anak TK aja kamu nunggu jemputan sampai ditemenin guru kamu segala. Di mall lagi, kok guru kamu mau nemenin kamu sampai ke mall?" tanyanya heran.
Anzelo menggeleng pelan, "Engga sengaja ketemu pas di food court, katanya dia habis beli buku. Terus aku ditawarin makan jadi yaudah aku mau-mau aja ditraktir pas lagi laper," jelasnya.
Galilleo menyipitkan matanya curiga.
"Beneran ditawarin? Bukan kamu yang minta? Kalau iya, besok kamu mintain nomer rekening guru kamu itu biar Om ganti uang yang buat bayarin kamu makan," selidiknya.
Anzelo mengecimus, "Beneran ditawarin kok. Lagian pas aku minta dibeliin Thai tea baru deh ditolak sama guru ku itu, katanya belum gajian," balasnya.
Galilleo tertawa kecil mendengar jawaban dari keponakannya itu.
"Emang tanggal tengah sih, jadi wajar aja kalau belum gajian," katanya.
Anzelo mengangguk kemudian dia menoleh ke luar jendela sambil bersenandung kecil.
"Kamu beneran mau nginep nih? Udah bilang sama orang tua kamu belum?" tanya Gali.
Anzelo kembali menoleh ke arah omnya itu.
"Udah, lagian memangnya Om engga tau ya kalau Mami sama Papi juga datang ke acara makan malam ini?"
Galilleo terkejut mendengar ucapan keponakannya itu. Dia pikir makan malam ini hanya dihadiri para orang tua saja, dia sama sekali tidak mengetahui bahwa kakak-kakaknya juga diundang hadir.
Jika tahu seperti itu, sudah pasti Galilleo akan lebih memilih kabur dan membuat alasan untuk tidak hadir.
"Males ya Om ketemu sama Papi Mami?" tebak Anzelo dengan senyum geli.
Galilleo mendengus samar, "Anak kecil tahu apa sih," cibirnya.
Anzelo berdecak mendengar ucapan Galilleo.
"Aku udah gede, Om. Udah tujuh belas tahun dan udah baligh," bantahnya.
Galilleo tersenyum miring sambil memandang remeh keponakannya yang sok dewasa itu.
"Iya tahu, pasti udah sering mimpi basah kan makanya percaya diri banget bilang udah dewasa," ujarnya.
Anzelo mendelik ke arah Omnya yang memasang tampang menyebalkan itu. Dia tidak menyangka jika omnya bisa berbicara vulgar seperti itu juga dibalik wajah ramah dan charming nya itu.
"Gimana ya reaksi karyawan yang ngefans sama Om di kantor kalau tahu Om aslinya m***m?" tanya Anzelo ngeri.
Bukannya tersinggung, Galilleo justru tertawa terbahak menanggapi ucapan Anzelo.
"Baru segini aja udah dibilang m***m, main kamu kurang jauh. Kamu bakalan kaget kalau udah ngobrol sama Luc," balasnya.
Kali ini Anzelo sampai membelalakan matanya tidak percaya.
"Luc? Om Lucas maksudnya? Maksud Om dibalik tampang dingin dan cool nya itu dia m***m juga?" tanyanya tidak percaya.
Galilleo memasang senyum misterius, "Kenapa? Engga nyangka? Dia malah udah expert," jawabnya.
Tawanya hampir saja menyembur keluar saat melihat raut terkejut Anzelo yang polos. Dia juga membayangkan akan sekesal apa Lucas jika tahu dirinya sekarang jadi obyek pembicaraan dengan keponakan kecilnya ini.
__
"Kenapa baru datang? Sebentar lagi keluarga mereka sudah mau sampai sini, cepat mandi dan ganti baju!"
Galilleo langsung meletakan barang bawaan yang tadi dibeli Anzelo dari mall ke atas meja makan kemudian langsung berlalu ke arah kamarnya untuk menuruti perintah dari Ibunya. Membiarkan Ibunya repot kesana kemari bersama dengan Gema menyiapkan segala sesuatunya.
Jika ada yang bertanya bagaimana perasaan Galilleo sekarang, maka Galilleo akan dengan mudah menjawab bahwa dia ingin sekali kabur dari situasi yang mengerikan seperti sekarang. Apalagi setelah mengetahui bahwa kakak-kakak dan kakak-kakak iparnya juga akan datang dalam acara ini.
"Jangan ngelamun, cepat mandi terus ganti baju. Jangan bikin Ayah jadi bad mood."
Galilleo sedikit terperanjat saat berpapasan dengan Gema di ujung tangga. Tadi baru saja ia melihat kakaknya itu sedang sibuk membantu Ibunya, tapi sekarang Gema malah sudah ada di belakangnya dan menatapnya dengan tatapan peringatan.
"Iya, Kak. Tapi aku malas, boleh pura-pura sakit engga sih?" tanyanya memelas.
Gema berdecak pelan sambil menyentil dahi adiknya itu.
"Jangan ngawur, udah cukup ya bandit-bandit itu aja yang bikin masalah, kamu jangan," Gema memperingati.
Galilleo tertawa pelan kemudian dengan iseng mencium pipi kakaknya itu hingga membuat Gema meneriakinya yang lari tunggang langgang masuk ke arah kamar.
Hingga di dalam kamar, Galilleo masih saja tertawa. Sudah lama sekali dia tidak mengerjai kakak bungsunya itu, karena terlalu sibuk di kantor dirinya sampai jarang bertemu atau mengobrol dengan Gema selain saat sarapan ataupun makan malam saat dirinya pulang tepat waktu.
Gali membasahi seluruh tubuhnya, menyugar rambut basahnya dengan pikiran hampa. Apa yang akan terjadi hari ini di acara makan malam yang diminta pihak Venus? Apa mungkin tujuan dari orang tua Venus meminta acara ini berkaitan dengan omongan ngawur gadis itu tentang memajukan pernikahan?
Jika memang benar, maka apa yang harus Galilleo lakukan untuk menolaknya sedangkan kuasa penuh di rumah ini maupun di kantor hanya ada di tangan Rein Abraham, ayahnya sendiri. Dirinya hanyalah pion yang tidak begitu penting, yang pendapatnya tidak akan dengan mudah didengarkan oleh Rein begitu saja.
Galilleo mengusap wajahnya. Cukup lama dia berada di kamar mandi dan harus segera keluar saat dari luar Anzelo meneriakinya dan meminta dia untuk segera keluar karena keluarga Venus sudah hampir sampai.
Hal itu membuat dirinya tidak memiliki waktu untuk memilih pakaian yang pantas dan hanya menggunakan kemeja dengan warna mocca dilapisi blazer yang berwarna millo.
Dengan langkah pasti ia menuruni tangga, melihat semua anggota keluarganya sudah duduk di ruang tengah dan tampak sedang berbincang.
Belum ada keluarga Venus namun beberapa saat setelah dia bergabung dengan mereka, bel rumah mereka dibunyikan beberapa kali membuat Ayah dan Ibu serta kakak-kakaknya kompak berjalan ke arah depan menyambut sangat tamu agung.
"Sudah lama, Irsal. Kamu sudah menjadi traveller sejati," Rein menyambut dengan pelukan hangat sahabatnya yang sudah lama tidak ia temu itu.
Irsal Gideon tertawa dengan suara beratnya, "Aku bekerja, Rein. Bukan jalan-jalan," bantahnya.
Kemudian basa-basi itu berlanjut juga di antara kedua istri yang saling cipika-cipiki sebelum akhirnya mereka langsung digiring ke arah meja makan dimana semua makanan mewah hasil karya Diva dan Gema sudah terhidang.
"Kita makan dulu, baru habis makan kita bisa ngobrol santai," ajak Rein.
Untuk beberapa saat mereka mulai sibuk menyiapkan makanan di piring mereka masing-masing.
Dalam diam, Galilleo menyadari dimana Venus yang duduk di sampingnya itu berkali-kali mencuri sentuh akan dirinya. Namun Galilleo hanya bisa membalas dengan senyum tipis karena dia tidak merasa nyaman melakukannya skinship dengan tunangannya itu.
Baik Irsal maupun Rein memilih menikmati makan malam mereka tanpa mengatakan sepatah katapun. Tindakan kedua kepala keluarga itu serupa komando yang membuat semua orang juga tidak berani membuka mulut selain untuk menyantap makanan milik mereka masing-masing.
Barulah setelah mereka menghabiskan makanan dan juga pencuci mulut yang terhidang, Rein selaku tuan rumah menghela keluarga Gideon ke arah ruang tamu yang dirasa lebih cocok untuk mengobrol dibandingkan ruang keluarga yang agak sempit.
"Aku dengar dalam waktu dekat resort Bandung akan mulai proses pembangunan, Rein?" tanya Irsal membuka obrolan.
Rein menjawab dengan diawali tawa kecil yang bersahabat. Kedua sahabat itu terlibat obrolan bisnis dimana tidak bisa dimasuki oleh orang lain yang ada disana.
"Ah, terlalu seru jadi lupa tujuan utama kami kemari," Irsal tertawa sambil melirik ke arah Galilleo yang mengangguk sopan saat bertatapan mata dengannya.
"Jadi begini, Rein. Waktu itu tiba-tiba saja anak gadisku membahas soal pernikahan," mulainya.
Galilleo reflek memejamkan mata saat dugaannya ternyata benar. Dia juga menyadari jika kakak-kakaknya melirik ke arah dirinya meskipun Galilleo tidak balas melirik.
"Bagaimana perjodohan di antara mereka sudah ada semenjak kecil, jadi tidak heran jika saat ini anakku mulai mempertanyakan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Gali," lanjut Irsal.
Bersamaan dengan itu, Rein menoleh ke arah Galilleo.
"Untuk masalah itu sebenarnya dari pihak kami belum ada pembahasan lagi. Bukan karena kami tidak serius, hanya saja sedang ada sedikit konflik internal di keluarga kami sehingga kami sibuk memikirkan itu. Ditambah aku mulai melibatkan Gali di berbagai proyek besar perusahaan, sehingga dia bahkan tidak banyak memiliki waktu untuk sekedar makan malam bersama kami," balas Rein.
Galilleo sedikit terkejut mendengar ucapan ayahnya. Dia pikir Rein akan langsung setuju-setuju saja dengan keinginan pihak Gideon terkait pernikahan itu.
Ia mendongak, mendapati raut tidak puas dari Venus dan juga ibunya. Namun Galilleo sedikit bernafas lega saat melihat Irsal mengangguk paham mendengar penjelasan dari ayahnya.
"Jadi apakah itu berati pernikahan tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat?" tanya Irsal.
"Pa!"
Irsal mengangkat tangannya saat mendengar rajukan dari putri semata wayangnya itu, membuat Venus dengan terpaksa harus meredam rengekannya.
"Pa, Venus dan Gali sudah dewasa. Mau tunggu apa lagi? Toh kalaupun menikah, itu juga tidak akan mengangguk pekerjaan Gali. Justru akan semakin memuluskan jalannya menjadi pemimpin perusahaan," sahut Salandi.
Dia tidak sadar bahwa ada empat manusia yang tidak setuju dengan perkataannya. Gea dan Betrand, serta Noel dan Gween, mereka semua tidak menyukai ucapan yang keluar dari mulut nyonya Gideon itu.
"Bagaimana menurut kamu, Rein? Aku sedikit kesulitan menolak keinginan dari dua wanita yang paling aku cintai ini," seloroh Irsal.
Rein tertawa kecil, dia menoleh ke arah istrinya dan juga Galilleo.
"Aku pun tidak bisa memutuskan sendiri, karena bagaimana pun Galilleo yang tahu kapan dia siap menjadi kepala rumah tangga sekaligus mengemban tugas sebagai penerus perusahaan yang kita berdua miliki," balasnya.
Ucapannya mengandung ribuan panah yang membuat sakit hati orang-orang yang mengharapkan tahta perusahaan itu.
Di saat Betrand dan juga Noel berusaha keras mengambil alih kedudukan itu, Galilleo justru digadang-gadang menjadi pewaris dari perusahaan milik Abraham sekaligus milik Gideon.
__