Evano Putus!

968 Words
Anindira menyerahkan helm yang baru saja dilepas dari kepalanya kepada Evano dengan kasar membuat laki-laki itu mengaduh karena tak siap. Evano meliriknya sinis. Untung saja, hatinya mulai tumbuh perasaan untuk Anindira. Jika tidak, mungkin ia akan mengunpati perempuan di depannya ini. "Makasih!" ujar Anindira ketus lalu beranjak meninggalkan Evano tanpa sepatah kata lagi. Evano menghembuskan napasnya pelan. "Sama-sama," balas Evano sambil pelan, meski Anindira sudah menjauh dari pandangannya. Evano sebenarnya tidak pernah mengibarkan bendera perang pada tetangganya itu. Dan Evano saja kaget ketika Anindira berubah sikap padanya saat SMP. Padahal ketika SD mereka begitu akrab. Sering main bersama dan menginap di rumah Anindira.  Evano memasang helm dikepalanya kemudian menjalankan sepeda motornya menuju bengkelnya.  "Pagi bos," sapa salah satu karyawan ketika Evano sudah sampai di bengkelnya. Evano mengangguk dan tersenyum. "Pagi," jawabnya sambil berlalu pelan. Evano memasuki ruang kerjanya, kehadirannya disambut oleh Widia, kekasih Evano. Tentu, Evano terkejut bukan main. Untuk apa Widia datang ke tempat kerjanya? "Kamu ngapain disini?" tanya Evano bingung. Ia duduk di kursi kerjanya. Widia yang semula duduk lalu berdiri dan mendekati Evano, perempuan itu mengalungkan tangannya di leher Evano. Evano menatap tangan yang melingkar di lehernya. Kemudian, laki-laki itu berusaha melepaskannya. Sementara Widia berusaha mempertahankan.  "Lepas, Wid. Ini dikantor!!!" bentak Elang. Widia justru makin mengeratkan. "Aku gak bilang di wisma," goda Widia dengan suara setengah berbisik. Evano berdecak sebal. Laki-laki itu membenarkan duduknya di kursi kerjanya, sedangkan Widia perempuan itu masih asik mengalungkan tangannya di leher Evano. Kemudiam memposisikan bokongnya di pangkuan laki-lakinya. Evano tercengang. "Kamu apa-apaan sih, kantor aku bukan tempat untuk m***m!" tegas Evano. "Kamu kenapa? Ahkir-ahkir ini kamu tuh beda! Udah gak kayak Evan yang aku kenal!"  Evano tersentak, ia tersadar dan memang baru menyadari jika beberapa hari terakhir memang sikapnya beda. Terkesan dingin pada Widia. Terkesan tidak peduli, dan lebih memilih menyibukan diri sendiri dengan pekerjaan. Evano tak bisa menyangkal, jika perasaanya entah mengapa kian hari makin berkurang pada Widia. Hatinya seperti tertarik pada wanita lain, tapi Evano belum bisa menyimpulkan apakah benar dirinya tertarik sungguhan atau hanya perasaan kagum.  Ia masih perlu mecari tau perasaannya. "Lepas, Wid!" bentak Evano karena laki-laki itu merasa risih. Evano tidak suka perempuan yang terlalu kegatelan. Widia melemah, perempuan yang berprofesi sebagai desainer itu melepaskan tanganya dari leher Evano. Menampilkan wajah masamnya. "Apa kamu ada perempuan lain? Kenapa sikap kamu beda banget, Van?" Widia menampilkan mimik sedihnya. "Gak usah ngomong yang aneh-aneh, Wid. Lagian aku emang gak suka kalau kamu pegang-pegang aku di tempat kerja kek gini," protes Evano. Evano mengibuhkan. "Lagian, kamu jadi perempuan jangan terlalu nafsuan. Kamu itu perempuan, kodratnya gak usah terlalu nafsu."  Tanpa Evano tau, perkataanya barusan membuat hati Widia seakan tersayat. Apa boleh buat, ia hanya mengatakan apa yang sebenarnya. "Apa salahnya kalau aku nafsu sama pacar sendiri?" tukas Widia dengan suara bergetar. "Kamu nanya apa salahnya? Salahnya adalah kita gak terikat hubungan yang sah." Evano geram. "Itu semua karena kamu! Kenapa kamu gak nikahin aku aja! Aku tuh capek kalau harus nunggu kamu, aku capek kalau kamu terus-terusan mentingin kerjaan kamu!" Widia memukul-mukul d**a Evano. Evano mencoba menjauhkannya. "Stop! Lagian kalau kamu gak mau nunggu aku juga gak maksa kamu, aku gak pernah minta kamu buat nunggu. Bukanya kamu seneng juga kalau aku lebih mentingin kerjaan aku? Dengan begitu kamu bisa berduaan sama Bimo, selingkuhan kamu?" sindir Evano. Jangan pikir, Evano tidak tau kebusukan Widia. Widia terkejut, mimik wajahnya berubah drastis. Mungkin perempuan itu mengira bahwa Evano tidak mengetahui semuanya, padahal nyatanya salah. Evano pernah melihat Widia tengah berduaan di salah satu mall yang ada di Jakarta saat itu Evano sedang mengantarkan Mita, dan tak sengaja matanya menangkap Widia yang sedang di gandeng oleh Bimo, teman masa kuliahnya.  "Kenapa? Kamu kaget? Kamu pikir aku gak tau kalau kamu selingkuh sama Bimo?" Evano menyunggingkan senyumnya. Sebenarnya selain alasan Evano menyukai perempuan lain, Widia berselingkuh dengan Bimo juga menjadi alasan pudarnya rasa cinta Evano terhadap Widia.  "A ... Aku gak selingkuh sama Bimo!"  "Setelah aku lihat pake mata kepala aku sendiri, kamu masih bisa ngelak?"  "Nggak Van, yang kamu lihat itu salah!" Widia menepisnya menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku bahkan ada buktinya." Evano kemudian menyerahkan hpnya yang di dalamnya terdapat foto Widia sedang berduaan dengan Bimo.  Wajah Widia pucat, perempuan itu diam. Lalu menyerahkan hp itu pada Evano lagi.  "Kamu mau alasan apa lagi?" Evano menang telak. Widia berdiri. "Jelas aku selingkuh sama Bimo! Karena kamu gak pernah perhatian sama aku, Van!" jawabnya penuh emosi. "Oh oke, sekarang elo keluar dari ruang kerja gue," Evano menunjuk pintu sebagai pertanda untuk menyuruh Widia segera keluar. Bahkan Evano tak menggunakan aku-kamu lagi. "Van, kamu beneran ngusir aku?" Widia menampilkan wajah sedihnya. "Bahkan gue mutusin elo, sekarang kita gak ada hubungan apa-apa. Cepet keluar dari ruang kerja gue sebelum gue yang seret elo."  "Oke, aku bakal mastiin kalau kamu bakal nyesel mutusin aku!" Kemudian Widia pergi bersama kemarahannya.  Evano menaikan sebelah sudut bibirnya. "Gak akan," ujarnya yakin.  Evano duduk kembali di kursi kerjanya. Jarinya memegang pulpen yang ia ketuk-ketukan di meja, pikirannya terus memikirkan tentang perempuan yang ia sukai ahkir-ahkir ini.  Evano juga tidak tau mengapa dirinya bisa menyukai perempuan seperti itu, ya, walaupun memang perempuan itu sangat cantik dengan bentuk tubuh yang lumayan, dan langsing juga. Warna kulitnya putih dengan bibir tipis berwarna merah muda. Terlihat segar di mata Evano.  Evano mulai mengingat-ingat kejadian dimana Anindira perempuan yang ia sukai beberapa hari terakhir ini ketika membantu Mita memasak. Padahal, Evano pernah mendengar secara langsung kalau Anindira tak mau menginjakan kaki di rumahnya.  Laki-laki itu juga pusing, sebenarnya apa yang membuat Anindira benci terhadapnya. Padahal, seingatnya ia tak pernah membuat kesalahan. Apa mungkin Evano salah? Evano justru dibuat pusing memikirkan hal-hal yang ia lupa. Laki-laki itu kemudian berdiri dari kursinya dan menuju keluar.  "Bagus, itu mobil baru dateng?" tanya Evano pada karyawannya yang sedang memperbaiki sepeda motor. "Iya pak, mobilnya lagi dikerjain Joko pak." Bagus kembali berkutat dengan pekerjaannya.  Evano menghampiri mobil Anindira. "Joko, mobil ini biar saya sendiri yang tangani."  Joko berhenti berkutat dengan perkejaannya kemudian mengangguk lalu meninggalkan mobil Anindira bersama Evano.  Evano segera masuk kedalam ruangannya untuk berganti pakaian, setelah selesai laki-laki itu langsung fokus pada mobil Anindira. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD