Olla mendengar jawaban dari Brian yang bertanya apakah dia marah diusir dari kamar ini atau tidak? Mampukah dia marah dengan Brian yang sudah mengusir dirinya? Kalau pun dia mampu marah apa hak dia untuk marah? Apakah dia marah sebagai istri? Memangnya di akui ?
Olla geleng kepala dengan pelan dan menjawabnya. "Aku tidak berhak marah. Ini kamarmu bukan kamarku. Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi aku permisi. Dan aku minta izin untuk menempati kamar di sebelah," jawab Olla lagi yang menohok hingga membuat Brian terdiam.
Brian tidak buka suara dan membiarkan Olla pergi begitu saja. "Kenapa dengan aku. Kok bisa ucapannya menyakiti aku, ya?" tanya Brian memegang dadanya.
Olla yang sudah di luar kamar mencoba untuk tidak menangis. Dirinya hanya diam dan berjalan menuju kamar sebelah.
"Eh, kakak Olla. Kenapa ke kamar itu?" tanya Gia yang datang dari arah tangga dengan membawa minuman s**u hangat untuk dia minum di kamar.
"Oh, itu Tuan Brian lagi kerja. Aku tidak mau ganggu jadi aku memilih keluar. Tidak enak kalau aku tidur terdengar suara dengkuran. Kamu mau tidur kah?" tanya Olla berbalik memandang adik iparnya.
Gia menganggukkan kepala dan berjalan mendekati Olla. "Iya. Ini s**u hangat untuk aku minum. Kakak Olla mau? Kalau mau aku ambilkan."
Olla geleng kepala. "Aku tidak terbiasa minum s**u. Takutnya susah tidur."
Gia meletakkan gelas ke meja dekat kamarnya. Gia meraih tangan Olla dan menarik tubuh Olla dan langsung memeluknya. Sambil menepuk punggung Olla pelam. Gia tahu sorot mata Olla mengisyaratkan kalau Olla sedih dan alasan Olla pergi dari kamar pasti diusir oleh kakaknya.
"Kakak, jika kakak mau nangis silahkan. Kalau kakak mau pergi dari rumah ini karena tidak kuat lagi aku tidak akan menahannya. Terkadang, bertahan untuk disakiti itu akan membuat kita terluka. Buat apa kita tetap bertahan jika ujungnya tidak dihargai." Gia mencoba untuk membuat Olla sadar bertahan dengan Brian itu akan membuat Olla terluka.
Apapun alasan keduanya menikah Gia tidak rela jika Olla terluka. Dalam hal ini dia juga seorang wanita yang pasti mengerti jika tersakiti dan tidak dianggap itu tidak enak.
Olla hanya meneteskan air mata. Yang dia alami ini tidak sebanding dengan apa yang pernah dia rasakan sebelumnya.
"Aku tidak apa-apa. Kamu tenang saja. Jika sudah masanya aku akan pergi. Jika semua keputusan dilakukan terburu-buru maka hasilnya tidak baik. Kamu tenang saja. Ayo kita tidur sudah malam," ucap Olla yang buru-buru menghapus air matanya dan mengurai pelukannya.
Gia melihat Olla begitu tegar. Dia salut dengan wanita ini. "Kakak, bagaimana kalau kakak lanjutkan sekolah lagi. Ada paket yang menawarkan sekolah susulan. Kakak bisa lanjut sekolah. Nanti aku minta Paman Pingki urus. Mau tidak?" tanya Gia yang tiba-tiba berpikir kalau Olla harus mendapatkan jati dirinya minimal dari sekolah dulu.
"Tidak perlu. Aku tidak punya uang cukup." Olla menolak karena tidak enak dengan Brian.
Dia tidak mau Brian berpikir kalau dirinya memanfaatkan adiknya. Uang yang dia ambil dari Katy dan Nyonya Soraya bisa dia gunakan sebenarnya tapi dia tidak mau. Karena uang itu dia anggap uang sebagai uang haram. Jadi, tidak akan dia gunakan sampai kapanpun dan akan dia simpan.
"Tidak apa. Ini paket gratis. Sekolah kita ada program itu. Kakak jangan khawatir. Mama dan papaku dulu buat sekolah untuk mereka yang kurang mampu. Khususnya untuk tuna wisma dan yang lainnya. Jadi, jika ada teman kakak yang tidak bisa lanjut sekolah karena kendala biaya bisa kakak ajak. Siapa saja dan ini terbuka untuk umum. Bagaimana mau tidak?" tanya Gia lagi.
Olla berpikir sejenak dia ingin sekolah lagi paling tidak dia bisa menaikan derjatnya di mata orang-orang begitu juga sahabatnya.
"Ok, baiklah. Aku terima. Nanti aku katakan pada sahabatku. Terima kasih, Gia," ucap Olla memeluk Gia lagi.
"Yee, sama-sama. Beritahukan sahabat kakak nanti. Tar aku kasih tahu Paman Pingki kalau kakak dan sahabat kakak mau sekolah. Ya sudah, ayo kita masuk tidur. Kakak tidur denganku," jawab Gia menarik Olla masuk ke kamarnya.
Olla pun ikut Gia. Keduanya berbincang sambil tertawa. Olla senang mendengar apa yang Gia katakan kepadanya.
Dari kamar Brian ingin menghalangi Olla pergi dan saat Brian membuka pintu Olla berbincang dengan kembarannya dan mendengarkan semua yang mereka bincangkan. Tawa Olla juga terdengar lepas senyuman juga terlihat di sudut bibir Brian.
"Hah, aku menikahi dia untuk apa? Padahal aku mencari dia tapi kenapa setelah itu aku mengabaikan dia. Kenapa denganku?" tanya Brian pada dirinya sendiri.
Inara menghubungi dirinya berkali-kali tapi tidak dijawab oleh Brian. Brian memilih untuk tidur di ranjang dan untuk kali pertamanya Brian merasakan ranjang sebelahnya kosong. Padahal biasanya juga seperti itu tapi sekarang ini dia merasakan kehilangan.
"Ah, tidak bisa. Harus diisi. Enak saja, Gia," ungkap Brian yang bangun dari tempat tidur dan keluar.
Gia menepuk ranjang sebelahnya untuk Olla. "Kakak di sini aku di sini," ujar Gia yang sudah naik ke ranjang.
Untuk pertama kali dia ada teman tidur. Biasanya dengan Nana atau tidak Berta atau Paman Pingki yang kalau diminta temani dia tidur selalu mengomel.
"You sudah besar jangan tidur berdua lagi. Tidur sana sendiri."
Sejak omelan itu baik Berta ataupun Nana dan Paman Pingki tidak lagi temani dia. Awalnya tidak terbiasa kini dia terbiasa. Paling jika dia rindu dirinya akan memeluk foto kedua orang tuanya yang di dalamnya ada foto dia dan kembarannya.
"Gia, kamar kamu bagus sekali. Siapa yang dekor?" tanya Olla yang bersiap naik ranjang.
"Yang dek ... Eh, kenapa kamu masuk, Gio? Keluar," teriak Gia yang memanggil Brian dengan Gio.
Olla terhenti sejenak untuk naik ranjang dan dia menoleh ke arah pintu kamar terlihat Brian masuk ke kamar Gia dengan hanya memakai boxer tanpa baju atas.
"Diam kamu." Brian berjalan ke arah Olla dan mendorong Olla untuk naik ranjang dan setelah itu dia ikutan naik.
"Tidur." Brian sekali lagi bersuara dan meminta Olla tidur dan juga Gia.
Olla dan Gia terdiam dan saling memandang satu sama lain. Dan keduanya geleng kepala.
"Pria kulkas, beruang kutub kenapa di kamarku. Pergilah. Nanti aku aduin dengan Paman Pingki. Aku tidak suka kamu tidur denganku. Keluar sana," teriak Gia kesal dengan kembarannya.
"Diam lah. Aku ngantuk. Uang jajanmu aku tunda sebulan kalau masih bersuara," ancam Brian ke Gia.
Gia tidak bisa berkata-kata. Dia langsung diam dan memilih tidur. Gia memukul Brian yang kebetulan masih bisa dia jangkau.
Brian yang sekali lagi dipukul oleh Gia mendengus kesal. "Jangan ikutan bela diri. Aku tidak suka."
"Bukan urusanmu. Menyebalkan. Aku aduin ke Paman dan Nenek buyut," omel Gia yang langsung rebahan dan dia memeluk Olla.
Olla yang ditengah antara Brian dan Gia tidak mengatakan apapun. Pertengkaran dua kembar ini membuat dirinya ingin tertawa apalagi tadi Gia memukul Brian dan Brian hanya diam saja.
"Kakak, nanti kita ke mal dengan sahabat kakak ya. Aku mau makan es krim," ucap Gia mengajak Olla untuk makan es krim ke mal besok.
"Boleh. Tapi, kamu jangan terkejut ya dengan sahabatku. Mereka tidak sesuai dengan ekspetasi kamu. Mereka orang nggak mampu," jawab Olla yang berterus terang dengan Gia.
"Ish, tenang saja. Tadi kita sudah bicara juga kan siapa teman kakak. Kakak, tahu tidak di sana ada pria tampan. Dan aku suka ke mal itu," ujar Gia yang kembali mengajak Olla bicara.
"Benarkah? Mal mana?" tanya Olla menyahut pertanyaan Gia.
"Ma .... " Gia tidak melanjutkan bicaranya karena Brian sudah membawa Olla pergi.
" Eh, tuan mau dibawa kemana aku?" tanya Olla yang tiba-tiba digendong oleh Brian.
Gia melongo melihat kembarannya membawa Olla pergi begitu saja.
"Eh, Gio tidak tahu diri, kenapa membawa dia. Awas kamu. Ah, nyebelin," pekik Gia yang akhirnya sadar dengan kelakuan Brian yang membawa Olla kabur.
Brian tidak peduli dia tidak suka keduanya bicara pria tampan di depannya. "Tidak menghargai sekali. Harusnya hargai aku."
Olla mendengar omelan Brian terpaku. Apakah dia marah? Tapi, kenapa dia marah? Salah dia dan Gia dimana?