Wajah galak gadis itu perlahan mengendur, meski Saba yang di hadapannya terlihat biasa, namun entah mengapa dia merasa ada yang tidak beres dengan Saba yang masih diam. Tatapan pemuda itu lebih dalam dari sebelum-sebelumnya, sorot matanya semakin sulit untuk diterjemahkan. Tapi hanya dengan melihat hal itu Nigi bisa merasakan, bahwa keadaan pemuda yang membuatnya khawatir sejak kemarin tidak dalam kondisi baik-baik saja, dan itu membuat Nigi enggan meluapkan amarah yang disimpannya sejak tadi. “Eng—gue bisa pergi kalau lo memang lagi mau sendiri.” Gadis itu sudah berbalik hendak pergi, namun langkahnya tertahan karena cekalan Saba di pergelangan tangannya. Nigi kembali berbalik menghadap Saba, menatap lurus pada mata hitam legam yang mampu menenggelamkan siapa pun ke dalamnya. Bagi Nigi,

