bc

Terpaksa Jodoh dengan Miss O

book_age18+
61
FOLLOW
1K
READ
HE
arranged marriage
kickass heroine
blue collar
sweet
lighthearted
city
like
intro-logo
Blurb

Seolah belum puas menjadikan dirinya yatim piatu di usia belia, setelah satu dekade berlalu, Daniel kini menjodohkan Olin Oktavia dengan adiknya, Samuel. Hal yang sama sekali tidak pernah terbersit di benak Olin. Karena bagi Olin, segala pemenuhan kebutuhan dan pendidikan yang dijaminkan Daniel padanya sudah cukup. Jadi dengan tegas gadis itu menolak perjodohan konyol tersebut. Lagi pula Olin sudah bahagia dengan kekasihnya. Akan tetapi, semua tidak semudah kelihatannya. Nenek Olin jatuh sakit. Mengingat dia adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki setelah orang tuanya tiada, dan Olin yang tidak mau hal lebih buruk terjadi, dia menyetujui pilihan lain untuknya itu. Lantas, bahtera rumah tangga seperti apa yang akan Olin jalani jika hati dan cintanya masih tertumpu pada mantan kekasihnya. Sementara di sisi lain, Samuel memiliki tujuan tertentu sehingga mau menerima perjodohan itu. Akankan pilihan lain yang dipilihkan untuk Olin mampu membuat gadis itu bahagia? Atau justru sebaliknya?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Penolakan
"Kurasa ini sudah waktu yang tepat untuk aku membahasnya." Suara Evan mendadak terdengar memenuhi ruangan, membuat pemandangan kota Paris tak lagi menarik di mata Samuel. Lelaki itu menghela napas kasar dan tidak berniat mengatakan apa pun. "Kau sudah menghindariku sejak aku sampai di kota ini tadi pagi. Haruskah aku tunggu sampai besok tiba?" Samuel tahu kedatangan Evan ke kota Paris ini untuk apa. Lelaki yang notabene-nya adalah tangan kanan kakaknya itu, pasti diberi tugas oleh Daniel untuk menyeretnya pulang. "Katakan omong kosong lainnya saja, Van," jawab Samuel pada akhirnya. “Kau tidak akan berhasil membawaku pulang,” lanjut Samuel dalam hati. "Omong kosong yang bagaimana maksudmu?" "Berhentilah membahas tentang perjodohanku dengan gadis aneh itu. Apa kepergianku ke sini sama sekali tidak merubah keputusan Kak Daniel?" Samuel tidak habis pikir. Di sini, di dalam kasus ini, Daniel yang bersalah atas meninggalnya orang tua Olin. Namun, kenapa justru Samuel yang harus menikahi gadis itu setelah satu dekade berlalu? Apa karena Daniel mengetahui jika Samuel menyukai Olin waktu masih duduk di bangku SMA? Oh, ayolah, Olin adalah primadona sekolah. Siapa yang tidak menyukai cewek most wanted di sekolahnya? Samuel normal, dia juga tidak buta. Bukankah hal wajar jika dirinya juga terpikat oleh pesona Olin, seperti kebanyakan siswa cowok pada umumnya. "Sam, Daniel sudah menikah. Dia tidak mungkin menikahi Olin yang umurnya selisih sangat jauh. Dia juga mencintai istri dan tiga anaknya. Kau tau itu?" "Tapi ini tidak adil untukku, Van! Dia bisa menikah dengan wanita pilihannya, hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, lalu melimpahkan kesalahannya padaku? Ini egois sekali." "Sam, akan ada masalah baru kalau kamu tidak menikah dengan Olin. Masalah yang lebih rumit dari ini." "Percayalah, aku tidak peduli. Kak Daniel sudah menyekolahkan gadis aneh itu setinggi-tingginya dan memenuhi segala kebutuhannya. Menurutku itu sudah cukup. Jadi, dia tidak perlu menikahkannya denganku. Ini benar-benar tidak masuk akal." Samuel tidak bisa untuk tidak menggerutu. Baginya, Daniel sungguh sudah keterlaluan. "Daniel takut Olin salah pilih, Sam," balas Evan. "Lalu aku pilihan terbaik?" Evan mengangguk. "Tidak! Aku tidak mau." Samuel tetap kukuh pada pendirian. "Kalaupun Olin salah pilih pasangan hidup, itu di luar kendali keluarga Dinata yang bahkan sudah menanggung biaya hidupnya." Menurut Samuel, hal yang lebih mustahil dari kemustahilan adalah menikahi Olin Oktavia. Itu tidak ada di dalam daftar tatanan masa depan seorang Samuel Indra Dinata. Olin sudah dia blacklist setelah gadis itu melucuti harga dirinya di masa lalu. Kejadian yang dengan sukses membuka mata Samuel lebar-lebar jika Olin tidak pantas untuk dia kagumi lagi. "Baiklah, aku paham, Sam. Dipaksa menikah dengan gadis yang tidak kamu suka pastinya sangat menyiksa," ucap Evan prihatin sambil menepuk bahu Samuel. "Akan aku sampaikan penolakanmu pada Daniel sekarang juga." Evan merogoh ponsel di kantong celananya. "Itu bagus! Akhirnya kau paham posisiku. Terima kasih, Van." "Sama-sama. Ini bukan masalah bagiku, Sam. Aku juga berharap kamu bisa menikahi gadis manapun seperti Daniel." Samuel tersenyum penuh arti mendengar hal itu. Akhirnya, dia terbebas juga dari jerat pernikahan yang menyedihkan. Samuel menaruh mug-nya di meja dan berniat merangkul Evan karena dia benar-benar terharu. "Aku akan merayunya, semoga Daniel bisa diajak tawar-menawar," kata Evan yang sudah menempelkan benda pipih itu di telinganya. "Untuk?" tanya Samuel penasaran. Perasaan lega beberapa saat lalu mendadak berubah menjadi waspada. "Untuk tidak mencoret namamu dari daftar ahli waris." "Apa?!" "Halo, Dan–" "s**t!" Samuel segera menubruk Evan sampai lelaki itu terjungkal di lantai dan ponselnya terpental. Evan mengerang sakit sementara Samuel tidak memedulikan hal itu. "Argh … bahuku!" Samuel tak acuh. Telinganya seolah tuli. Dia berusaha meraih ponsel Evan yang terlempar tak jauh darinya. Setelah berhasil, Samuel bergegas memutus panggilan. "Kau!" geram Samuel sembari meremas ponsel Evan. "Apa?" tanya Evan polos, dia sibuk mengusap bahunya yang terasa sakit. Samuel pun kehabisan kata-kata. Hanya gemeletuk gigi yang mengisyaratkan ada emosi dalam dirinya. "Katakan pada Kak Daniel, aku pulang minggu depan!" kata Samuel pada akhirnya. Sedetik kemudian, dia lempar ponsel Evan yang langsung ditangkap oleh sang pemiliknya. Tidak ingin melihat senyum ejekan atau wajah kemenangan dari Evan, Samuel pun beranjak pergi dari sana. “Dicoret dari daftar ahli waris? Apa ada yang lebih buruk dari itu? Sial!” batin Samuel sembari mengusap wajah frustrasi dan berlalu pergi begitu saja. *** Olin menghirup napas panjang sebelum akhirnya masuk ke ruangan direktur utama. Mau bagaimanapun, Olin harus menyelesaikan itu semua. Pesan yang dikirim Daniel dua jam yang lalu sukses membuat gadis itu sakit kepala. "Selamat siang, Pak," sapa Olin sopan. "Oh, kau sudah datang." Daniel menyambut hangat kedatangan gadis itu. "Aku pikir kau akan datang di jam makan siang." Mana bisa Olin menunggu selama itu. Dia bahkan tidak bisa menelan sarapannya setelah membaca pesan dari Daniel. "Pak." Olin terdengar ragu, tapi bertele-tele bukan gaya Olin. Daniel menggeleng pelan. "Panggil Mas aja. Aku tau kamu pasti mau bahas soal Samuel, kan?" terka Daniel tepat sasaran. Olin mengangguk, lalu menunduk. "Saya nggak bisa sama Samuel, Mas." Daniel diam. Dia menunggu Olin menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu. "Mas Daniel kan tau kalau saya sudah punya pacar. Lagi pula, saya sudah melupakan kejadian tragis itu. Apa Mas nggak bisa membatalkan pernikahan ini?" Daniel menggeleng. "Masalahnya tidak sesimple kamu sudah maafin keluarga saya, O," ungkap Daniel. “Tapi ada hal lain yang lebih rumit dari ini jika kamu tidak saya nikahkan dengan Samuel,” lanjut Daniel dalam hati. Daniel teringat akan wasiat yang disampaikan pengacara almarhum kakeknya. Itulah kenapa pernikahan Olin dengan Samuel harus tetap berlangsung. "Mas Daniel kan sudah menanggung biaya hidup saya sejak orang tua saya meninggal, Mas. Saya sudah merasa cukup dengan hal itu. Tolong jangan nikahkan saya dengan Samuel! Saya mohon, Mas." "Apa karena kamu mencintai Arya?" tanya Daniel bersamaan dengan Sista–sekretarisnya yang menyuguhkan teh di meja. Olin mengangguk. Memang sebesar itu cintanya pada Arya dan Olin tidak ingin kehilangan lelaki itu. Lalu, sekarang dia dihadapkan pada satu pilihan lain, tentu saja Olin menolaknya. Lagi pula, Samuel bukan apa-apa. Lelaki itu juga bukan siapa-siapa dibandingkan Arya. Dia hanya adik dari seorang pembunuh, walau dengan embel-embel tidak sengaja. "Kalau begitu, tinggalkan Arya!” Olin tersentak. Gadis itu bahkan nyaris menjatuhkan cangkir teh yang baru akan dia sesap. "Sayangnya, kamu dan Samuel tidak punya hak untuk menolak. Maaf, O, tapi Mas nggak bisa bantu apa-apa." Daniel berdiri, dia berjalan kembali ke meja kerjanya tanpa peduli bagaimana perasaan Olin saat ini. "Tapi, Mas?!" ucap Olin sedikit berteriak. Meninggalkan Arya tidak ada di dalam kamus hidupnya. Lelaki itu begitu berarti dalam hidup Olin. Tidak! Olin tidak bisa menerima itu semua. Meninggalkan Arya hanya demi Samuel? Itu gila! Hal yang tidak akan pernah dia lakukan. "Olin, sudah Mas tegaskan dari dulu untuk meninggalkan Arya, kan? Tapi kamu malah tidak menghiraukannya. Sekarang, mau tidak mau, kamu harus meninggalkan laki-laki itu!” "Mas! Mas tau kalau aku dan Arya saling mencintai." "Mas tidak peduli dengan hal itu." "Egois!" "Mas melakukan ini demi kamu, O." "Demi Mas bilang? Demi?" "Olin, dengerin Mas–" "Belum cukupkah Mas Daniel menghancurkan hidup Olin?" potong Olin cepat dengan nada bergetar. Olin pikir, dia bisa menghalau air matanya agar tidak keluar. Tapi ternyata, kata-kata untuk meninggalkan Arya sedemikian menyeramkan bagi gadis itu. "Mas Daniel yang menabrak ayah dan ibu Olin sepuluh tahun lalu. Kemudian keluarga Mas menjamin kehidupan dan pendidikanku. Aku makasih buat itu, Mas. Tapi kenapa keluarga Mas harus menikahkan Olin dengan Samuel? Olin punya pilihan sendiri, Mas!" Daniel tertegun. Kilasan kejadian satu dekade lalu kembali terlintas di benak lelaki itu. Dia yang mabuk, tanpa sengaja menabrak orang tua Olin dan menjadikan gadis itu yatim piatu di usia yang masih belia. "Hanya karena Mas menemukan fotoku di kamar Samuel, lalu Mas mengalihkan tanggung jawab padanya. Apa Mas pikir ini solusi yang paling tepat? Apa Mas sudah berpikir panjang akan rencana ini?" Egois! Daniel memang egois. Dia bisa menikahi Indira, sementara Olin dia limpahkan pada adiknya. Dalam satu waktu, Daniel juga membenci dirinya sendiri karena bisa seegois itu. Namun, pengakuan Samuel jika dia mencintai Olin membuat Daniel yakin dengan keputusannya. "Kamu cinta pertamanya Samuel, O," tutur Daniel. Ada nada bersalah di sana. Olin bergeming. Sewaktu SMA, semua pria memang menyukainya. Termasuk Samuel, siswa cupu yang semakin Olin benci karena kakaknya telah membunuh orang tuanya dalam satu kecelakaan tragis. "Olin tetap tidak bisa terima semua ini, Mas," tegas Olin sembari mundur satu langkah kemudian berbalik. Dia usap air matanya dengan kasar. Olin benci semua hal yang dikatakan Daniel. Mau bagaimanapun, dia akan bersikeras mempertahankan pendiriannya. Tetap memilih Arya–lelaki yang di matanya begitu sempurna dan tak mungkin dia lepas demi Samuel. Bersambung…

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.6M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
474.5K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
521.1K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
613.6K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
473.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook