bc

Gadis Desa Pujaan Presdir

book_age18+
21
FOLLOW
1K
READ
HE
boss
blue collar
bxg
kicking
bold
city
like
intro-logo
Blurb

DIEGO Caprio Satoshi adalah pemilik Satoshi Entertainment. Kekayaan dan ketampanan membuatnya hidup secara bebas dan jauh dari norma agama. Bahkan, Diego tak bisa mengendalikan hasratnya setiap kali melihat wanita yang sesuai dengan keinginannya.

Pada suatu hari, takdir mempertemukan Diego dengan seorang gadis bernama Arumi Asyabilla. Seorang gadis berhijab yang polos. Di kali pertama bertemu, Diego langsung tertarik pada gadis itu dan ingin menidurinya. Tentu saja Arumi menolak dengan tegas. Tapi, suatu keadaan kemudian membuat Arumi terperangkap dalam kekuasaan Diego dan sangat sulit untuk melepaskan diri. Akankah Arumi bisa menjaga kesuciannya dari Diego hingga akhir?

Konflik lain dari novel ini adalah Diego yang biasa hidup dalam pergaulan bebas dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, tidak bisa membedakan antara nafsu dan cinta.

chap-preview
Free preview
Pertemuan Pertama Penuh Ketakutan
SEORANG pria tampan, bertubuh tinggi besar, tegap, dan baru akan melepas kemeja putihnya, tersentak tiba-tiba dengan suara keributan dan teriakkan seorang perempuan di pintu. Pria itu bernama Diego, pemilik Satoshi Entertainmen yang terkenal. Sontak, Diego membalikkan badan dengan gerakan elegan untuk mengetahui apa yang terjadi. “Masuk!” Dor! Dor! Dor! “Buka! Keluarkan aku dari sini! Aku tidak mengenal kalian! Mengapa kalian membawaku ke sini?!” Dor! Dor! Dor! “Buka! Aku mohon buka!” Bola matanya yang berwarna hazel langsung membesar begitu mendapati punggung seorang perempuan tengah menggedor-gedor pintu meminta di keluarkan dari dalam kamar. Perempuan itu, mengenakan baju berwarna biru –warna baju yang sama dengan yang dikenakan oleh perempuan bayaran yang akan menemaninya malam ini. Tapi, perempuan ini pastikan bukanlah perempuan yang tengah ditunggunya. Karena, perempuan penghibur tidaklah mungkin mengenakan hijab. Diego terus memperhatikan sosok perempuan itu tanpa kata. Kini, perempuan itu berhenti berteriak. Nafasnya tampak tersengal-sengal kelelahan. Lalu dengan gerakan putus asa, perempuan itu membalik badannya yang otomatis menghadap ke arahnya dan terkejut. “Astaghfirullahal’adzim!” Ucap perempuan itu dengan ekspresi ketakutan yang terlihat jelas. “Si-siapa tuan?! Ke-kenapa tuan menangkapku?” Diego menipiskan bibir. Meskipun tidak kalah terkejutnya dengan sang perempuan itu, dia tetap bersikap tenang dan elegan, sembari terus memperhatikan sang perempuan di depannya dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Apa yang dia lihat? Sosok gadis belia yang berhijab segi empat, berbaju sederhana dan murahan, memakai rok panjang yang sama sekali tidak modis, dan bersandal berbahan kulit tiruan yang mungkin harganya hanya lima puluh ribuan. Dan satu lagi, perempuan itu ternyata memakai kaos kaki berwarna coklat kulit. Sangat tertutup. Mengingatkannya pada sinetron-sinetron religius di televisi yang tidak berkualitas dan membosankan untuk ditonton itu. Diego menggeram. Dadanya terasa panas oleh api kemarahan yang membara. Dia menduga dan ini hampir dipastikan kebenarannya bahwa anak buahnya sudah salah membawa orang. Karena jika sesuai dengan gambaran, perempuan itu bertubuh tinggi bak model dengan bentuk tubuh yang aduhai, berambut panjang ikal sebahu, dan berpakaian terbuka tentunya. Bukan perempuan lusuh yang bahkan rambutnya saja dia tidak tahu panjang atau pendek karena tertutup hijab. Dengan mengencangkan rahang, Diego mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. “Sudah berapa lama kau bekerja denganku?” “E...se...setahun tu-tuan...” Jawab orang yang ditelponnya. “Dan berapa kali kau sudah membuat kesalahan?” “Ti-tiga ka-li, tuan...” “Dasar tidak berguna! Kamu telah membuat kesalahan sebanyak empat kali!” Hardik Diego dengan suara membentak yang sangat keras, yang membuat perempuan yang berdiri di pintu itu, tersentak kaget. “Ti-tidak tuan. Se-seingatku sebanyak ti-ga kali.” “Kau yakin?!” “Ya-yakin tuan...” “Lalu siapa perempuan yang kau hantarkan ke kamarku ini?!!!” hardik Diego lagi, dengan suara membentak yang tak kalah kerasnya dibanding yang tadi. Kali ini, bentakkan pria itu membuat kaki perempuan itu gemetaran. “Lho, me-mangnya siapa tu-tuan...” “Kenapa kau bertanya balik kepadaku?! Apa kau fikir aku berselera dengan gadis belia yang lusuh seperti dia?! Dan lagi, dia berhijab pula!” “A-astaga, ma-maafkan a-aku tuan. Mu-mungkin orang-orang suruhanku salah membawa orang...” “Dasar payah! Sekarang cari wanita itu dan bawa kehadapanku tidak kurang dalam waktu satu jam! Ingat, kalau kau terlambat, jangan lagi bersimpuh di kakiku! Karena aku tidak akan memberimu kesempatan satu kali lagi!” “Ba-baik tuan.” Buk. Diego membanting ponselnya sembarang ke atas tempat tidur. Tangannya mengepal karena menahan kemarahan. Baginya, pantang untuk menunggu. Tapi malam ini, dia harus merasakan bagaimana rasanya menunggu. Diego kembali mengarah pandang pada perempuan tadi yang masih ketakutan. Perempuan itu tetap di tempatnya semula, terus memepetkan tubuh di daun pintu seolah jika dia terus mendesakkan punggung di sana, maka daun pintu itu akan membuatnya keluar dari kamar ini. Sangat kasihan. Tapi dia tidak peduli dengan perasaan gadis itu. Diego terus memandang perempuan itu. Dia merasa keadaan gadis itu sangat memprihatinkan. Lihat saja, tubuhnya sampai segemetar itu hingga bibirnya yang mungil dan berwarna merah alami tanpa pewarna bibir itu tampak turut bergetar. Tunggu... Diego semakin mempertajam tatapannya. Seketika, hatinya berdesir begitu melihat bibir mungil berwarna merah sang perempuan yang berbetar itu. Tampak sangat memikat. Lalu pandangnya beralih pada mata sang perempuan yang menyiratkan ketakutan, terlihat begitu sendu dan meneduhkan jiwanya. Deg. Diego merasakan sesuatu yang lain di hatinya. Dia ingin memastikan untuk yang terakhir kali jika perempuan di depannya ini memiliki pesona yang tidak pernah dia temui sebelumnya. Segera, Diego bangkit, beranjak mendekati sang perempuan dengan rasa penasaran yang tinggi. Melihat Diego yang melangkah mendekat, mata perempuan itu langsung melebar dan mulutnya sedikit membuka. “Tu-tuan mau apa?” Tanyanya. Langsung dipasangnya ancang-ancang tangan di depan dengan jemari mengepal seperti orang yang hendak bermain tinju, meski perempuan itu sendiri tampak semakin ketakutan dan gemetaran. Tapi apalah arti pertanyaan dan sikap waspada perempuan itu bagi Diego? Tanpa bertarik untuk menjawab dan takut kena tinju, Diego terus mendekat, membuat perempuan itu kian terlihat panik. “Ke-kenapa tu-tuan mendekatiku?” Tanya perempuan itu lagi dengan nada tidak berdaya yang sangat kentara. Lagi-lagi, Diego tidak menjawab. Dia begitu tidak perduli dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan perempuan itu. Pedulinya hanya satu, melihat wajah sang perempuan dari dekat. “Angkat wajahmu dan lihat aku!” seru Diego setelah berdiri di depan perempuan itu dalam jarak yang sangat dekat. “Ta-tapi...” “Tidak ada tapi-tapi! Cepat angkat wajahmu sekarang atau aku yang akan mengangkatnya secara paksa?!” hardik Diego tanpa ampun. Membuat tubuh sang perempuan menegang seperti baru saja tersetrum listrik, yang secara spontan membuat wajahnya terangkat dengan sendirinya. Di detik itulah mata hazel Diego yang tajam, bersitatap dengan mata perempuan itu yang sendu untuk beberapa detik. Lalu di detik selanjutnya, setelah bola mata sang perempuan bergulir ke bawah menghindari tatapannya, Diego menggunakan kesempatan itu untuk menelusuri setiap inci wajah sang perempuan. Mirisnya, Diego tidak bisa menyangkal akan ketertarikkannya pada wajah jelita perempuan di hadapannya ini. “Siapa namamu?” Tanya Diego kemudian dengan suara datar namun bernada penuh intimidasi bagi perempuan itu. “A-arumi...” “Usiamu?” “De-delapan belas tahun.” “Jika aku ingin menidurimu, berapa aku harus membayarmu?” Perempuan yang bernama Arumi itu terhenyak. “A-aku tidak menjual diriku tuan...” “Bagaimana kalau sepuluh kali lipat dari harga gadis-gadis yang selama ini aku tiduri?” Diego terus mencecar dengan pertanyaan. Arumi terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab. “Meskipun tuan memberikan seluruh dunia beserta isinya, maka aku tetap tidak akan menjual diriku...” “Sebuah rumah beserta isinya! Ini penawaran terakhir," tanya Diego lagi, mengabaikan penolakkan Arumi karena selama ini tidak pernah ditolak perempuan manapun. Tapi apa yang didengarnya kemudian, membuatnya sangat marah. “Demi Allah, jika tuan memberikan pilihan kepadaku antara hidup tapi melayani, dengan menolak tapi mati, maka aku akan memilih mati...” Brakk! Diego langsung memukul pintu. Wajahnya yang tampan langsung menggelap, menandakan dia luar biasa marah. Baru kali ini dia merasa harga dirinya terinjak-injak dan kekayaannya yang berlimpah ruah itu tampak tidak berarti bagi seseorang yang nyatanya hanyalah gadis lusuh bernama Arumi ini. Sementara itu, Arumi yang mendengar gebrakkan keras di dekat telinganya, langsung terlonjak kaget dengan mata berkaca-kaca yang siap menumpahkan airnya dalam waktu hitungan detik. Bersambung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook