Bila berkenan silahkan tap love sebelum membaca.
Terimakasih
Happy reading.
***
Hujan kembali turun, Sekar terus berlari membelah hujan. Bersenandung duka di bawah rinai langit yang menangis. Sesekali tangannya mengusap peluh yang bersembunyi di wajah basahnya. Kembali dalam keadaan basah kuyup. Jika boleh berharap , Sekar ingin Hasan bisa melihat bagaimana besarnya pengorbanannya menabrak hujan, demi sebuah kepatuhan.
Pendar-pendar harap yang sempat membumbung tinggi menguap dengan sia, saat Sekar melihat Hasan diserang oleh seorang pria dewasa. Rahang kiri Hasan terkena bogeman mentah pria berbadan kekar tersebut hingga membuat tubuh Hasan terhuyung jatuh ke bawah ubin.
Sekar menjerit saat melihat suaminya dibuat tidak berdaya seperti itu. Sekar segera berlari membantu suaminya yang terlihat sudah sangat payah, tidak peduli apa yang akan terjadi nanti. Sekar tetap meringsek maju menghalau hujaman selanjutnya dari Pria yang tampak sudah dipenuhi amarah itu.
“Hentikan,” pekik Sekar. Pekikan Sekar berhasil mengentikan ayunan tangan pria yang tangannya sudah mengepal sempurna itu. Sekar menghampiri Hasan, tangannya sigap membantu Hasan untuk berdiri. Namun bukan berterimakasih, Hasan justru menepiskan tangan Sekar yang akan membantunya.
“Apa yang terjadi Mas?” Sekar sangat khawatir melihat lebam di pipi dan rahang Hasan. Tidak menjawab pertanyaan Sekar, Hasan memilih bangkit dengan pijakannya sendiri. Mengandalkan sisa tenaga yang ia miliki
“Oh jadi ini wanita sialan yang sudah merusak kebahagiaan anakku?” Nada suara Pria itu berujar dengan sarkasnya.
“Bapa ini siapa? Kenapa tiba-tiba membuat keributan di rumah kami,” protes Sekar.
“Sekar masuk,” titah Hasan tegas. Sekar menggeleng. Mana bisa ia meninggalkan Hasan yang sudah babak belur seperti itu. Jika ia beringsut masuk bukankah nanti suaminya malah akan jadi perkedel. Membayangkannya saja Sekar sudah tidak mampu. Sekar memilih untuk tetap berada di antara dua pria ini, menjadi wasit bagi keduanya. Tidak peduli apakah justru dia yang akan menjadi samsak tinju untuk pria berbadan penuh otot tersebut.
“Pasangan yang serasi. Sama-sama b******k. Cuih, melihat kalian rasanya perutku mual. Terlihat naif tapi ternyata, menjijikan. Gara-gara kalian Melati pergi, ia hilang entah kemana rimbanya. Sialan!”
BUGH.
Satu pukulan menghantam lagi. Kali ini salah sasaran, pukulan mentah yang akan dilayangkan untuk Hasan justru mengenai Sekar yang hendak melindungi Hasan. Benar saja, pilihannya berada di antara pria dewasa ini membuat tubuh Sekar terpental.
“Aw,” jerit Sekar. Melihat hal itu Hasan segera mengangkat tubuh Sekar, membawa Sekar masuk. Awalnya Sekar menolak, tapi melihat kilatan marah di mata Hasan membuatnya tidak mempunyai pilihan lain selain menurut. Setelah berhasil membopong Sekar masuk ke dalam rumah, Hasan kembali keluar untuk menyelesaikan masalahnya.
“Saya menyesal dengan apa yang terjadi. Saya berjanji akan mencari Melati, berikan saya waktu untuk Menemukan Melati,” tegas Hasan. Hasan benar-benar berjanji akan mencari Melati. Tidak tahukah Ayahnya Melati bahwa selama ini Hasan terpuruk menahan rindu, Mendengar Melati menghilang rasanya menyesakan d**a Hasan.
“Baiklah, aku pegang ucapanmu. Kembalikan Melati dalam keadaan utuh. Atau Aku buat tubuhmu tidak utuh. Anakku menderita karena ulang lelaki b******k sepertimu, jadi kamu yang harus menyelesaikannya.”
Ayah Melati memilih untuk meninggalkan rumah Hasan setelah mendengar Hasan berjanji akan menemukan Melati.
Di dalam rumah Sekar tampak kesakitan. Hujaman Ayah Melati berhasil membuat sudut bibirnya berdarah. Melihat itu ada perasaan iba muncul di hati Hasan, tapi hanya sebentar sebelum tatapan iba itu berganti kembali menjadi tatapan dingin. Berlalu melewati keberadaan Sekar, Hasan memilih mengambil kotak P3K. Jangan harapkan Hasan akan berlaku manis dengan mengobati luka Sekar. Alih-alih melakukan itu Hasan lebih memilih melemparkan kotak itu kepada Sekar.
“Pakai dan jangan merengek, aku benci wanita yang cengeng." Hasan berucap dengan teganya. Hasan berlalu ke kamar memilih membersihkan dirinya lalu kembali keluar dengan menenteng jaket di tangannya.
“Mas, mau kemana?" tanya Sekar. Hasan tidak menjawab dan terus berjalan keluar. Sekar segera berlari meraih tangan Hasan
“Obati dulu mukamu, kumohon. setelah itu silahkan kalau Mas mau keluar,” pinta Sekar. Seperti biasa, Hasan akan memilih mengabaikan Sekar dan menepis sentuhan Sekar. Namun kali ini Sekar sungguh keras kepala. Hal itu ia lakukan karena tidak tega melihat luka Hasan yang lumayan parah. Hingga melupakan luka dirinya sendiri. Genggaman tangan Sekar semakin erat, manik matanya menatap memohon. Akhirnya Hasan memilih mengikuti pinta Sekar. Sekar menarik tangan Hasan dan mendudukkan Hasan di sofa. Tangan Sekar begitu piawai membersihkan luka Hasan dengan alkohol lalu memberikan obat luka di wajah Hasan.
Di sisi lain Sekar tidak menyadari bahwa Hasan sedang memperhatikan sudut bibir Sekar yang terluka. Jarak yang begitu dekat membuat Hasan mau tidak mau dapat melihat wajah Sekar dari dekat. Ini bukan kali pertama Hasan melihat wajah Sekar dengan intens, tapi ini kali pertama Hasan menyadari bahwa Sekar memiliki bibir yang menggoda.
"Sial! Sejak kapan gadis kecil ini memiliki bibir yang menawan" umpat Hasan dalam hati. Menyadari bahwa tubuhnya sudah berhianat dengan hatinya. Hasan memilih menyudahi pengobatan yang dilakukan Sekar.
“Mas belum selesai, ayo duduk lagi,” pinta Sekar
“Hentikan. Jangan berlaku seolah peduli, padahal kamulah penyebab hidupku berantakan. Melati menghilang gara-gara kamu. Ini semua karena kamu yang menjebakku." Hasan kembali memasang wajah penuh kebencian.
Sekar menggelengkan kepalanya, air matanya luruh dari pelupuk mata. “Bukan aku Mas, sungguh,” gumam Sekar. Suaranya nyaris hampir tidak terdengar karena terendam oleh sesaknya di dalam d**a akibat tuduhan Hasan
“Untuk apa? Kamu sudah tidak gadis lagi? berapa kali aku bilang jaga harga dirimu. Lihat, sekarang kamu ngejebak aku supaya aku menikahimu. Begitu kan, Sekar?." Setidaknya itulah yang Hasan yakini. Sekar adalah pelaku utamanya, Sekar yang membuat minuman untuknya pada malam itu hingga membuat Hasan tidak sadarkan diri dan terbangun di esok harinya dengan keadaan menjijikan.
Sekar tidak mampu menjawab. Memang apa yang bisa ia jawab. Sekar Pun tidak memahami ada apa antara dia dan Hasan di malam itu.
Merasa membuang waktu Hasan memilih segera keluar dari rumah. Dan memacu sepeda motor nya dengan kecepatan tinggi.
***
Malam itu Sekar melihat Hasan sedang duduk di ruang keluarga menonton televisi. Seperti biasa, Sekar akan membuatkan satu gelas teh hangat untuk Hasan karena itu kebiasaan Hasan, menonton ditemani teh hangat.
Sekar menyodorkan minuman yang telah ia buat dan minuman itu diterima Hasan dan disesapnya hingga tandas. Setelahnya Hasan lupa apa yang terjadi. Dia hanya mengingat terakhir dia tumbang Sekar masih dalam keadaan sadar. Kejadian itu begitu cepat.
Hasan tidak pernah tahu bahwa tidak lama setelahnya Sekar Pun menyusul Hasan tidak sadarkan diri. Hingga pagi hari saat mereka terjaga, Ibu Hasan memekik hebat melihat kondisi anak kandung dan anak angkatnya
“Astagfirullah, apa yang kalian lakukan?”
Bukan hanya Bu Marni yang terlonjak kaget. Hasan dan Sekar pun tidak kalah syok. Jadi apa yang terjadi di antara mereka? Tabir apa yang sebenarnya terjadi. Entahlah. Yang jelas akibat hal itu Sekar dan Hasan terpaksa harus menikah.
“Aku nggak berzinah Bu” Hasan mencoba menjelaskan kepada Ibunya. Memang apa yang ibunya percaya selain apa yang dilihatnya.
“Ibu nggak mau tahu, kamu harus menikah dengan Sekar. Kamu harus bertanggung jawab terhadap perbuatan kalian.” Final sudah keputusan Ibunya yang tidak bisa diganggu gugat. Hasan tidak punya amunisi kuat untuk mengelak. Hingga Hasan tidak punya pilihan.
Dan terjadilah pernikahan dengan keterpaksaan ini. Yang bukan hanya menyiksa untuk Sekar, tapi juga untuk Hasan dan Melati.