bc

Dr. & Me

book_age16+
1.3K
FOLLOW
8.4K
READ
contract marriage
family
arranged marriage
doctor
drama
city
slice of life
wife
widow/widower
naive
like
intro-logo
Blurb

Rencana Tuhan bagaikan sebuah film

Alur dan ceritanya sudah diatur dengan sedemikian rupa

Hanya saja bagaimana para aktor berlaga mengikuti alurnya

chap-preview
Free preview
Episode 1
Angin bertiup lembut seraya menyapa setiap insan yang kini berlaga sibuk melewati jalanan kota. Tak terkecuali dengan si cantik berambut coklat gelap. Jessie berjalan dengan riang memasuki pekarangan sebuah rumah sakit swasta yang terbilang mewah di daerahnya. Beberapa tahun yang lalu dia memutuskan untuk hijrah ke kota besar untuk mengadu nasib, setidaknya di sini kehidupannya lebih baik daripada di kampungnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, terkadang dia merindukan kota yang sudah menjadi tempatnya tumbuh besar itu. Kaki jenjang itu berjalan riang melewati kantor pengamanan yang berada di depan rumah sakit. Senyum tak pernah lepas pula dari wajahnya yang cantik. Mata coklat, hidung mancung yang ramping, bibir tipis peachnya yang semakin menambah kesan manis, rahangnya yang lancip, pipinya yang berangsur mengurus akhir-akhir ini. Mungkin dia banyak pikiran. Dan rambut coklatnya yang tergerai indah menutupi sebagian punggungnya. “Selamat pagi, Tn. Laite” sapanya membungkuk pada seorang lelaki dengan seragam lengkap khas seorang penjaga keamanan, sedang duduk santai menyereput secangkir kopi di depan kantor dinasnya. “Pagi, Jessie. Semoga harimu menyenangkan” balasnya. Gadis itu memang hobi bertegur sapa dengan orang yang ditemuinya, tersenyum lebar pada siapa saja yang menatapnya, dan tak segan menunduk untuk mengucapkan ‘semoga hari Anda menyenangkan’. “Tentu. Kau juga, Tuan” Jessie kembali melanjutkan jalannya. Bukan, dia bukan seorang dokter maupun suster di sini, dia juga bukan pasien langganan yang akan check up, dia hanya seorang penjaga kasir biasa di kantin rumah sakit. Drrtt drrttt Barang berbentuk persegi panjang itu berbunyi dari balik kantung celana jeans yang Jessie kenakan. Tangannya terulur merogoh sakunya sendiri.   From: Stephanie Kentang Aku harap kau sudah berada di kantin Ah ternyata temannya, si cantik Stephanie yang sangat menggilai kentang. Senyum Jessie kembali mengembang dan segera dia membalasnya. Belum juga selesai mengetik pesan balasan, sebuah klakson mobil mengagetkannya, hingga ponselnya melompat dan hampir saja jatuh jika dia tidak menangkapnya dengan cepat. “APA KAU TAK PUNYA MATA HAH?!” Seorang lelaki menyembul dari balik kaca jendela mobil yang hampir menabrak Jessie. Memakinya dengan kesal. Jarak mereka begitu dekat, beruntung mobil berhenti tepat di depan Jessie. Kaget? Tentu saja, tangannya tak lekang mengelus dadanya, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, ini bukan pertanda suka apalagi jatuh cinta. Jessie menatap si lelaki dengan nyalang, mata tajamnya seakan menusuk langsung ke retina si lelaki. “BAGAIMANA DENGAN MU? APA KAU TAK BISA MENGENDARAI MOBIL MEWAHMU?! HUH?!” teriak Jessie sekuat tenaga, membuat dirinya menjadi pusat perhatian dari setiap mata yang ada di sana. Raut wajah si lelaki berubah mengeras, dia kesal, bagaimana bisa ada orang yang salah dan malah berteriak menyalahkan orang lain. Benar, si wanita yang salah, memainkan ponsel di jalanan, bagaimana kalau wanita itu benar-benar tertabrak olehnya? Nasibnya akan luar biasa runyam. Lelaki itu berdecak lalu kembali duduk manis di atas kursi kemudi, menutup kaca jendela mobil mewah miliknya dan menancap gas melewati Jessie. Hampir saja Jessie terserempet oleh mobil mewahnya, beruntung gadis itu bergerak dengan cepat. “DASAR LELAKI GILA!” tukas Jessie pada mobil yang terus melaju menjauhinya. Kakinya menghentak-hentak kesal, mulutnya berkomat-kamit meyumpah serapahkan si pengendara mobil  tadi, dan tangannya mengepal kuat. “Hah, benar-benar gila” tiupan gusar yang membuat poninya ikut bergoyang mengakhiri kekesalannya di halaman rumah sakit.   *** “Selamat datang kembali” Sapaan terus terlontar seraya senyuman manis yang mengembang indah di wajah cantik Jessie untuk menyalami para pengunjung kantin rumah sakit. Kasir kembali sepi, namun seseorang tiba-tiba menghampiri meja kasir. “Kentang goreng dan jus kentang satu” ujar seseorang itu. Jessie menoleh, dia terkekeh begitu mengetahui siapa yang memesan tadi. “Bisa-bisanya seorang dokter menimbun lemak setiap hari” katanya. Stephanie terkekeh. Stephanie adalah salah seorang dokter yang kini bekerja di departemen bedah anak. Pertemanan mereka terjalin disaat Stephanie masih menjadi koas. “Tadi pagi kau tidak kunjung datang” Stephanie mengerucutkan bibirnya kesal. Jessie hanya terkekeh menanggapinya. Stephanie mengeluarkan beberapa lembar uang, meletakkannya di atas meja kasir. Tanpa Jessie memberitahu deretan harga, Stephanie sudah hafal di luar kepala. Tentu saja, ini pesanan langganannya, dan hampir setiap hari Stephanie memesannya. Setelah mengambil nomor urut tunggu, wanita berjas putih itu melenggang mencari meja kosong. Kini kembali datang seorang ibu-ibu yang berdiri di depan meja kasir, dilanjut seorang anak laki-laki yang sedang menggandeng anak kecil yang membawa tiga buah roti di tangan-tangan kecilnya. Setelah ibu-ibu selesai bertransaksi, keduanya maju ke depan meja kasir dan anak yang tingginya hanya sebatas meja kasir meletakkan roti-roti pilihannya di atas meja kasir. "Selamat sore" sapa Jessie sembari melempar senyum manis pada kedua kakak-beradik-Jessie rasa. Habis mereka mirip. Si anak kecil yang digandeng tadi, menjinjit, menatap si penjaga kasir dari atas sampai sebatas perut, namun  ada yang membuatnya tertarik, Name Tag si penjaga kasir. "Jessie-Allison-Scharell" ejanya, "bibi, nama bibi seperti namaku" katanya polos. Jessie tersenyum menanggapi bocah manis di depannya "benarkah? Memang siapa namamu?" "Queenzy Allison Lucas" jawab si bocah berumur sekitar lima tahun dengan kuncir dua di sisi telinganya, lucunya. "Wah namanya cantik seperti orangnya" puji Jessie tersenyum lebar. Queenzy terlihat malu-malu dengan perkataan Jessie, membuatnya bersembunyi di balik tubuh sang kakak untuk menutupi wajah merahnya. Randy, sang kakak, hanya menaikan satu alis saat melihat adiknya yang terlihat malu hanya karena sebuah pujian dari seorang wanita. "Jadi berapa semuanya?" Tanya Randy akhirnya. "Semua jadi $3 60s"Jessie membacakan deretan angka yang tertera dimesin kasirnya. Randy merogoh tasnya untuk mengambil dompet, tapi tidak menemukannya, dia kembali mencarinya dengan penuh hati-hati, tapi tetap tak menemukannya. Dia terdiam sesaat mengingat-ingat dimana dompetnya. Ah ya, sepertinya dia meninggalkannya di kamar. "Dompetku tertinggal, kita tidak jadi beli roti ya?" katanya pelan pada Quuenzy. "Tapi aku lapar" jawabnya dengan nada sedih sembari memegangi perutnya. "Tapi uangku tidak cuk..." "Tidak apa-apa biar aku yang membayarnya" potong Jessie, dua kakak-beradik tersebut menoleh. "Ah tidak usah," tolak Randy dengan halus. "Tidak apa-apa. Kau pasti lapar ya?" Queenzy mengangguk "ini" Jessie menyerahkan kantung plastik berisi roti pilihan Queenzy tadi. Dengan senang hati Queenzy menerimanya, "terima kasih, Bibi. Selain cantik kau baik, coba ibuku seperti dirimu, pasti aku akan sangat senang" "Queenzy apa yang kau katakan!" seru Randy membuat nyali Queenzy ciut dan lebih memilih menunduk. Randy tersenyum malu pada Jessie, tangannya ikut mengusap leher belakangnya karena malu. "Maafkan saudaraku, dia memang suka asal bicara. Oh ya, nanti aku akan meminta ayahku untuk membayarnya. Aku sangat berterima kasih padamu Ny. Scharell" anak laki-laki sekitar berumur 16 tahun itu tersenyum ramah pada Jessie. Sebenarnya dia masih tidak enak dengan Jessie yang rela membayar roti untuk adiknya. "Tidak masalah, tidak perlu dibayar juga tidak apa". "Tidak, aku akan membayarnya jika bertemu ayahku. Sekali lagi terima kasih" Randy coba membalas keramahan sang kasir. "Ayo Queenzy" Randy menggandeng Queenzy untuk meninggalkan kantin. "Sampai nanti Bibi Jessie" Queenzy melambaikan tangan ke arah Jessie. "Datang ke sini lagi lain waktu, hati-hati" Jessie membalas lambaian Queenzy. Kedua kakak-beradik Lucas itu pun keluar, membuat bunyi dentingan lonceng yang digantung di atas pintu masuk pun berbunyi.  - Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Jessie mendangak, memijat keningnya yang agak pening, dia cukup lelah hari ini, sepertinya dia harus cepat-cepat menutup kantin, kantin mereka memang tidak buka 24 jam, sebelumnya mereka memang membukanya selama 24 jam penuh, namun setelah mereka kehilangan dua pegawai sekaligus, maka diputuskan bahwa Jessie menjadi penjaga kasir satu-satunya, dan hal itu sangat memberatkan jika Jessie harus menghandel semuanya, terlebih pemilik kantin, Ny. Dave kesehatannya mulai menurun sehingga dia tidak bisa lagi fokus untuk berada di kantin terus menerus.   Lonceng di pintu masuk kembali berbunyi, kantin kembali terbuka, menampakkan sesosok lelaki yang menggendong seorang anak kecil dengan anak laki-lakinya yang berjalan di sebelahnya. Nyatanya itu adalah kedua bocah tadi yang kini bersama sang ayah, Queenzy terpaku pada seseorang yang masih berdiri di balik meja kasir. "Itu dia orangnya, yah" tunjuk Queenzy. Sang ayah menoleh ke arah yang ditunjuk Queenzy. Mereka menghampiri seorang perempuan yang sedang membelakangi mereka. "Ny. Scharell" panggil Randy. Merasa terpanggil, Jessie balik badan. "Ya?" "KAU??" Teriak lelaki yang dipanggil ayah oleh Queenzy. Dia kaget ketika melihat siapa yang membayarkan roti anaknya. Raut wajah Jessie juga tak beda jauh. Ya, lelaki yang tadi pagi hampir menabraknya, sekarang dia menggendong anak kecil yang tadi dia belikan roti. "Mau apa kau kemari?!" Tanya Jessie ketus. Randy dan Queenzy menatap Jessie dan sang ayah bergantian. "Kalian sudah saling kenal?" tanya Randy bingung. "TIDAK!!!" jawab mereka secara bersamaan. Rafael, ayah dari kedua anak itu, menurunkan putrinya dari gendongan, mengambil dompet dalam kantung celana lalu segera mengeluarkan beberapa lembar dollar dan meletakannya di atas meja kasir. "Ayo pergi" ajak Rafael, si ayah, pada kedua anaknya. Sebelum mereka bertiga meraih pintu keluar, si penjaga kasir itu menarik tangan Rafael lalu meletakan lembaran dollar tadi di d**a bidang Rafael "aku tidak membutuhkannya" setelah merasa tangan Rafael memegang lembaran tersebut, Jessie berlalu meninggalkan mereka. Rafael memegang uang tersebut dan meremas lembaran uang hingga tidak mulus lagi. Ini sungguh menurunkan harga dirinya, belum pernah ada wanita yang menolaknya, kecuali si penjaga kasir ini. Diliriknya gadis itu dalam diam, amarahnya hampir saja meledak, beruntung dia masih punya akal sehat untuk tidak mengeluarkan amarah di hadapan anak-anaknya dan juga beberapa orang yang masih ada di dalam kantin. Kedua anaknya hanya diam dan memperhatikan dirinya dan Jessie yang terlihat aneh. Rafael segera menghela napas panjang. "Ayo pulang" ajaknya sembari berjalan lebih dulu meninggalkan kedua anaknya. Queenzy segera meremas tangan saudaranya, meminta perlindungan dari kakaknya karena dia ketakutan dengan aura marah yang sedang menyelimuti sang ayah. "Tak apa" balas Randy melirik adiknya sekilas lalu mengeratkan genggaman tangannya pada Queenzy, mereka pun akhirnya berlalu pergi mengikuti langkah sang ayah.    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K
bc

I Love You Dad

read
283.2K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.3K
bc

Loving The Pain

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook