Gadis itu--Djenar--masih bingung sebenarnya. Ia tak pernah percaya dewa-dewaan apalagi mitos yang mengatakan bila akan ada kehidupan setelah mati. Tapi kalau bukan mati, apa lagi?
Djenar masih ingat betul bagaimana tatapan harimau yang memojokkannya, bagaimana rasanya terjatuh dari atas tebing, dan bagaimana rasanya menghantam tanah. Sakit hingga akhirnya ia tak sadarkan diri. Ia juga masih ingat bagaimana rasanya ketika ia terbangun beberapa jam tadi. Segalanya terasa asing. Dua laki-laki yang ia lihat pertama kali, tempat yang ia jejaki, hingga bahasa kedua orang itu yang nyaris sama sekali tak Djenar mengerti. Jelas tak ada lagi sebutan yang paling masuk akal untuk menjelaskan semua ini selain kehidupan setelah mati.
Djenar rela kalau dirinya mati. Toh memang tak ada lagi yang bisa ia harapkan di bumi. Orang tuanya hanya gila kuasa, dijodohkan dengan orang asing, tak ada pula yang akan merindukannya. Yang sedikit Djenar sesali adalah pemikiran-pemikirannya mengenai tata sosial perempuan belum sepenuhnya tersampaikan. Tapi apa boleh buat?
"Nih." Pemuda itu--yang tak mau menyebutkan namanya--menyerahkan sebuah benda berbentuk kotak. Asing buat Djenar.
"I-ini apa, Tuan?"
"Bantal lah. Apa lagi emangnya? Udah lo tidur di sofa aja ya. Gue tidur di kasur. Awas lo deket-deket gue. Gue laporin lo entar, pasal pelecehan s*****l. Ngerti?"
Djenar cuma bisa diam. Ucapan pemuda itu terlalu cepat dan terlalu asing di telinga Djenar. Namun Djenar memutuskan untuk menerima benda kotak itu. Ia terkejut ketika tau bahwa benda yang tengah dipegangnya itu terasa sangat empuk. Matanya berbinar, penuh kekaguman. Askhara jadi merinding, baru kali ini ia melihat seseorang sebegini bahagianya saat memegang bantal. Sungguh aneh.
Tapi Askhara tak mau ambil pusing. Ia masuk kamar mandi, mengganti bajunya ke baju rumahan yang lebih nyaman dan melakukan ritual sebelum tidur lainnya. Ketika ia sudah siap untuk tidur dan keluar dari kamar mandi, ia terkejut bukan main. Matanya sampai mendelik. Gadis yang tak ia ingat namanya itu sedang duduk manis di atas bantal.
"Heh! Gila lo! Nggak sopan banget! Itu bantal biasanya gue pake di kepala eh malah lo dudukin!" ujar Askhara spontan. "Berdiri!"
Djenar lagi-lagi tak mengerti. Yang ia tau adalah dia disuruh berdiri. Djenar menuruti. Ia cuma manusia, apa gunanya melawan penduduk langit? Begitu pikirnya.
"Ini nih buat di kepala, ngerti? Buat tidur." Askhara sampai memperagakan gestur orang tidur menggunakan bantal.
"Jadi benda ini untuk tidur, Tuan?"
Askhara mengangguk. Ia sebenarnya risih karena terus dipanggil Tuan, tapi matanya sudah terlalu mengantuk. Ia pun berbaring dan melarikan diri ke alam mimpi.
...
Tok! Tok! Tok!
"Kha, bangun! Udah jam setengah 6 lho ini. Entar kamu telat sekolahnya!"
Suara ketukan pintu diiringi suara wanita--Mama Askhara--di baliknya membuat Askhara otomatis terbangun dari tidurnya yang terasa amat sebentar. Niatnya, ia masih mau malas-malasan. Tapi sesosok gadis yang terbaring di lantai membuatnya kaget dan berteriak spontan, "Hua!!!"
Askhara lupa kalau dari semalam, ada gadis asing yang memang tidur di kamarnya.
"Kamu kenapa, Kha?" tanya Mama khawatir.
"E-enggak, Ma ...."
"Mama masuk ya?"
"B-b-bentar, Ma! Askha nggak pake celana!" kilahnya.
Ia lalu bergegas menepuk-nepuk tubuh Djenar yang masih terlelap.
"Bangun," bisiknya. Setelah beberapa kali ditepuk, Djenar membuka matanya. Ia tampak bingung.
Belum sadar penuh, Askhara menarik Djenar secara paksa dan memasukkannya ke dalam kamar mandi.
"Lo diem di sini ya. Jangan bersuara, oke?"
Askhara menutup pintu kamar mandi rapat-rapat dan berbaring lagi di ranjangnya.
"U-udah, Ma. Askha udah pake celana!"
Mama kemudian masuk.
"Kamu kenapa tadi teriak-teriak?" tanya Mama.
"A-anu itu ... Ada kecoa, Ma! Iya, kecoa! Tapi sekarang udah ilang kok."
Mama menggeleng-geleng.
"Udah gede kok sama kecoa aja takut. Ya udah, cepet mandi terus sarapan ya di bawah."
Baru saja Mama hendak beranjak. Tiba-tiba terdengar suara benturan amat keras dari kamar mandi, mirip suara benda-benda yang terjatuh dan membentur lantai. Mama kaget, Askhara panik.
"Suara apa tuh, Kha?" tanya Mama. Ia tampak curiga dan berjalan mendekati kamar mandi, berniat memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.
Askhara tidak boleh diam saja. Bisa bahaya kalau Mama tau ada perempuan di kamarnya. Bisa-bisa Askhara dinikahkan paksa.
"Aduh! Aduh! Perut Askha sakit banget, Ma! Kebelet! Mending Mama turun sekarang, entar abis mandi Askha nyusul."
Askhara menuntun Mamanya untuk keluar dari kamar.
"Tapi itu tadi suara apa."
"Paling tempat sabun Askha jatuh. Sering jatuh emang. Udah ya, Ma? Mules banget ini!" Tanpa perlu persetujuan, Askhara lalu menutup pintu. Bahkan menguncinya.
Askhara memastikan apa yang terjadi di kamar mandi. Benar, wadah berisi alat mandinya sudah terdampar di atas lantai. Padahal wadah itu seharusnya terpatri di dinding. Djenar sendiri tak kalah terkejut. Wajahnya pucat, ia tampak takut. Seperti habis melihat hantu. Membuat Askhara yang sebenarnya kesal memilih diam.
"M-maaf, s-saya tidak sengaja," ucapnya.
Askhara mengabaikan. Ia lalu memungut alat mandinya.
Djenar sendiri benar-benar menyesal. Segala sesuatu tampak menarik perhatiannya di sini. Segala sesuatu tampak asing. Apalagi benda berkilauan di dinding yang ternyata ada manusia juga di dalamnya.
"Siapa yang ada di sana?" tanya Djenar, menunjuk cermin. "Apa gadis itu orang jahat yang dikutuk akibat perbuatannya di bumi?"
Askhara bingung sampai-sampai dahinya mengernyit. Pertanyaan Djenar tidak make a sense buatnya.
"Beneran rusak kayaknya isi kepala nih orang," gumamnya, semakin yakin kalau perempuan ini harus segera dibawa ke rumah sakit.