TIGA

969 Words
Gemma memutuskan untuk langsung ke Manado Town Square dari kantor. Manado Town Square adalah salah satu mall terbesar di kota Manado. Letaknya di pesisir pantai sehingga membuat bangunan itu terlihat indah baik di siang maupun malam hari. “Sayang.” Gadis bernama Mikaila beranjak dari tempat duduk dan meyambut Gemma, “Mau kopi atau sesuatu?” Gemma menggeleng lalu mencium kening Mikaila sekilas. Mikaila tahu Gemma tidak pernah suka makan atau minum apapun di Starbuck namun demikian ia tetap menawarinya. Gemma lebih suka roti tawar dan minum kopi saset yang kadang rasanya terlalu manis untuk Mikaila. Tidak berkelas untuk seorang pemuda dengan karir sesukses Gemma. “Sudah lama?” tanya Gemma. Ia memperhatikan penampilan Mikaila malam itu. Selalu stunning dan feminin. Ia mengenakan dress pastel selutut berpadu dengan high heels berwarna senada. Kulit Mikaila yang putih mebuatnya selalu cocok mengenakan pakaian dengan warna apapun. Wajah Mikaila sangat cantik. Seluruh laki-laki yang melihatnya akan mengakui. Terlihat riasan di wajahnya menegaskan bahwa gadis itu sangat memperhatikan penampilan. Bibirnya dipoles dengan warna merah menyala menambah daya tarik pada wajahnya. Carissa tidak secantik Mikaila dan juga tidak pernah terlihat mengenakan riasan kecuali bedak tipis dan lipstick dengan warna nude. Gemma menekan pelipisnya saat ia mulai membanding-bandingkan Mikaila dan Carissa. Ia mencoba mengusir apapun pikiran yang sedang menggerogoti akal sehatnya saat ini. “Kenapa sayang? Banyak kerjaan ya?” Mikaila memperhatikan gelagat Gemma. Gemma terkejut namun buru-buru tersenyum, “Ya. Seperti biasa.” “Kasihan, Sayangku.” Gadis itu menggelayut manja di lengan Gemma dan menyandarkan kepalanya di bahu pemuda itu. “I am fine, Babe” Gemma membelai kepala Mikaila. Ia telah mengencani gadis ini selama tiga tahun dan memutuskan untuk bertunangan dengannya bulan depan. Mikaila adalah anak dari sahabat Ibu Gemma. Mereka bertemu tiga tahun yang lalu saat Ane, ibu Mikaila, membawanya berkunjung ke rumah Gemma. Saat itu Gemma melihatnya dan menyadari Mikaila sangat cantik, namun ia sama sekali tidak berniat mengencaninya. Mikaila memang sempurna namun bukan tipe Gemma sama sekali. Pacar terakhirnya semasa di kampus sangat cuek dengan penampilan. Ia lebih memilih membelajakan uangnya untuk membeli komik dibanding seperangkat alat make up. Dan Gemma tergila-gila pada gadis itu karena selera humornya. Dia tidak akan menutup mulutnya saat sedang tertawa ketika Gemma melemparkan joke. Hal itu berbeda 180 derajat dengan Mikaila. Ya, Gemma sadar Mikaila memiliki semua kriteria gadis yang didambakan oleh pemuda mana pun. Tinggi, langsing, cantik, feminin, mata besar, bibir tipis dan sangat bergaya. Sebutkan saja kriterianya dan semua itu ada pada Mikaila. Ketika kemudian ibunya memberitahu bahwa Mikaila tertarik pada Gemma, ia pikir tidak ada salahnya mengenal Mikaila lebih jauh. Dia toh saat itu juga tidak sedang berhubungan dengan siapapun. Mikaila baru kembali dari Shanghai ketika itu. Ia mengambil kuliah desain baju. Belakangan Mikaila lebih senang mendesain dan membuat gaun pengantin. Ane memiliki sebuah toko yang menjual dan menyediakan jasa menjahit baju pengantin dan telah mempersiapkan Mikaila dengan matang untuk meneruskan usahanya. “Filmnya sejam lagi,” Mikaila menyeruput kopi dari gelasnya, “Kamu yakin tidak mau makan sesuatu?” “Aku sudah makan di kantor sebelum ke sini.” “Oke. Mami dan Papi apa kabar?” Yang dimaksud Mikaila adalah orang tua Gemma. “Aku sudah lebih seminggu tidak main ke rumahmu. Banyak orderan. Kayaknya lagi musim kawin.” Gemma tertawa singkat, “Mami Papi baik.” “Gibran?” Mikaila menanyakan kabar kakak Gemma. “He is great as usual,” Gemma menjawab enggan. Segala hal yang berhubungan dengan Gibran membuatnya enggan. “You are greater, Honey.” “Thanks, Babe.” Hening sesaat sebelum Mikaila bertanya, “Apa ada yang ingin kamu certikan ke aku?” Gemma sedikit banyak sudah hafal tingkah Mikaila yang satu ini. Selalu bertanya seperti itu ketika ingin meminta penjelasan. Gemma heran kenapa Mikaila tidak bertanya langsung dan malah berbasa-basi seperti ini. “Tidak ada. Memangnya kenapa?” Gemma sengaja mengikuti alur Mikaila, padahal ia tahu benar Mikaila ingin mendapatkan penjelasan tentang siapapun gadis yang menerobos ruang meeting dan minta dinikahi olehnya. Gossip cepat sekali beredar dan Gemma yakin ini pasti ulah Mario. “Who is the girl?” Mikaila membuka suara. “What girl?” “Oh, ayolah. Mario sudah cerita semuanya waktu dia mampir ke toko kemarin dulu.” “Don’t trust him! Yang terjadi hanya kesalahpahaman saja.” Gemma memutuskan untuk tidak menceritakan apapun pada Mikaila. Belum saatnya. “Are you sure?" Gemma mengangguk mantap. Matanya menyorot tajam ke manik mata Mikaila membuat gadis itu bungkam. Ia selalu lemah di bawah sorotan mata milik Gemma. Ia sangat memuja pemuda itu. Ia sangat mencintainya dengan sepenuh jiwa sejak pertama kali mereka bertemu. Mikaila menelusup ke pelukan Gemma dan bersandar di d**a bidangnya. Bagian tubuh Gemma yang paling disukai Mikaila. Gemma memiliki d**a yang begitu bidang. Ia tidak pernah fitness di manapun. Hanya jogging dan push up setiap pagi sebelum ke kantor. Dan beberapa kali dalam sebulan melatih ototnya menebang batang pohon di rumah Opa Maxi di Tomohon. Gemma begitu tampan bahkan dalam balutan kemeja kantor yang lengannya di gulung sebatas siku. Gemma selalu memesona mengenakan pakaian apapun dan Mikaila selalu tergila-gila padanya. Ia menedengar dari Mario bagaimana seorang gadis telah menerobos masuk di ruang meeting dan menodong Gemma dengan pistol air kemudian minta dinikahi. Gadis gila darimana yang berani melakukan itu pada Gemma-nya? Namun, kalau Gemma bilang itu hanya kesalahpahaman maka Mikaila akan percaya. Ia hanya akan memastikan tidak ada seorang pun gadis yang bisa merebut Gemma darinya. “Aku sedang membuat gaun untuk pesta pertunangan kita bulan depan,” bisik Mikaila. “Tidak perlu terlalu mewah. Aku ingin semunya sederhana, Sayang,” balas Gemma. “Ini hanya sekali seumur hidup. Tidak ada salahnya kita buat meriah. Nanti kamu boleh undang gadis itu.” “Gadis mana?” “Gadis yang minta kamu untuk menikahinya. Undang saja dia. Supaya dia tau kamu tidak akan menikahi dia sampai kapan pun.” Gemma tersenyum, “Kamu cemburu? Aku tidak kenal dia. Dia tidak akan datang di acara apa pun milik kita.” “Kamu yakin?” Mikaila bertanya lagi. Gemma mengangguk. “Kamu tidak akan meninggalkanku kan, Gem?” “Iya, Sayang,” jawab Gemma. Namun, entah kenapa kali ini ia tidak yakin dengan jawabannya. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD