DUA

1746 Words
Gemma tidak percaya dengan apa yang ia lakukan saat ini. Ia tengah berada di dalam mobilnya dan menanti dengan sabar gadis bernama Carissa keluar dari sebuah gedung dengan papan bertuliskan ‘Panti Asuhan Assalam’ di depannya. Gemma penasaran dengan apa yang dilakukan Carissa di sana. Semua tentang gadis itu sangat misterius. Termasuk kemunculannya dalam kehidupan Gemma sebulan yang lalu.  Carissa Alya Kalalo. Gadis itu muncul seperti hujan di tengah siang hari terik tanpa diawali mendung. Begitu mendadak. Disertai dengan permintaan yang tidak masuk akal. Ia ingin dinikahi oleh Gemma. Gemma berani bersumpah ia tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya. Gemma mencoba mengingat dalam lingkaran pertemanan yang mana ia pernah menjumpai Carissa, namun upaya itu nihil. Awal mula dari semua ini adalah ketika sebuah akun di f******k meminta pertemanan dengannya. Tidak ada mutual friend yang menegaskan bahwa mereka memang tidak pernah terkoneksi sebelumnya. Sebagai seorang pemimpin cabang sebuah bank swasta terkemuka di Manado, Gemma berpikir bisa jadi ia adalah salah satu nasabah. Gemma menerima pertemanan itu tanpa ada pikiran buruk sedikit pun. Seminggu kemudian ia mendapat pesan melalui w******p. Gadis bernama Carissa menanyakan nama kakeknya. Gemma tidak menggubris sama sekali. Pesan itu datang berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama. Kenapa penting bagimu untuk mengetahui nama kakekku? Karena kalau nama kakekmu Maxi Maramis maka kau harus menikah denganku. Begitulah awal mula Gemma berhubungan dengan Carissa. Gadis itu mencoba menelepon Gemma berkali-kali namun tidak pernah Gemma angkat. Ia masih berpikir gadis itu hanya orang iseng yang mengganggunya. Suatu ketika ia pernah menyelediki akun f******k Carissa dan tidak mendapatkan satu pun tanda yang menunjukkan ia adalah mantan penghuni rumah sakit jiwa. Dari foto-fotonya ia adalah seorang gadis yang normal, bekerja di salah satu perusahaan yang berhubungan dengan perumahan, karena beberapa kali Carissa mengunggah gambar rumah ataupun desain rumah. Tampaknya ia memiliki seseorang pemuda yang dekat dengannya karena di beberapa foto terlihat pose Carissa bersama dengan pemuda itu. Lalu kenapa ia meminta Gemma menikahinya? Apakah Carissa seorang pembunuh berantai yang tengah mencari korban secara acak? Tolong temui aku. Kita perlu bicara tentang rencana pernikahan ini. Itu pesan terakhir Carissa di w******p sebelum ia muncul tiga hari yang lalu di tengah buissiness meeting dan sukses mempermalukan Gemma di depan jajaran pemimpin divisi. Keesokan harinya setelah kejadian penodongan pistol air, Gemma menyerah dan menemui Carissa di salah satu kafe di kawasan Mega Mas. Ketika itu matahari nyaris terbenam menyisakan saga di langit Manado. Deburan ombak Laut Pasifik menjadi irama yang mengiringi lampu-lampu kapal yang tampak di kejauhan. Suasana yang sangat disukai Gemma. Namun tidak dengan suasana hati pemuda itu hari ini. Carissa datang bersama seorang pria bernama Bernard Pontoh, yang mengaku sebagai pengacara keluarga Carissa. Gemma yakin ia sedang menjadi korban salah satu modus penipuan terbaru kala itu, hingga Bernard membuka beberapa berkas dan menunjukkan isi surat wasiat Opa Roni di sana. Gemma tidak ingin percaya namun demi melihat ada nama ayah dan kakeknya di sana, keyakinannya tergoyahkan. Mungkin bisa saja seorang penipu merasa perlu untuk menyelidiki dan mendapatkan dengan mudah nama ayahnya untuk mendukung aksi mereka, namun Gemma berani menjamin hanya kerabat dekat yang tahu siapa nama kakeknya. Sebaiknya kau mulai mempertimbangkan pernikahan ini setelah bertemu dengan pengacarku. Dasar kau perempuan matre! Kau tidak mau harta warisan kakekmu jatuh ke badan amal sehingga kau melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Aku tidak peduli dengan pendapatmu. Setelah enam bulan menikah aku mau pembagian warisan 70 : 30. Itu artinya kau setuju menikahiku? In your dream! Gemma telah membuntuti Carissa sejak pertemuannya dengan Bernard. Ia mengetahui gadis itu tinggal di rumah mewah di daerah Malalayang. Sebagai seorang banker yang juga mengenal beberapa pebisnis di Kota Manado, Gemma tahu itu adalah rumah milik salah satu pengusaha hasil bumi yang selama ini berusaha ia dekati untuk diajak bekerja sama. Namun, usaha itu belum juga berhasil hingga kemudian Gemma mendengar bahwa Roni Kalalo meninggal dunia. Yang tidak ia ketahui sama sekali bahwa ternyata Roni memiliki seorang cucu yang sekarang membuat hidupnya seperti di neraka. Carissa hidup dengan kemewahan dari kakeknya, namun di mata Gemma ia tampak sangat sederhana. Ia lebih sering memakai pakaian kasual dan naik mobil rental dari salah satu perusahaan jasa penyewaan mobil on line dibanding menggunakan mobil pribadi. Padahal jika Carissa mau ia bisa saja membeli mobil mewah keluaran terbaru saat ini juga. Demi Tuhan Roni Kalalo adalah pebisnis yang sangat kaya. Seingat Gemma, ia juga memiliki perumahan di daerah Ring Road dengan penjualan yang sangat bombastis. Ia menjual rumah seperti menjual kacang goreng.  Kalau sebelum ini ia pernah berpapasan dengan Carissa di jalan, ia sama sekali tidak akan menduga bahwa Carissa adalah pewaris tunggal konglomerat di Manado. Carissa keluar dari bangunan yang diduga Gemma sebagai panti asuhan setengah jam kemudian. Ia telah membuntuti Carissa sejak dari kantornya di kawasan Mega Smart siang itu. Carissa menaiki salah satu mobil yang menjemputnya. Gemma menduga itu adalah mobil dari perusahaan jasa penyewaan on line. Gemma memasuki bangunan panti asuhan begitu mobil yang membawa Carissa menghilang di tikungan. “Ada yang bisa dibantu, Pak?” Seorang wanita berjilbab menghampiri Gemma. “Oh, saya hanya datang berkunjung untuk melihat-lihat. Ini kartu nama saya.” Gemma menyerhkan kartu nama berlogo perusahaan tempatnya bekerja. “Dari bank?” “Saya datang untuk melihat apakah panti asuhan ini membutuhkan sesuatu. Perusahaan saya berencana untuk membawa bantuan.” Gemma tidak sedang berbohong. Ia memang tengah mencari panti asuhan dan yayasan sosial lainnya untuk memberikan dana CSR dari perusahaan. Kebetulan perkara Carissa ini mengantarkannya kemari juga. “Wah, dengan senang hati, Pak. Panti asuhan ini menampung sekitar seratus anak dari berbagai usia. Bahkan ada yang masih bayi. Kami senang sekali.” Gemma tersenyum senang, “Saya lihat tadi ada Ibu Carissa Kalalo.” “Aaah, Nona Carissa? Ya, dia memang sering ke sini.” “Sering? Untuk apa? Membawa sumbangan?” “Ya. Panti asuhan ini didirikan oleh orang tuanya. Bapak Dokter Alan Kalalo.” “Dokter Alan?” “Iya. Dua puluh lima tahun yang lalu. Ucapan syukur atas kelahiran Nona Carissa. Sayangnya, Dokter Alan, istri dan putra sulungnya meninggal waktu Nona masih kecil.” “Meninggal? Karena apa?” “Mobilnya tertimbun longsor di daerah Tomohon. Terjadi begitu saja saat mobil Dokter Alan lewat sekembalinya dari sebuah acara. Nona Carissa tidak diajak karena sedang sakit." Terlalu banyak yang Gemma ketahui tentang Carissa hari ini membuat kepalanya sedikit pusing. “Nona Carissa sudah menjadi yatim piatu sejak usianya baru lima tahun. Mungkin itu yang menyebabkan dia merasa senasib dengan anak-anak di panti asuhan ini. Dia sering datang kemari dan bermain dengan mereka.” Gemma tidak menyahut. Entah apa yang ia rasakan di dalam hatinya. Seolah ada lubang kecil yang terbuka di sana. “Apalagi Bapak Roni baru meninggal. Nona Carissa pasti terpukul. Ia sudah tidak punya siapa-siapa.” Gemma pergi setelah berjanji akan datang kembali membawa sumbangan untuk panti asuhan. Ia menyetir ke kantor dengan pikiran yang berlarian ke sana kemari.  “Siapa kau sebenarnya, Carissa?” batin Gemma. *** Adi Nugraha baru saja mendatangi kantor cabang yang dikepalai oleh Gemma dan mencecar Gemma habis-habisan. Sebagian melanjutkan kekecewaannya terhadap pencapaian semester satu, sebagian lagi membahas kehebohan yang terjadi di business meeting seminggu yang lalu. “Pak Adi, saya yakin semester dua kami bisa lebih baik. Proyek belum berjalan, pala belum bisa dipanen. Daya beli masyarakat turun. Hampir semua debitur mengeluh dagangan mereka tidak laku.” Gemma menjelaskan. Ia terlibat diskusi alot, namun kali ini hanya dia dan Adi Nugraha di ruangannya. “Saya pegang komitmenmu ya, Gem. Kamu adalah kandidat terkuat yang akan menduduki jabatan saya ke depan.” “Itu mungkin masih sepuluh tahun lagi, Pak.” “Tidak ada yang tidak mungkin. Buktinya kamu sekarang yang duduk di kursi itu. Umur dua puluh sembilan tahun. Ini rekor yang pernah terjadi di perusahaan kita. Kamu mungkin yang termuda yang pernah ada. Lihat teman seangkatanmu. Yang paling tinggi baru jadi penyelia. You are brilliant. Makanya saya marah kalau kamu mengecewakan saya.” “Saya jamin semester depan bisa menebus kekecewaan Bapak.” “Itu baru Gemma Maramis,” balas Adi Nugraha. “Oh, ya gimana cewek itu?” “Cewek yang mana, Pak?” “Yang nodongin pistol air waktu kita meeting. Saya tidak ingin ikut campur dengan kehidupan pribadimu, tapi ini kali terakhir saya lihat kamu bawa-bawa masalah pribadi ke kantor ya, Gem.” “Baik, Pak. Ini tidak akan terulang.” Adi Nugraha beranjak dari ruangan Gemma untuk kembali ke Head Office. Head Office perusahaan terletak di jantung kota Manado. Di bawah Head Office terdapat dua puluh kantor cabang yang tersebar di seluruh penjuru Sulawesi Utara. Salah satu kantor cabang itulah yang dikepalai oleh Gemma. “Gem, ngapain tuh Pak Adi?” Mario masuk tanpa mengetuk pintu ruangan. Ia adalah penyelia di kantor dan juga sahabat Gemma. Mereka sudah saling mengenal sejak merintis karir di perusahaan ini tujuh tahun yang lalu. Mario adalah seorang pendatang di Manado. Ia berasal dari Jawa dan sedang berjuang untuk mendapatkan promosi kembali ke home base. “Biasa. Marah-marah.” “Marah kenapa?” “Karena satu kantor ini tidak ada yang benar kerjanya. Termasuk penyelianya.” “Gila lu! Gue tiap hari pulang jam sepuluh lu kata nggak kerja?” “Tapi hasil semester satu tidak menunjukkan hal itu.” “Eh, Gem. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha. Tuhan yang menntukan hasilnya. Gue tiap hari lembur sampai nggak dapat gebetan, masih juga lu raguin pengabdian gue buat perusahaan ini.” “Terserah lu! Pusing gue.” “Lu pusing karena ada dua cewek rebutin. Lah gue pusing karena jumblo akut.” “Hah?” “Nggak usah sok kaget begitu, Gem. Ada cewek nodongin senjata ke muka lu waktu meeting. Dan lu harap kami bisa melupakan itu begitu saja? Anak-anak masih bergosip tentang hal ini di belakang lu. Hahahahah.” “Apa?!” “Sebagian cewek-cewek di sini kecewa waktu tau pemimpin mereka yang tampan rupawan ini mau tunangan. Eh, belum pula tunangan ada satu lagi makhluk Tuhan paling seksi muncul minta dinikahin. Marry me or you die, Gemma. Hahah.” Mario menirukan kata-kata Carissa. “Stop it!” seru Gemma kesal. “Gila lu, Gem. Lu hamilin anak orang ya sampai nekat datang ke sini minta tanggungjawab?” “Mario, lu tau, mulut lu itu lama-lama sudah kayak mulut cewek. Berisik!” “Hahahahah. Santai Gem. Kita kan sahabat bagai kepompong, lu bisa ceita semua maslaah lu kok. Kalau lu nggak mau, cewek itu, siapa namanya? Carissa. Buat gue aja lagi. Tapi lu yakin kan itu cewek belum lu buka segelnya?” “Orang gila!” Gemma menyahut, “Pantas target perusahaan susah tercapai. Penyelianya macam ini!” “Hahahaha,” Mario hanya tertawa terbahak menanggapi seruan Gemma. Ia beranjak dari ruangan namun terhenti di ambang pintu, “Tapi ingat Bro, gue selalu ada kalau lu butuh curhat. Oke, Bro.” “Jijik banget lu!” Gemma masih mendengar tawa Mario yang membahana bahkan ketika pemuda itu menutup pintu ruangan di belakangnya. Sayang, kita jadi nonton nanti malam kan? w******p dari Mikaila, gadis yang akan menjadi tunangannya kurang dari sebulan lagi. Iya. Jadi. Di Mantos 3 saja ya, Sayang. Kita ketemu di Starbuck jam 8. Oke. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD