bc

Rasa Kita

book_age0+
93
FOLLOW
1K
READ
friends to lovers
CEO
boss
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Alindra mengerti jika Aden tidak pernah mencintainya. Namun ia tidak akan menyerah dan tetap berjuang demi mendapatkan pengakuan Aden jika dia adalah tunangannya. Namun sepertinya semua usahanya sia-sia. Aden lebih memilih dan mencintai Desi daripada tunangannya sendiri.

Afthara mencoba untuk menutup dua mata dan telinganya. Mengabaikan kenyataan tentang hubungan Andini dengan Rifky, kakak kandungnya. Ia percaya jika keteguhan hati dan ketulusan cintanya bisa membuat Andini melihat dan bisa menerimanya sebagai suami. Namun, kenyataan memang sepahit itu. Cinta Andini dan Rifky yang sudah bertahun-tahun terjalin, tidak akan terputus hanya karena ketulusan seorang perusak seperti Afthara.

Takdir memang lucu, Afthara dan Alindra bertemu. Situasi mereka yang tidak jauh berbeda membuat mereka dekat. Mereka saling mendukung untuk berusaha menggapai kebahagiaan pada pasangan masing-masing. Saling meminjamkan bahu saat salah satu dari mereka merasa rapuh. Menguatkan satu sama lain dan percaya jika perjuangan mereka akan membuahkan hasil.

Namun, perasaan mereka di uji saat itu. Kenyamanan yang keduanya dapat dari kebersamaan mereka menumbuhkan perasaan lebih. Tanpa sadar mereka terjerat dalam hubungan yang rumit. Dapatkah keduanya lepas dari perasaan itu? Atau usru memperjuangkan perasaan yang rumit tersebut? Bisakah Afthara dan Alindra menemukan kebahagiaan?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Alindra hanya bisa tersenyum melihat dua sosok yang sangat di kenalnya tengah bercanda bersama. Mereka terlihat intim, layaknya seorang kekasih. Atau, memang benar-benar sepasang kekasih. Yang Alindra tahu, hatinya saat ini terasa nyeri seperti di tusuk ribuan duri. Ia beranjak dari tempat duduknya setelah menaruh dua lembar uang di meja tempatnya berada. Berjalan dengan kepala yang menunduk. Matanya yang menatap langkah kakinya terasa memburam. Tanpa diminta, air bening itu menetes membasahi sendal yang dipakainya. Lagi. Merasa cukup jauh dan sepi dari kepadatan orang-orang yang berlalu lalang. Alin menyandarkan tubuhnya di dinding kaca restoran. Lebih tepatnya di area parkir mobil. Gadis itu menangis deras tanpa suara. Membungkam mulutnya yang mengeluarkan isakan dengan telapak tangan. Siapapun yang melihat pasti mengerti betapa nelangsanya gadis ayu berambut legam itu. Dirinya lagi-lagi harus merasakan kesakitan sepihak yang dirasakan oleh hatinya. Ia sebenar nya tidak mau seperti ini terus. Namun hatinya sangat sulit untuk mencoba baik-baik saja. Dia sudah terlanjur jatuh. Sangat sulit baginya membuang atau mengabaikan rasa cinta yang di rasakannya selama 8 tahun hidupnya. Setelah merasa puas, Alin mengusap kedua matanya yang memerah dan sedikit bengkak dengan kasar. Lalu dia menegakkan badan. Membenarkan letak tas selempangnya yang sempat merosot kebawah. Setelahnya berjalan menjauhi area parkir. Melangkah menuju gerbang restoran terkenal itu. Dengan langkah pelan dan berat. Sementara itu, Afthara yang tak sengaja melihat Alindra yang menangis, memandang sosok itu hingga tubuhnya menghilang dari pandangan. Ia mendesah tanpa sadar di balik kedua tangannya-dengan siku berpangku di meja- yang menutupi mulut. Mata hangatnya menatap banyak arti gadis cantik nan mungil tersebut. Hatinya seolah mengerti. Padahal dia tak tahu apapun. Yang dia ketahui hanyalah, ketika gadis manis itu mengambil duduk di meja depannya lalu terus menatap ke sepasang kekasih yang terlihat sangat bahagia. Sangat lama. Hingga akhirnya gadis itu pergi dengan wajah terluka dan menangis di dinding kaca disampingnya. Mungkin gadis itu tak menyadari keberadaannya. Selain larut dalam tangis, dinding kaca terlihat gelap dari luar. Sehingga afthara bisa melihat seksama gadis itu tanpa takut ketahuan. Dentingan ponselnya membuat Afthara atau yang biasa di sapa Aftha, tersentak dari lamunan singkatnya. Ia menghela kecil sebelum meraih malas ponsel canggihnya. Sebuah Chatt ia terima, dan helaan napas kembali keluar mengetahui isinya. 'Nyonya keluar lagi dengan Tuan Arifky, Tuan.' Aftha terpaku cukup lama pada sederet kalimat singkat dari orang kepercayaannya yang ia utus mengawasi Andini, istrinya. Sebelah tangannya terkepal kuat. Ia memejamkan matanya perlahan. Mencoba meredakan emosi yang mencoba menguasainya. Aftha kembali membuka kedua mata setelah merasa cukup. Ia pun memanggil pelayan restoran. Menanyakan bill dan membayarnya. Setelah itu dia bergegas dari sana. Setelah sampai di parkiran dan masuk ke dalam mobil, ia membanting pintu. Dan mengetukan dahinya di setir. "Dini, apa yang harus aku lakukan agar kau melihatku?" bisiknya lirih, terdengar putus asa. Amarah, cemburu, sakit hati, dan kecewa kembali menghujami hatinya. Ingin rasanya Aftha memarahi Dini, mengatakan hal-hal kasar perihal kelakuan dan apa yang di perbuat oleh istrinya itu. Selama hampir 3 tahun menikah, Dini tak pernah menyenangkannya. Hanya rasa sakit dan kecewa terhadap wanita anggun nan cantik itu. Dalam hatinya selalu bertanya, kenapa Dini tidak bisa iklhas menerimanya seperti dia ikhlas tentang perjodohan itu dan belajar mencintai Dini? Mencoba baik-baik saja dan tak memikirkan apa yang di lakukan Dini saat ini, Aftha mulai menjalankan mobilnya. Keluar area parkir dan mulai menjelajah jalan raya. Ia mengemudi dengan kecepatan sedang. Sampai di taman kota, Aftha memilih untuk menepikan mobilnya.  Ia menoleh saat kedua matanya menangkap sosok yang tak asing di seberang jalan. Aftha memandang sosok tersebut. Sosok itu duduk melamun dengan mata yang bengkak dan memerah. Lebih buruk dari yang tadi saat di restoran. Sepertinya gadis yang dilihatnya di restoran tadi itu kembali menangis. Mata Aftha memicing saat melihat ada orang asing yang mendekat ke arah gadis itu. Firasatnya tidak enak. Dan semua terbukti saat orang itu ternyata merampas paksa tas selempang milik gadis tersebut. Teriakan dari gadis itu terdengar seiring dengan pencopet yang berlari cepat. Menyeberangi jalan, menuju kearahnya. Dengan segera Aftha keluar mobil, menjegal pencopet tersebut. Dan langsung membekuknya. "Sialan, cepat lepas!" umpat pencopet pada Aftha yang mencekal kedua tangannya ke belakang. Badan pencopet itu merapat pada badan mobil Aftha. "Itu dia pencopetnya!" Dua aparat keamanan setempat menghampiri Aftha. Mengambil alih sang pencopet itu. Orang-orang yang melihat dan sempat mengejar membubarkan diri. Aftha pun menoleh kebelakang saat merasa ada orang yang menghampirinya. "Makasih udah di bantuin nangkap tadi." sosok itu tersenyum manis. Terlihat tulus, meski cukup buruk dengan hidung yang memerah dan mata bengkak. "Sama-sama." jawab Aftha seadanya. Ia menyerahkan tas selempang pada gadis berambut legam yang di tolongnya. "Sekali lagi makasih, kalau begitu saya permisi dulu." Alin mengangguk sekilas dan memberi senyuman lagi pada sosok penolongnya. Ia pun berbalik pergi, meninggalkan sosok yang memandangnya tanpa berkedip. Aftha menggelengkan kepalanya saat sadar dengan apa yang dia lakukan. Ia pun kembali masuk kedalam mobil. Memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Hari ini dia tidak akan kembali ke kantor. Ia merasa cukup lelah. -000- Dini tersenyum manis saat Rifky menciumi puncak kepalanya. Ruangan mewah di hotel ternama kota Jakarta itu terasa panas. Hawa pergumulan masih terasa. Deru napas yang memburu masih bersahutan di sisa-sisa pelepasan. Rifky berguling ke sisi ranjang yang kosong. Ia menoleh dan tersenyum hangat pada sosok yang di cintainya sejak lima tahun yang lalu. Matanya memandang penuh cinta wanita yang seharusnya menjadi adik iparnya. "Capek?" tanya Rifky dengan lembut, "Atau mau lagi?" Dini menepuk d**a Rifky pelan. Ia meringsut mendekat pada pria yang berstatus kakak iparnya. Memeluk tubuh tegap itu dengan erat. "Capek, aku ingin tidur." keluhnya manja. Rifky terkekeh, ia mengusap rambut merah milik Dini yang basah, "Kita harus pulang. Suamimu pasti menunggumu." Bibir Dini mengerucut, tampak tidak terima dengan ucapan santai kekasihnya, "Apa peduliku?" "Memangnya kamu gak peduli?" "Gak." "Kenapa?" Dini berdecak, "Rifky, satu-satunya pria yang aku peduliin itu kamu. Aku gak peduli sama siapapun." rengeknya manja. Rifky menggeleng samar, ia mencium sekilas Dini. Membalas pelukan erat wanitanya itu, "Tapi statusmu sekarang masih istri Aftha." "Memangnya kenapa?" dengkus Dini kesal, "Andai saja almarhum papamu tidak menjodohkanku dengan Aftha aku juga akan menikah denganmu!" Rifky mengulas senyum penyesalan, "Maaf, andai saja aku tahu jika kamu yang di jodohin ke aku, aku gak akan menolak dulu." "Itu bukan salahmu, sebelumnya aku juga gak tahu jika ternyata kamu kakak Aftha." Rifky terdiam, penyesalan itu masih ada. Andai saja dia dulu mencari tahu siapa yang akan di jodohkan dengannya. Dini tidak akan menikah dengan adik bodohnya. "Ya sudah, kamu mau nginap atau pulang?" Dini mengulas senyum manis, "Menginap." -000- Alin membuka pintu rumahnya pelan. Dan ia di kejutkan dengan tamparan dari sang ayah. Dirinya yang tidak siap sampai terdorong kebelakang. Hingga jidatnya terkantuk sisi pintu. "Anak gak bisa di atur! Kamu itu selalu saja bikin malu papa!" Alin memejamkan matanya mendengar bentakan dari Anjasmara menyapa kedua telinganya. Rasa sesak dalam dadanya kian bertambah lagi. Rasanya ia ingin sekali dia berteriak sepuasnya.  "Darimana saja kamu? Apa kamu tidak tahu jika keluarga Aden kemari untuk membicarakan pertunanganmu!" "Aku tidak tahu Pa, tidak ada yang memberitahuku." lirih Alin dengan suara bergetar. "Halah, alasan kamu! Mamamu dan Desi bilang jika kamu sudah di kasih tahu!" Alin membuang pandangan kearah Desi dan mama tirinya yang duduk santai di ruang keluarga. Tatapannya tampak nanar. Seharusnya ia bisa menduga bila ini akan terjadi. "Sebenernya Alin itu anak papa bukan sih?" tanya Alin dengan suara serak. "Maksud pertanyaanmu itu apa?!" bentak Anjas yang masih di landa emosi. Ia masih sangat kesal dengan putri semata wayangnya yang tidak ada di rumah saat keluarga Aden berkunjung. Ia bahkan harus berbohong dan mengatakan jika Alin ada urusan di kampusnya. Dan terpaksa perbincangan tanggal pertunangan di undur. Alin menatap kecewa ayah kandungnya. Semenjak mama kandung Alin meninggal dan papanya nikah lagi. Pria itu berubah hingga Alin rasanya tak bisa mengenali papanya lagi. Meski dari dulu sikap Anjas kasar dan keras, tapi dia tak pernah memperlakukan Alin seperti ini. Tak pernah main tangan. Hanya berupa bentakan dan pelototan yang mengandung kekhawatiran. Bukan amarah yang seperti ini. "Aku hanya ngerasa papa sekarang berubah, gak kayak dulu lagi. Gak kayak waktu mama masih hidup." "Kamu gak usah banyak asumsi yang gak masuk akal kayak gini. Papa tetep papa yang dulu. Gak ada yang berubah." Anjas menatap tajam Alin, "Kamu aja yang terlalu papa manjain hingga jadi gak berguna kayak gini! Sukanya keluyuran malam saja!" Air mata Alin kembali menetes. Ia ikut menatap tajam ayahnya. Kemarahan tak bisa ia tahan lagi, "Aku gak pernah keluyuran pa! Makanya papa sering-sering di rumah biar tahu apa aja yang aku lakuin!" "Berani kamu bentak papa!" Wajah Alin kembali terpelanting ke samping mengikuti arah tamparan Anjas. Ia kembali terpaku. Sebelum akhirnya menyorot menatap penuh kecewa ayahnya. Tanpa kata dia pun berlari keluar rumah. Enggan untuk lebih lama disana. Teriakan dari ayahnya tak ia dengarkan. Alin mengusap kedua pipinya kasar. Menghapus air mata yang terus mengalir di kedua mata coklatnya. Ia terisak, dengan wajah yang terlihat begitu sedih dan kecewa. Hatinya sangat sakit hingga ia tak bisa menjabarkannya. Alin melangkah tanpa arah. Ia berjalan pelan begitu keluar dari perumahan tempat rumah ayahnya berada. Menyusuri jalanan raya yang sudah sepi. Hanya segelintir kendaraan yang berlalu lalang. Ia berjongkok saat merasa sudah tidak kuat. Tangisan keras keluar dari bibirnya. Dirinya sesenggukan. Suara tangisaanya begitu buruk. Alin tidak memperhatikan sekitarnya lagi. Toh suasana di sekitarnya juga sepi. Tak akan ada yang memperdulikannya. Setelah puas, Alin berdiri. Namun tubuhnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Ia limbung. Beruntung kedua tangannya memiliki reflek yang bagus. Sehingga ia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Menahan berat badannya dengan kedua telapak tangan. Rasa pening mulai menyerang kepala Alin. Ia merasa semakin lama kepalanya semakin berat. Ia menghembuskan napas dalam sekali. Kemudian kembali mencoba berdiri. Namun tiba-tiba pandangannya menggelap dan iapun jatuh tak sadarkan diri. To Be Continue ...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.3K
bc

Destiny And Love

read
1.5M
bc

The Seed of Love : Cherry

read
111.8K
bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
380.4K
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook