Dia Menangis

2152 Words
-*-*-*- "Lo mau ngga jadi model gue?"   "Hah?" -Gianna menatap Kenan tidak percaya.- "Lo bercanda pasti kan?"   "Ngga. Gue serius. Lo mau ngga jadi model gue?" tanya Kenan mengulangi pertanyaannya.   "Maaf, gue udah bilang kan, kalo gue bukan tipe orang yang suka berpose ria di depan kamera. Lagian, kenapa lo pilih gue? Cantik? Banyak cewek yang lebih cantik dari gue. Kakak tingkat tuh. Banyak cewek yang pastinya mau banget di potret sama anak jurusan fotografi. Ngapain lo repot-repot minta gue?" tukas Gianna dengan nada yang terkesan cukup ketus.   Sementara Kenan yang mendengar itu sedikit tersentil hatinya. Ekspresi wajahnya itu seketika berubah. "Harus banget ya lo ngomong semua itu pake nada yang ketus?" tandasnya tak suka.   Deg   Tubuh Gianna membeku, begitu Kenan menjawab seperti itu.   "Gue kan cuma ucapin satu pertanyaan dan itu gue ucapin dengan sopan. Kenapa lo jawab sebanyak dan seketus itu? Padahal awalnya, gue kira lo orang yang tau tata krama bicara. Tapi ternyata kurang. Maaf udah minta lo jadi model gue," sesalnya seraya melepaskan tangannya dari Gianna dan kini ia pergi meninggalkan Gianna yang masih membeku.   "Oh God. Apa lo tau Ny? Sekarang gue berubah. Semua orang jadi benci ke gue karna sikap gue. Padahal gue ngga bermaksud begitu. Hahhh ... ." Gianna menunduk. Ia hanya bisa menghela nafas banyak-banyak berharap rasa sabarnya tetap ada. Sekembalinya Gianna dari perpustakaan, Gianna segera menuju kelas yang selanjutnya.   Kelas Gianna selesai dan ia sekarang sudah tidak ada kelas lagi. Dia pun menghubungi Geno meminta untuk dijemput. Setelah keluar dari gedung, Gianna kini berdiri di gerbang kampusnya menunggu sepupunya itu.   Sedangkan itu di sisi lain.   "Eh, nj*r. Liat cewek itu ngga?" Ravindra memukul-mukul bahu Kenan bermaksud menyadarkan Kenan dari kesibukannya dengan kamera.   "Hah?" Kenan tidak menengok dan lebih memilih memperhatikan kameranya ketimbang menanggapi Ravindra.   "Itu. Liat geh cewek yang lagi berdiri di deket gerbang itu," kata Ravindra lagi disusul guncangan yang lebih kuat lagi pada bahu Kenan.   Mau tak mau karena kesal dan risih yang mendalam akibat guncangan terus menerus di lakukan Ravindra, Kenan mengikuti arah yang di tunjuk oleh Ravindra.   Kenan bisa melihat jelas seorang wanita dengan celana jeans soft blue dan kemeja putih sedang berdiri di gerbang. Kenan yang mengenal jelas setelan pakaian itu hanya mengedikkan bahu.   "Iya gue liat," -jawabnya- "Kaki nya masih napak. Wajar gue bisa liat," lanjutnya tak tertarik.   "Eh bukan itu anj*r!" Ravindra mendelik kesal melihat tanggapan Kenan yang tak sesuai dengan keinginannya.   "Terus apa?" Kenan masih berusaha tak peduli dan tetap mengotak-atik kameranya.   "Lo ngga liat gaya dia sekarang? Dia pasti model," Ravindra kembali membujuk Kenan yang pandangannya tak mau beralih sedikitpun.   "Gue ngga minat," sahutnya seraya menyingkirkan tangan Ravindra yang masih menempel di atas bahunya. Bibirnya berkata tidak peduli. Namun tanpa ia sadari gerak tubuhnya berkata sebaliknya. Ia sedikit demi sedikit melirik Gianna.   "Woy bgsd! Gue serius! Gaya dia kek model! Lo foto dulu gih. Terus lo tawarin jadi model lu. Dia pasti mau," Ravindra tak ingin menyerah begitu saja dan tetap membujuk temannya itu.   "Tapi gue ngga mau anj*r! maksa amat lu ker*!" umpat Kenan menolak dengan pandangan risih. Tak ingin di ganggu lebih lanjut, Kenan segera bergeser agar Ravindra tidak bisa menyentuhnya lagi.   Melihat respon Kenan seperti itu, Ravindra menjadi sedikit heran. Sikap Kenan tidak seperti biasanya. "Lah lu kenapa sih? Tumben-tumbennya lu ngga peduli gini sama objek foto yang bagus," katanya mulai menyerah membujuk Kenan   "Gue lagi ngga mood sama objeknya aja," ujarnya masih tak memperdulikan Ravindra.   Ravindra terdiam. Ucapan Kenan seketika membuat otaknya me-loading sesaat. "Lagi ngga mood ... WAIT! Lo udah kenal sama dia?" serunya tiba-tiba membuat Kenan sedikit tersentak akibat mulutnya tak di kontrol.   "Tsk! Apaan sih. Gue cuma tau namanya," decih Kenan mulai jengkel dengan sikap Ravindra yang selalu berlebihan.   "Eh anj*r. Kenapa lo ngga bilang?!" giliran Ravindra yang merasa kesal, ia spontan memukul bahu Kenan membuat pemiliknya mendelik menatap tajam.   "Sekali lagi lu sentuh gue, gue jual kamera lo," ancamnya.   "Lagian kenapa lo bisa bad mood sama tuh cewek?" sahutnya tak peduli dengan ancaman Kenan seakan-akan Kenan tak mengucapkan apa-apa. Ia kemudian memperhatikan Gianna yang masih menunggu sesuatu.   "Cara ngomongnya ngga lembut," kata Kenan memasukkan kameranya ke dalam tempatnya.- "Ketus. Gue udah nanyain dia soal jadi model buat gue. Tapi dianya nolak. Kalo nolaknya ngomong baik-baik sih gue masih oke. Tapi tadi dia ngomong sama gue ketus banget. Mood gue jadi hilang mau minta dia jadi model,"   Tangan Ravindra yang sebelumnya sudah diam, kini tiba-tiba kembali memukul bahu Kenan.   "Dia baru kenal sama lo. Wajar aja sikap dia begitu. Lagian, itu mungkin cuma kesan pertama lo doang. Gimana kalo dia aslinya ngga begitu? Coba lo deketin lagi. Tanya lagi baik-baik kayak sebelumnya. Siapa tau dia bisa pertimbangin," saran Ravindra bijak lengkap dengan senyum manis andalannya.   Sedangkan Kenan yang mendengar hanya menatap malas. "Udah?" katanya kemudian.   "Apanya?"   "Sejak kapan lo jadi Ravindra teguh?"   "Anj*r. Gua serius!"   "Yayaya. Nanti gue pikirin. Sekarang gue mau cari objek buat di foto lagi. Kalo ngga ya gue pulang. Mau ikut? Oh ngga. Bye!" pamit Kenan seraya menepuk bahu Ravindra beberapa kali di akhir ucapannya.   "Serah lo gil*. Tanya sendiri jawab sendiri!" tukas Ravindra kesal.   Kenan kemudian pergi meninggalkan Ravindra seorang diri. Selagi Kenan berjalan, lagi-lagi tanpa sadar ia melirik lagi. Gianna masih disana. Ia hanya berdiri, namun ia terlihat seperti model yang sedang berpose. Benar-benar alami.   "Apa iya, gue harus tanya lagi?" tanya Kenan di dalam batinnya.   "Tapi kalo dia nolak lagi kayak tadi gimana?"   Selagi Kenan bertanya-tanya begitu di dalam hatinya, kata-kata Ravindra kembali terngiang di telinganya.   "Kalau di pikir-pikir ... ." -langkah kenan berhenti. Kepalanya tiba-tiba memutar kembali memori saat ia memotret Gianna tadi.- "Tadi dia nangis?"   "Kenan!" seorang gadis tiba-tiba datang dan mengejutkan Kenan. Membuat Kenan spontan menoleh kaget.   "Astaga. Ngga usah ngagetin gue dong, Tia!" omel Kenan menatap dengan pandangan kesal. Entah mengapa, seharian ini banyak sekali yang membuat dirinya kesal.   "Hehehe, maaf," -cengir gadis itu seakan tak bersalah.- "Lagian, lo ngapain bengong? Kesambet loh ntar," ujarnya menakut-nakuti.   "Iya, setannya lo," sahut Kenan.   "Ih enak aja. Mana ada setan cantik begini?" kilahnya menyebik dengan sangat percaya diri.   "Dimana-mana setan itu pasti bisa berubah wujud jadi apapun buat ngerusuhin manusia," lanjut Kenan tak mempedulikan Tatiana yang begitu narsis.   "Ih! Tega kamu bilang kayak gitu sama aku?!" seru Tatiana tak terima.   "Kenapa harus ngga tega? Dah jauh-jauh sana. Rese banget kalo udah ketemu gue," usir Kenan sembari berjalan meninggalkan Tatiana.   "Eh Tunggu! Kok gue ditinggal," -seru Tatiana menyusul Kenan.- "Lo mau pulang kan? Jam gue udah abis. Gue ikut ya. Sayang duit mau pesel taxol," cengir Tatiana terus mengikuti langkah Kenan yang terkesan cepat baginya.   "Ya jangan pesel taxol lah. Pesen ojol aja. Sok kaya juga pake-pake taxol. Anak kuliah itu harus udah bisa hemat," ujar Kenan tak memperdulikan Tatiana yang berusaha ikut satu mobil dengannya.   "Ih apasih. Lo harusnya mikir dong. Lebih hemat lagi kalo lo mau barengin gue di mobil lo! Mentang-mentang udah dapet mobil dari Papa aja udah belaga lo ya?" hardik Tatiana sebal dengan sikap Kenan yang seakan menyatakan kalau dirinya adalah orang yang boros.   "Makanya belajar yang bener biar lo dapet mobil. Gue dapet mobil juga bukan cuma-cuma kali!" elak Kenan membela dirinya. Karena pada kenyataannya ia memang tidak mendapatkan mobil itu secara gratis.   "Iya oke iya. Terusin aja tuh nyombong. Cuma dapet juara hasil motret aja bangga," hina Tatiana memalingkan wajahnya kesal. Setiap kali membahas perihal mobil Kenan, selalu saja berhasil membuat Tatiana kesal.   "Eh sembarangan. Lo kira bisa dapet foto yang bagus itu asal jepret aja gitu? Udahlah, lo ngga akan gue kasih tumpangan. Terserah lo mau naik ojol, taxol atau lo mau ngesot juga masa bodo," tukasnya tak peduli lagi bagaimana nasib Tatiana.   "Lah kok gitu?! Tega lo sama cewek secantik gue heh?!" bentak Tatiana marah. Entah mengapa disaat marah seperti itu bia masih sempat menebar kenarsisannya.   "Bodo amat. Mau di liat dari microscope juga lo ngga ada cantik-cantiknya. Lebih cantik kamera gue," cibir Kenan tidak mempedulikan kenarsisan Tatiana yang sudah mendarah daging jika sudah kumat pada waktunya.   "Yaelah serah lo aja udah. Kawinin aja udah itu kamera punya lo. Tiap hari yang diperhatiin kamera doang. Cari pacar sana!" balas Tatiana mengejek setiap kali mengingat Kenan yang teramat sayang pada kameranya seperti pada pacar sendiri.   "Terserah!" sahut Kenan tak peduli. Tidak sadar setelah obrolan yang saling ngotot, kini mereka sudah sampai di tempat mobil Kenan di parkir. Kenan segera masuk ke dalam mobil di kursi kemudi dan tentunya Tatiana di samping kursi kemudi. Padahal Kenan belum mengatakan iya perihal memberinya tumpangan.   "Minta mobil sama Papa sana, biar lo bebas mau kemana-mana," saran Kenan memasang seatbeltnya setelah meletakkan kameranya diantara dirinya dan Tatiana.   "Minta-minta-minta. Lo kira minta mobil kayak minta permen? Papa ngga bakal kasih gue mobil sampe gue bisa naikin nilai atau paling ngga dapet prestasi di bidang yang lain," adunya sembari memasang seatbelt. Wajahnya yang merenggut semakin tertekuk mengingat Papanya itu masih memberikan persyaratan seperti itu sampai sekarang.   "Yaudah lo tingkatin prestasi lo," jawab Kenan enteng. Ia tampak fokus menghidupkan mobilnya dan mulai menjalankannya keluar dari pelataran parkir.   "Sayangnya ngga bisa. Di jurusan model, gue ngga bisa lebih dari si Ghata," ujar Tatiana miris. Jurusan model memang pilihannya. Tapi nyatanya, jurusannya memiliki anak emas yang selalu menjadi kebanggaan. Hal itu membuat semangat Tatiana untuk mengejar prestasi sedikit menurun karena merasa pesimis lebih dulu.   Sementara Kenan yang merasa asing dengan nama itu sedikit bertaut alisnya. "Ghata? Siapa?" tanya nya.   "Aghata Kanaya. Masa lo lupa?" Tatiana yang sempat berwajah sendu kini berubah berwajah kaget tak percaya akibat ucapan Kenan.   "Ngga kenal gue," jawab Kenan serius. Matanya terus fokus menatap ke depan jalan yang kini sudah hampir keluar dari pelataran parkir kampusnya.   "Eh gil* lo. Cewek kebanggaan jurusan model, masa lo ngga kenal?" seru Tatiana masih tidak percaya. Sungguh. Apakah di kepala Kenan hanya diisi dengan kamera saja? Sampai-sampai mengingat nama saja ia kesulitan.   "Dibilang ngga ya ngga!" tegas Kenan mulai kesal dengan nada suara Tatiana yang terus saja naik membuat telinganya berdengung.   "Please, lo itu tau orang ini, masa lo lupa namanya?" -ujar Tatiana masih tak percaya. Ia mengira kalau Kenan sedang bercanda. Tapi nyatanya, wajah Kenan terlalu serius untuk di sebut sebagai bercanda.- "Oke, gue ganti sebutannya deh. Cewek yang naksir sama lo, tapi lo tolak waktu dia minta jadi model lo. Lo inget sekarang?" pungkas Tatiana berusaha memberikan clue ingatan pada Kenan.   Sejenak, Kenan nampak diam dan mengingat-ingat. Lalu tak lama setelah itu wajahnya langsung berubah begitu merasa menemukan sesuatu. "Oh cewek itu. Ternyata namanya Aghata, toh?" -Kenan kemudian mengangguk-angguk.- "Tau. Emang dia cantik?"   "Yaelah! Kalo ngga cantik ngga bakal jadi kebanggaan jurusan model kali! Astaga, gue di masa lalu punya dosa apa sih bisa kembaran sama lo?" gerutu Tatiana geleng-geleng kepala seakan menyesal sudah terlahir bersama Kenan.   "Harusnya gue yang bilang begitu. Gue punya dosa apa di masa lalu bisa kembaran sama cewek yang ngga cantik kayak lo. Beruntungnya sih ngga kembar identik," cibir Kenan membalas tak mau kalah.   "Sembarangan emang ya kalo ngomong," sungutnya melirik sinis mendengar hinaan Kenan.   "Bodo amat!" cuek Kenan fokus menatap ke depan.   Sejenak, keheningan hadir di dalam mobil itu. Merasa bosan, Tatiana akhirnya memilih mencari kesibukan. Matanya meneliti setiap inci yang bisa di gapai matanya lalu berhenti saat melihat kamera Kenan yang diam tergeletak. Tangan Tatiana tiba-tiba berinisiatif sendiri dan mengambilnya.   "Eh, gue pinjem ya kamera lo. Mau liat hasil foto-foto yang lo ambil," ujarnya tepat setelah mendapat kamera Kenan berada dalam genggamannya.   "Kalo gue bilang ngga, apa lo bakal taro lagi itu kamera?" sindir Kenan sinis mengetahui Tatiana sudah lebih dulu mengambil kameranya.   "Haha, tau aja!" cengir Tatiana seakan tak berdosa. Kamera itu pun ia hidupkan. Begitu di buka, dia langsung melihat foto pertama yang di tampilkan. Itu adalah Gianna yang sedang duduk diam di lantai. Di dalam foto itu Gianna terlihat berwajah sedih.   "Loh ... ini," -Tatiana terkejut melihat Gianna bisa berada di dalam kamera Kenan.- "Lo kenal sama cewek ini?" tanya Tatiana menunjukkan layar kamera pada Kenan.   Kenan yang awalnya tengah fokus menatap jalan menurunkan sedikit kecepatannya lalu menoleh sejenak, ia kemudian kembali menghadap ke depan. "Cuma tau namanya. Kenapa?" jawabnya balas bertanya.   "Gue tadi ngga sengaja nabrak dia dan buat buku-buku yang dia bawa jatuh. Gue udah bantu pungut dan minta maaf. Tapi dia pergi gitu aja. Sikapnya dingin banget. Terkesan jutek malah. Tapi kok di foto ini ... ." -Tatiana kembali menatap foto itu untuk memastikan bahwa matanya tidak salah. Tapi tetap saja foto itu tidak berubah. Mereka adalah orang yang sama.   "Dia kelihatan beda banget sama yang gue liat langsung. Oh, lo yang minta dia pose begini ya? Atau dia pose sendiri?" duga Tatiana mengira-ngira.   "Ngga. Dia ngga tau kalo gue motret dia. Itu candid. Asli tanpa diminta," ucap Kenan menjelaskan.   "Lo serius?" Tatiana nampak masih tak percaya dan kembali menatap foto itu lagi.   "Ngapain gue bohong," sahut Kenan cepat.   "Kalo gitu ... ini cuma perasaan gue aja atau ... ." Tatiana berhenti, mata nya kemudian berpaling menatap Kenan.   "Dia lagi nangis," sahut Kenan.   "Tapi tanpa air mata," kata Tatiana menambahkan.   -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD