Nico terpaku ketika pria itu memperkenalkan namanya. Nico benar-benar tidak mengenalnya. Pria yang ada di hadapan Nico juga bukan anggota kepolisian. Bukan pula pengacara keluarganya. Nico memperhatikan dengan detail pria itu. Pria tinggi tegap dengan pahatan wajah yang tegas serta rupawan bak Dewa Yunani. Tatapan matanya tajam menyiratkan ketegasan. Senyumnya misterius seakan mampu membius siapa saja yang menatapnya. Pakaiannya rapi dengan setelan jas yang senada dengan dasinya. Jam tangan yang dikenakan pun merek ternama. Nico masih memperhatikan pria itu hingga ia terkejut dengan suara dehem pria di hadapannya.
“Ehem ... hem!” Pria itu membetulkan dasi yang ia kenakan. Bukan karena gerah, tapi karena bingung melihat Nico yang melongo menatap dirinya yang berada di hadapan Nico.
“Oh ... maaf! Aku tidak ada maksud lain, hanya aku mengamati Anda, sepertinya memang Aku tidak mengenal Anda ... atau Aku yang lupa? Tapi memang kita belum mengenal.” Nico mengatakan yang sejujurnya.
“Saya memang tidak mengenalmu sebelumnya! Saya juga tidak pernah muncul di media mana pun. Hanya wajahku familier di ranah pemerintahan dan penegak hukum ... sebenarnya siapa Saya itu tidaklah penting ... karena yang terpenting saat ini adalah pesan yang akan Saya sampaikan padamu!” Thomas menatap Nico dengan serius. Thomas memang orang yang serius. Bagaimana tidak? Pekerjaannya memang begitu, serius dan fokus dalam mengerjakan apa pun yang sudah ditugaskan padanya. Tanpa celah, Thomas Christian tidak pernah gagal atau meleset dalam menjalankan tugasnya. Tampan, Jenius, berwibawa, disiplin, dan misterius. Bahkan Thomas tidak mau jika identitasnya diketahui banyak orang. Lantaran dirinya adalah agen rahasia negara yang menjadi tangan kanan Vromme.
Nico masih terdiam. Dia sedang menebak-nebak apa yang akan disampaikan Thomas padanya. Sejak semalam, Nico sudah merasa pupus harapan akan masa depannya dan masa depan keluarganya.
“Apa yang ingin Anda sampaikan padaku?” Nico menatap pria yang berada di hadapannya.
Thomas melihat sekelilingnya. Lalu ia menundukkan kepala dan bahunya. Menatap serius ke arah Nico.
“Saya adalah kepala Agen rahasia negara yang diutus oleh Presiden Vromme untuk menjamin kebebasanmu!” Thomas Christian mengabarkan sesuatu hal yang sangat mengejutkan dan membuat Nico terbelalak.
“Hah? Ap—apa? Apa ini benar? Ma—maksudnya nyata? Kenapa? Bagaimana bisa? Atau pelakunya sudah tertangkap?” Nico yang terkejut memberondong Thomas dengan banyak pertanyaan yang melintas dalam pikirannya.
“Ssstttt!!! Sssttt!!! Jangan ribut! Bersikaplah biasa saja! Lihatlah Saya, bersikap tenang adalah kunci dari seorang agen mata-mata!” Thomas merasa berbangga di hadapan Nico.
“Oh ... baiklah! Maaf! A—aku hanya terkejut dengan berita yang Anda sampaikan padaku!” Nico masih tersenyum sambil menggelengkan kepalanya karena tidak percaya dengan kenyataan di hadapannya.
“Cckk ... Kau ini?” Thomas berdecap melihat tingkah Nico yang tidak seperti yang dibayangkan. Karena dalam bayangan Thomas, Nico adalah pemuda misterius, dingin, dan tidak banyak bicara. Namun kenyataannya Nico terlihat cerewet dan terlalu apa adanya.
‘Pantas saja dia tidak menjadi kandidat calon ketua Dewan partai politik seperti Ayahnya ... sikapnya terlalu polos!’ ujar Thomas dalam hatinya.
“Ehem ... tapi ... Anda bisa menjelaskan padaku? Bagaimana bisa Aku di bebaskan?” Nico penasaran dengan jaminan yang diberikan Presiden Vromme.
“Kami mengetahui bahwa Kau tidak bersalah, setelah kami mengumpulkan cukup bukti, termasuk dari keteranganmu ... setelah kami rapat dengan Komandan, keputusannya adalah menjamin kebebasanmu dengan syarat!” Thomas kembali serius dan lebih dalam menatap Nico, karena dia ingin melihat kesungguhan Nico.
“Eh? Ma—maksudnya? Syarat apa?” Nico mulai melongo karena mendengar kata syarat, dalam kalimat yang terlontar dari mulut Thomas.
“Kami akan menjamin kebebasanmu dengan syarat! Pertama kau harus bisa membuktikan bahwa bukan kau pelakunya! Untuk itu, kami akan memberikan tiga misi untuk mengungkap kasus besar yang tengah dihadapi oleh negara ... jika Kau menyanggupinya ... aku akan mengurus semua dan menjamin keamanan keluargamu! Kami menjamin kebebasanmu selama menjalankan misi! Selama itu, Kau harus mengumpulkan bukti mengenai pelaku penembakan Profesor Nazer! Karena misi yang akan kami berikan padamu, sepertinya akan membawamu pada pelaku pembunuhan yang sebenarnya! Bagaimana?” Thomas tersenyum manis, bibirnya mengulas senyum bak bulan sabit penuh misteri pada Nico.
“Apa? Aku boleh mengetahui syarat itu? Ma—maksudnya ... berbahaya?” Nico kembali bertanya pada pria yang masih meliriknya.
“Jawab saja! Setuju atau tidak? Hanya itu pilihannya! Jika setuju, Ayo ikut bersama Saya! Jika tidak setuju, tetaplah di sini! Menunggu persidangan! Tapi ... pasti Kau tidak bisa mengumpulkan cukup bukti untuk membuktikan bahwa dirimu tidak bersalah! Iya, kan?” Thomas dengan santai mengayakan hal itu. Ada alasan mengapa Thomas memilih Nico untuk menjalankan misi berbahaya itu.
“Baiklah Aku menyetujui syarat yang Anda berikan! Akan aku buktikan bahwa aku tidak bersalah!” Tanpa berpikir panjang, Nico menyanggupi tiga misi berbahaya yang harus dijalankannya demi menguak suatu fakta dan mengumpulkan bukti-bukti sebelum persidangan dimulai.
“Tunggu di sini! Setelah Kau keluar, segera temui Saya di ruangan tujuh lantai dua gedung kepolisian ini! Nanti biar Ajudan Saya yang akan mendampingimu!” Thomas akan mengutus David dalam mengurus surat bebas bersyarat untuk Nicolaas Hans.
“Lalu apakah orang tuaku mengetahui hal ini?” Nico mencemaskan keadaan keluarganya.
“Setelah Kau bebas, aku akan memberikan Kau waktu untuk memberitahu keluargamu mengenai apa yang baru saja terjadi, misi yang akan dijalankan pun adalah rahasia kita! Satu hal yang pasti keamanan kalian akan terjamin.” Thomas berani menjamin keamanan Nico beserta keluarganya.
“Baiklah! Aku bersedia!” Nico dengan penuh tekad menyetujui syarat yang diajukan oleh Thomas.
***
Thomas mengutus David untuk menyelesaikan berkas bebas bersyarat untuk Nico. Sedangkan dirinya menunggu di ruangan nomor tujuh lantai dua gedung kepolisian kota Nerve. Setelah Nico bebas bersyarat, David mengajaknya menemui Thomas di ruangan itu.
“Thomas!” sapa Nico setelah memasuki ruangan itu. Ia melihat Thomas sedang duduk dan melihat ke layar Laptop yang ia bawa.
“Komandan! Tugas sudah selesai!” David memberitahukan pada Thomas.
“Kerja yang bagus, David! Sekarang kita kembali ke Markas kita!” Thomas menutup laptopnya, lalu memasukkannya ke dalam koper kecil. Dia melenggang dengan langkah yang penuh percaya diri. Aura wibawanya sungguh luar biasa. Mereka bergerak menuju Markas EIA di gedung sebelah selatan gedung kepresidenan.
Gedung itu sebenarnya masih satu kompleks dengan gedung kepresidenan. Walau sudah terpisah dari gedung utama. Di sanalah Markas EIA berada. Nico mengikuti langkah mereka memasuki gedung EIA. Terkesan megah dan sangat rapi. Nico berjalan mengikuti langkah mereka. Thomas dan David mengajak Nico ke ruangan kerja Thomas yang ada di lantai tujuh.
Sesampainya di sana, Thomas mempersilakan Nico untuk duduk di kursi Sofa yang ada di dalam ruangan kerja Thomas. Sedangkan Thomas meminta David untuk menyiapkan layar monitor raksasa dan segala file yang berhubungan dengan tiga misi yang harus Nico jalankan. Apa saja kira-kira misi berbahaya itu? Nicolaas Hans terpaksa menjalani semuanya demi membuktikan bahwa dirinya bukan pembunuh.