bc

Wanita Yang Aku Campakkan (Ternyata Suamiku Brondong 2)

book_age18+
237
FOLLOW
1.8K
READ
revenge
love after marriage
second chance
billionairess
twisted
sweet
genius
icy
city
punishment
like
intro-logo
Blurb

Aku up satu minggu sekali, tiap hari sabtu. Ini kisah tentang anak Alvin dan Dion.

Mengadung unsur 18+

Nasi sudah menjadi bubur saat Aska tau siapa sebenarnya dia. Alvin yang dikiranya adalah musuh terbesarnya, ternyata Alvin adalah ayah kandungnya, sedangkan Andre … ternyata hanyalah seorang musuh yang telah membesarkannya, dan memanfaatkan Aska sebagai alat penghancur untuk Alvin dan teman-temannya.

Dan benar saja, Aska dengan sangat sengaja sudah berhasil membuat Thalita hancur disaat usianya masih remaja. Aska sengaja meninggalkan Thalita disaat dia mengandung anaknya, menunjukkan kepada Thalita siapa kekasih Aska yang sebenarnya. Tidak sampai di situ saja, Aska juga berhasil membuat Thalita di keluarkan dari sekolahnya disaat ujian akhir kelulusan. Keluarga besar Thalita juga mengusirnya dari rumah, karena kehamilan Thalita dianggap sebagai aib keluarga.

Di saat semua kebenaran terungkap, Aska bersedia menikahi Thalita yang sudah terlanjur membencinya. Hanya dia yang berusaha mempertahankan pernikahan mereka. Sedangkan Thalita, dia selalu mencari cara untuk berpisah dengan Aska, Laki-laki yang sangat dia benci, karena Thalita pikir, Askalah yang dulu menyuruh seseorang untuk menggugurkan anak mereka dengan sangat keji.

“Aku sadar, hanya kamu satu-satunya wanita yang aku cintai …” (Aska Prayogo)

“Aku benar-benar membencimu, Aska. Bahkan jika mungkin, aku ingin melepas kulitku yang pernah engkau sentuh!” (Talitha Wicaksono)

chap-preview
Free preview
Prolog
Suara pintu ruangan VIP terbuka, seorang Dokter masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang begitu cemas. “Maaf, sebelumnya Tuan.” Dokter terlihat cemas saat bicara. “Ada apa, Dok?” tanya si pria muda yang tak lain adalah Alvin. Dia sengaja menunggu Adel yang baru saja melahirkan Putra pertama mereka. Adel menatap Dokter dengan tatapan penuh curiga. “Ada apa ini, Dok?” tanya Adel khawatir, mengingat ekspresi Dokter yang tidak seperti biasanya. “Putra Anda tidak ada di box bayinya.” Dokter menunduk, dia bingung harus mulai berbicara dari mana, karena Alvin bukan orang biasa. “Apa!” seru Adel dan Alvin bersamaan. Wajah keduanya memucat. Adel mencengkeram erat lengan Alvin. “Tidak! ini tidak mungkin …” Adel menoleh ke arah Alvin dengan tatapan memohon. “Bang, temukan dia …” lirih Adel, dengan air mata berderai. Mata Alvin memerah, meraih Adel ke dalam dekapannya. “Abang janji, akan menemukan dia secepatnya!” Alvin meneloh ke arah Dokter dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak mau tau, kalian harus menemukan kembali Putra kami, atau aku akan menghancurkan Rumah Sakit ini!” seru Alvin. Keringat dingin menetes di wajah Dokter, dia benar-benar takut menghadapi Alvin yang terlihat menakutkan. “Ka—kami akan berusaha, pe—permisi Tuan,” ucap Dokter gugup. Berlalu dari ruangan itu, dia harus berusaha menemukan kembali Putra Alvin. “Tidak! aku tidak bisa kehilangan dia …” suara Adel melemah, wajahnya memucat. “Yang, Abang akan berusaha menemukannya, kamu jangan kek gini, kita harus kuat.” Meskipun hati Alvin hancur, dia harus terlihat kuat di depan Adel yang kesehatannya belum pulih sepenuhnya. Adel menitikan air matanya. “Bagaimana kalau dia tidak kembali …” Tatapan mata Adel kosong, hatinya benar-benar hancur. Alvin menggertakkan giginya, satu tangannya memeluk tubuh lemah Adel, satu tangannya lagi mengambil ponsel dari saku celananya. Alvin terlihat sibuk menghubungi seseorang. “Cepat ke sini!” Tidak perlu bicara banyak, orang yang Alvin hubungi pasti akan segera datang. Alvin menutup sepihak panggilan teleponnya, meletakkan ponselnya asal. Memeluk erat Adel yang semakin melemah. *** Di tempat lain, terlihat seorang perempuan yang menggunakan masker, lengkap dengan seragam susternyanya. Dengan perasaan gugup, dan takut yang luar biasa, dia terus memeluk seorang bayi mungil yang berhasil dia culik dari Rumah Sakit tempatnya bekerja. Si wanita berada di sebuah gedung kosong, di tempat yang sudah di janjikan oleh seseorang. Demi biaya pengobatan ibunya, dia rela melakukan hal gila seperti saat ini. Tidak butuh waktu lama, seorang pria bertubuh tegap dengan masker di wajahnya, datang ke tempat itu dengan pengawalan beberapa orang. Si pria mendekati wanita itu. Mengulurkan ke dua tangannya pada si wanita. “Berikan bayi itu,” ucap si pria. Si wanita mundur satu langkah, memeluk erat tubuh mungil bayi yang tadi dia bawa kabur dari Rumah sakit. “Berikan dulu uangnya!” seru si wanita. Si pria menyipitkan matanya, satu tangannya menengadah, seorang pengawal maju, membukakan sebuah koper berwarna hitam, yang ternyata isinya sejumlah nominal uang. Pengawal menutup kembali kopernya, menyerahkan koper kepada si Pria. “Ambillah uang ini, dan serahkan bayi itu!” seru si pria. Meletakkan koper yang dia pegang di depannya. Dengan langkah sedikit ragu, si wanita maju, menyerahkan bayi itu kepada si pria. “I—ini …” Si pria menerima bayi dari tangan si wanita. “Kerja bagus,” puji si pria, dengan tatapan yang begitu menakutkan. Tanpa wanita itu duga, si pria mengeluarkan sebuah senjata api dari balik jas mahalnya. “Terima kasih, Suster!” Tanpa ragu, si pria menembak ke arah suster, tepat di jantungnya. “Ackhh …” Si wanita ambruk seketika. Tanpa rasa menyesal sedikitpun, si pria kembali menyimpan senjatanya, membalikkan badannya, menyerahkan bayi yang dia gendong kepada salah satu pengawalnya. “Bawa dia ke Surabaya! jangan sampai ada yang curiga!” perintah si pria, melangkah maju ke depan, berjongkok di depan tubuh si wanita. Memastikan jika si wanita benar-benar tiada. Si pria menyunggingkan senyumnya. “Suster yang malang …” lirih si pria. Kembali berdiri, membalikkan badannya. Berjalan meninggalkan tubuh si wanita yang sudah terbujur kaku, diikuti oleh beberapa pengawalnya dari belakang. “Cepat! kita tidak ada waktu lagi, aku akan pergi ke penjara, kalian bawa bayi ini dengan pesawat yang sudah di siapkan!” perintah si pria. Para pengawal bergegas masuk ke dalam salah satu mobil yang sengaja mereka parkir di depan gedung kosong itu. Si pria masuk ke mobil miliknya, melepaskan masker, rambut palsu, serta sarung tangan yang tadi dia pakai. Si pria menyunggingkan senyumnya. “Kelak, bayi itu yang akan menghancurkan keluarga lo, Al …” Si pria yang ternyata, Vico. Melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, dia harus menemui seseorang di penjara. Selang beberapa waktu kemudian, beberapa iringan mobil berhenti tepat di depan gedung kosong. Mereka bergegas keluar dari dalam mobil. Ternyata Alvin dan beberapa anak buahnya yang mendatangi tempat itu. “Bapak yakin, tadi menurunkan suster yang menculik Putra saya di sini?” tanya Alvin kepada seorang supir taxi yang tadi sempat mengantar seorang suster ke daerah itu. “Iya, Tuan. Saya menurunkannya di sini, katanya itu anak yang di buang oleh orang tuanya, karena curiga, saya lapor ke pihak Rumah Sakit,” ucap Si sopir taxi. Alvin menoleh ke arah anak buahnya. “Tunggu apalagi, sisir semua tempat ini!” seru Alvin. Bergegas masuk ke dalam sebuah gedung kosong, diikuti oleh anak buahnya, dan sopir taxi yang ikut dengan mereka. Alvin seperti seorang yang kesetanan, berjalan memasuki gedung kosong itu. Harapan dia hanya satu, putranya baik-baik saja. “Suster! Keluar!” teriak Alvin. “Tuan!” seru salah satu anak buahnya. Alvin menoleh ke arah anak buahnya. “Ada apa!” seru Alvin. “Ada mayat seorang suster!” Alvin dan semua orang bergegas mendekat ke tempat kejadian. Terkejut, sudah pasti. Siapa yang tega melakukan perbuatan sekeji ini. Wajah Alvin seketika berubah cemas, dengan nafas naik turun, Alvin memeriksa seluruh ruangan di gedung itu. “Cari Putraku!” seru Alvin, dengan wajah yang begitu frustasi, karena pencariannya tidak membuahkan hasil. *** Lapas Vico menatap seorang pria dengan pakaian seorang tahanan, berjalan kearahnya dengan di kawal oleh dua orang polisi. Si pria yang ternyata adalah Andre, berjalan kearah Vico. Duduk di sebuah kursi berhadapan dengan Vico. “Gimana, Vic?” tanya Andre begitu dia duduk berhadapan dengan Vico. Vico menyunggingkan senyumnya. “Beres … gue tinggal mengurus kebebasan lo …” lirih Vico. Andre menghela nafas. “Apa gue bisa bebas secepatnya?” tanya Andre. “Gue akan berusaha mengajukan banding, lo tenang aja,” ucap Vico, menggenggam tangan Andre. “Hari ini, genap satu tahun sejak kepergian Bella. Harusnya anak gue sudah lahir, bahkan mungkin gue bisa menimangnya saat ini …” lirih Andre. Air matanya berderai begitu dia mengingat semua kejadian tragis itu. “Lo tenang aja, Ndre. Pada saatnya nanti, semua akan terbalas. Gue janji! Kita persiapkan anak itu sebagai mesin penghancur mereka.” Vico harus hati-hati saat berbicara agar tidak mengundang kecurigaan. Andre mengangguk. “Gue akan tunggu saat semua itu tiba …” lirih Andre. *** Rumah Sakit Alvin berjalan menuju ruangan VIP tempat Adel di rawat, Arka memberitahukannya, jika Adel sempat tak sadarkan diri, itu sebabnya … Alvin segera meninggalkan lokasi kejadian. Begitu sampai di depan ruang VIP, Alvin mendorong kuat pintu masuk ruangan. Semua orang menoleh kearah Alvin yang tengah memasuki ruangan. “Yang!” Seru Alvin. Berlari ke arah Adel yang terbaring lemah. Memeluk Adel dengan hati yang hancur dan frustasi. Adel terisak dalam pelukan Alvin. “Gimana, Bang …” lirih Adel. Avin mengeratkan pelukannya pada tubuh lemah Adel. “Abang akan terus berusaha mencarinya,” ucap Alvin. Adel menggeleng lemah, itu artinya bayi mereka belum juga di temukan. “Enggak, ini nggak mungkin …” Suara Adel melemah, tangannya terkulai lemas. Adel kembali tak sadarkan diri dalam dekapan Alvin. “Yang! Yang! bangun. Jangan kek gini …” suara Alvin bergetar. Mungkinkah Putranya yang bahkan belum sempat diberi nama bisa mereka temukan, atau …

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Dilamar Janda

read
319.5K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook