Bab 6. Sabar

1066 Words
Alena akhirnya mengikuti keinginan dari CEO baru, dia pergi pagi-pagi ke rumah Rafli, dia mengerjakan semuanya persis seperti istri yang mempersiapkan pakaian untuk suaminya yang akan bekerja Alena saat ini hanya bisa pasrah. "Alena, saya tidak suka baju ini. Kamu tidak tahu, ya,.selera saya itu seperti apa. Kenapa kamu memberikan saya kemeja berwarna pink! Tukar kembali," tegur Rafli yang melempar kemejanya ke arah Alena hingga membuat kemeja mendarat di wajahnya tertutup oleh kemeja Rafli. Rafli kembali duduk di sofa sambil menunggu Alena mencarikan baju untuknya. Alena hanya bisa menganggukkan kepala, dia menahan amarahnya. "Dasar Rafli tidak berguna, ini sudah penindasan namanya. Aku akan membalasmu," gumam Alena yang segera mengambil baju Rafli dan dia mengepalkan tangannya dengan cukup erat untuk melampiaskan kekesalannya kepada pria tersebut, Rafli yang liriknya tersenyum dan dia melihat tangan Alina terkepal di bajunya. "Hei, jangan membuat kusut bajuku. Simpan yang baik kalau sampai kusut aku akan memintamu untuk menggantinya mengerti?" teriak Rafli yang membuat Alena sekali lagi hanya mengganggukan kepala. Alena merapikan bajunya yang tadi sempat kusut akibat tangannya yang tidak sengaja mengepal di kemeja milik CEO muda tersebut. Sesampainya, di ruang ganti pakaian, Alena membuka lemari pakaian milik Rafli dengan cukup kasar dia menggantung kembali pakaian yang sudah diambil tapi tidak diinginkan oleh Rafli. "Apa yang menjadi selera dia, cobalah lihat semuanya putih, putih, hitam, hitam, hitam dan ini kenapa ada baju pink di sini, apa dia sengaja mengerjaiku. Bukannya, dia tadi mengatakan cari baju yang berbeda, sudah aku carikan, tapi dia tidak suka dasar pria aneh." Alena terus mengomel dengan wajah kesal. Alena akhirnya, mengambil dua pakaian, putih dan hitam untuk diberikan kepada Rafli, biarkan pria tersebut yang memilihnya karena jika dia yang memilih maka dia akan bolak-balik dari kamar ke ruangan ganti, itu akan membuat dia semakin kesal dan marah. Alena berdiri tepat di depan Rafli yang sedang menonton acara televisi. Rafli yang melihat Alena berdiri di depannya menaikkan alis dan dia melihat hitam dan putih satu di kanan dan satu di kiri. "Apa itu?" tanya Rafli. "Selimut," jawab Alena singkat. Rafli mulai memperlihatkan wajah garangnya, dia tidak suka jika jawaban Alena seperti itu. "Kamu mengatakan kalau bajuku selimut, begitu?" tanya Rafli. "Ck, Anda sudah tahu kalau ini baju. Kenapa Anda bertanya lagi. Sekarang Anda tinggal pilih hitam atau putih karena di dalam lemari tidak ada baju yang berbeda kecuali baju yang tadi," jawab Alena singkat. "Putih, tapi aku tidak mau motifnya seperti itu, cari yang lain," jawab Rafli kembali. Kesal? Pasti. Alena menarik nafas dan membuangnya perlahan dia sudah tidak bisa berkata apa-apa, motif apa yang ada di kemeja putih ini, pikirnya. Tidak ada sama sekali motif yang terlihat hanya polos dan dia meminta untuk mencari kemeja lain yang katanya tidak bermotif. "Maaf, Tuan Rafli yang terhormat. Sebelumnya, saya ingin mengatakan kalau kemeja putih ini tidak ada motif, dia polos dan semua baju-baju Anda tidak ada motif juga, jadi jangan memaksa saya untuk memakaikan kemeja ini ke tubuh Anda dan kalau itu terjadi maka Anda tidak akan selamat." Alena sudah kehabisan akal dan kesabaran juga. Mungkin orang masih bisa bersabar, tapi kalau dia tidak. Tidak peduli kalau saat ini dia harus dipecat kembali untuk yang kesekian kalinya. Yang penting, dia bisa melampiaskan semuanya kepada Rafli si CEO muda yang terlalu banyak drama ini. Rafli yang mendengar perkataan Alena segera mengangkatkan tangannya dan menggerakkan jarinya untuk meminta Alena mendekat dengannya. Alena mendekati Rafli dan memberikan kemeja putih tersebut kepadanya, dia sungguh risih karena Rafli tidak memakai pakaian, hanya pakaian dalam yang memperlihatkan otot-otot lengannya dan itu bisa merusak matanya, mungkin sebagian orang akan suka, tapi dia tidak. Alena segara berbalik dan kembali meletakkan pakaian yang tidak di inginkan oleh Rafli. Setelah itu, dia keluar dari kamar tidak ingin berlama-lama di kamar tersebut. Rafli yang melihat Alena keluar hanya cuek setelah berpakaian dia pun mengambil jas yang sudah disiapkan oleh Alena dan turun ke ruang makan. Di sana dia sudah melihat makanan yang terlihat berbeda seperti yang biasa dia makan. "Kamu masak apa itu?" tanya Rafli. "Sosis panggang dan juga salad sayur-sayuran. Apa Anda tidak suka?" tanya Alena. "Tidak, saya mau makan roti berikan saya roti dan olesi dengan selai strawberry dan kacang serta coklat ," jawab Rafli yang segera duduk di kursi sambil menunggu makanan yang disediakan oleh Alena. Lagi-lagi kesabaran Alena teruji, dia diminta untuk mengolesi selai strawberry, kacang dan coklat. Bagaimana caranya, tapi Alena tidak habis akal, dia mengambil roti dan membagi tiga antara selai tersebut. Rafli hanya memandangnya, dia tidak menyangka kalau Alena bisa melakukan yang dia katakan. "Ini makanannya, Tuan. Selai coklat, stroberi dan kacang, jadi satu. Silahkan dinikmati," jawab Alena dengan suara yang lembut dan senyum yang terpaksa. Rafli segera memakan roti yang sudah dibuat oleh Alena. Sedangkan Alena, masih berdiri di samping Rafli. "Duduklah, makan. Aku tidak ingin nanti dituntut oleh keluargamu jika kamu sakit dan juga aku tidak mau kalau kamu pingsan di kantor karena tidak sarapan. Aku bukan atasan yang kejam, menyiksa karyawannya," jawab Rafli dengan ketus. Alena tidak banyak komentar. Dia segera duduk dan makan makanan yang sudah dia buat tadi daripada mubazir lebih baik dia menghabisinya. Rafly hanya melirik Alena yang makan dengan lahap setelah selesai makan barulah mereka bergegas menuju ke garasi karena Alvin sudah menunggunya. Melihat majikannya dan Alena keluar dari rumah Arvin menundukkan kepala. "Selamat pagi Tuan, selamat pagi sekretaris Alena," sapa Arvin. "Selamat pagi asisten Arvin. Bagaimana harimu. Apakah sudah sarapan?" tanya Alena membuat Rafli menaikkan alisnya. Dia melihat interaksi antara keduanya sangat dekat. Rafli yang tidak suka jika Alena baik dengan Arvin, dia segera berdehem. "Jika kalian ingin bertegur sapa, nanti saja saat di di kantor dan pas jam istirahat, sekarang tidak ada waktunya untuk kalian saling menyapa satu sama lain," protes Rafli yang segera masuk ke mobil. Alena dan Arvin hanya bisa diam, mereka tidak membuka suara. Satu persatu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan rumah. Alena segera memberitahukan tugas apa yang akan Rafli lakukan hari ini, dia tidak ingin sampai mengulang untuk kedua kalinya membacakan tugas apa saja yang akan Rafli lakukan di kantor. "Tuan, Anda mendapatkan undangan dari klien Anda, dia akan mengadakan pesta nanti malam. Apakah Anda akan ikut, jika Anda akan ikut saya akan konfirmasikan kepada asistennya. Kalau Anda datang menggantikan Tuan Abraham," ucap Arvin memberitahukan kepada Rafli kalau dia di undangan di pesta dari kliennya. "Baiklah, saya datang. Dan, kamu Alena dan Arvin ikut saya dan satu lagi, apa kamu punya gaun untuk pergi ke pesta Alena?" tanya Rafli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD