ORANG PERTAMA bab 8 : Kirain Minta di cium?

1267 Words
~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ 11:45, Seoul. Jin Seok berdiri di dekat jendela kamar menatap punggung Ning yang sedang menatap beberapa bunga yang ia pesan setelah sarapan tadi. Kata nya sih, menata bunga bisa menjadi healing dan juga penyemangat kita saat berada dalam kesedihan. Jadi itu artinya dia sedang sedih sekarang, begitu kan? Lalu bagaimana bisa dia tertawa begitu lebar nya saat menerima panggilan dari seseorang. Jin Seok terus memperhatikan gerak gerik dari Ning. Sedangkan yang diperhatikan malah asik menata bunga-bunga dengan earpods di telinga kanan kiri nya. "Jadi kamu suka bunga? Ibu juga suka bunga sama kayak kamu." kata orang itu. "Coba kalau kamu lagi sedih atau sedang memikirkan sesuatu, apa yang bakalan kamu lakuin biar kesedihan itu perlahan menghilang. Bukan sepenuh nya tapi perlahan-lahan." Senyum Ning perlahan terukir meraih selang untuk menyiram bunga nya yang baru saja ia tanam. Bukan hanya gadis itu tapi juga seseorang yang sedang menemani nya berbincang lewat handphone. "Berarti ibu--" "Eih, gak gitu juga Han Sung. Bisa aja kan ibu kamu emang punya hobi sama bunga. Kalau kamu hobinya apa?" "Em, masak?" "Really? Wah...ternyata kamu pinter masak." Ning sangat antusias mendengar kata masak. Sedangkan Han Sung terkekeh mendengar antusias dari Ning. "Kenapa?" tanya nya "Mau tau rahasia gak," kata Ning "Apa itu?" "Aku gak bisa masak, hahahaha" suara tawa Ning menggema di taman rumah besar nya dengan Jin Seok. "Kamu tuh ya, kirain apa. Kalau kamu mau, aku bisa kok ngajarin masak. Gimana?" tawar Han Sung berharap gadis itu mau menerima tawaran nya. Ia berniat mengenal teman baru nya itu lebih jauh lagi. "Ish, kenapa baru ngomong sekarang sih. Tau gitu aku gak daftar les masak tadi." kesal nya, Han Sung malah terkekeh. "Kamu aja baru ngomong kalau gak bisa masak." "Iya sih, hehehe." Kedua nya tertawa. "Ah, Han Sung. Udah dulu ya, aku harus siapin perlengkapan kuliah minggu depan." "Oke, sampai jumpa nanti." "Sampai jumpa nanti." Ning tersenyum memutuskan obrolan mereka dan segera masuk ke dalam rumah tak lupa membersihkan tangan nya. "Astaga!" Pekik Ning terkejut begitu melihat Jin Seok berada di samping nya yang saat ingin ke dapur menenteng bingkisan. "Sudah selesai? Kalau sudah, ayo siapkan makan siang setelah itu pakai hanbok yang mama kirim. Kita akan ke rumah jam 3 nanti." Tegas Jin Seok memberikan bingkisan itu pada Ning. Ning menerima nya, "Apa ibu sama ayah juga ada di sana?" tanya nya berharap kedua orang tua nya datang kerumah mertua nya. Jin Seok mengangguk berjalan ke pantry membuka kulkas dan mulai mengeluarkan bahan masakan, juga sisa makanan yang mereka makan tadi pagi. Ning yang melihat anggukan Jin Seok pun melompat senang berlari ke arah laki-laki itu dan memeluk nya dari belakang. Jin Seok yang menerima pelukan itu pun terdiam kaku, "A-apa yang kamu lakukan?" tanya nya berusaha tenang walau degup jantung nya kini tidak bisa dikontrol begitu saja. Ning melepaskan pelukan nya menggeser satu langkah, memajukan wajah nya di depan Jin Seok lalu menaikkan pandangan ke arah nya yang melotot. Gadis itu tersenyum tulus, "Ning seneng mau ketemu sama ibu dan ayah. Makasih om udah mau bawa Ning kerumah mama Yoo Na." Ungkap gadis itu dengan senyum yang tak luntur sedikit pun.Ia sedikit berjinjit dan... Cup! Satu kecupan mendarat di pipi Jin Seok yang semakin kaku mengedip-ngedipkan mata tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sedangkan Ning, "Ning sayang om." setelah itu, ia segera berlari ke kamar tanpa peduli apa yang baru saja ia lakukan pada Jin Seok. "OM, NING MAU SIAP-SIAP DULU. MAAF GAK BISA BANTU." Seketika Jinseok tersadar mendengar teriakan gadis yang telah membuat terlihat bodoh sekarang. Terdiam bak patung, dengan hawa panas tiba-tiba saja menjalar ke atas kepala nya, bahkan wajah pun seakan melepuh. Jin Seok dengan cepat berlari ke wastafel kamar mandi di samping dapur, segera membasuh wajah nya. Ia menatap lekat pantulan dirinya di cermin. "Itu bukan apa-apa. Kamu Kim Jin Seok yang tak punya perasaan itu lagi, dan akan selalu seperti itu. Dia hanya gadis yang baru saja menginjak usia dewasa itu arti nya masih labil." cerca nya masih menatap lekat pantulannya di cermin. "Perasaan seperti itu hanya sebuah fatamorgana bagi saya, dan akan selalu seperti itu." Sekali lagi ia membasuh wajah nya kemudian melanjutkan apa yang akan ia lakukan. ~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ Aku senang akan bertemu ayah dan ibu lagi setelah dua hari ini kami berpisah, mereka tak pernah menghubungiku. Huh, menyebalkan. Seharus nya mereka tetap menghubungi ku, tak perlu melakukan panggilan cukup mengirim pesan, aku pasti sudah senang. Awas saja kalau bertemu nanti akan ku peluk mereka dengan sangat erat, hehe. Wah, aku menatap kagum hanbok yang kupakai saat ini. Kalau diingat-ingat lagi, kapan ya terakhir aku memakai hanbok? Ah, benar. Hari raya orang tua hehe. Hari dimana aku akan melakukan apa yang membuat ibu dan ayah senang karena itu adalah hari mereka. Ah...aku semakin merindukan mereka. Memakai hanbok setelah pernikahan sedikit wajib, apa lagi pertemuan pertama kami dengan orang tua. Dengan memakai hanbok, kami akan meminta restu kembali atas pernikahan ini. Rambutku yang panjang, hitam pekat sudah aku rapikan dengan kepangan tak lupa pita orangered yang sesuai dengan hanbok yang kupakai saat ini. Ngomong-ngomong kenapa aku merasa aneh setelah melihat wajah Om lebih dekat, sesak yang menyenangkan tergantikan dengan sesak yang menyesakkan setelah mendapat sentakan dengan nada suara berbeda, bahkan air mata ku menetes begitu saja. Ada apa denganku? "Ning turun sekarang." teriakan Om membuyarkan lamunan ku. "Iya om." balasku segera keluar dari kamar tanpa membuka hanbok ini. Melihat langkah ku yang sedikit tergesah-gesah karena tak ingin membuat nya menunggu, Om terdiam begitu aku berada di hadapan nya. Mata nya berkedip-kedip entahlah apa maksud tatapan nya itu. "Kenapa om, aneh ya Ning pake baju hanbok gini?" tanya ku membuat nya tersadar kemudian menggeleng pelan, Aku malah semakin bingung melihat nya. "Duduk sekarang." Titah nya mulai menyantap masakan nya. Melihat itu, aku pun segera duduk dan ikut menyantap makanannya yang terasa sangat enak. Aku tak bisa berbohong jika masakan om benar-benar enak, bahkan sangat enak. "Kita berangkat jam tiga, tapi kenapa memakai nya sekarang?" tanya nya tanpa melihatku sedikitpun. "Biar om nya gak repot nungguin Ning nya nanti karena kelamaan dandan, hehe." "So-soal tadi, itu ka-kamu kenapa lakuin?" tanya nya mulai menatapku meminta jawaban yang pertanyaan nya saja aku tak tahu. "Maksud nya?" Om Kim menghela nafas, "So-soal di-disini." ku lihat Om menunjuk pipi kanan nya. Maksud nya apa sih? Aku yang bingung pun berdiri lalu berjalan ke arah nya kemudian menunduk mendekati pipi nya namun Om malah menjauhkan diri menatapku dengan tatapan bertanya. "M-mau ngapain kamu?" Bukan nya menjawab aku kembali mendekati bahkan semakin dekat di pipi kanan nya kalau saja dia tak menahan keningku dengan jari telunjuknya "Kamu mau ngapain hah?" sewot nya dengan jari masih berada di keningku. Aku menatap jari nya kemudian menatap nya, "Soalnya ayah kalau nunjuk pipi berarti minta di cium." "Apa!?" "Kirain om juga minta di cium." kataku menjauh dari nya. "Gila kamu." "Enak aja ngatain gila. Kalau gak mau di cium juga gak apa-apa, Ning gak maksa juga kan." kesal ku kembali ketempat duduk menyendok nasi dengan kesal. Helaan nafas panjang bisa ku dengar, "Kalau orang lain yang minta cium, kamu cium gitu?" aku hanya mengangguk polos tanpa melihat nya melotot tidak percaya. "Han Sung?" Mendengar nama Han Sung, aku mengarahkan tatapan pada Om, "Emm, Han Sung jauh jadi gak mungkin. Yang deket cuma om. Tapi om nya gak mau, yaudah Ning gak akan cium Om nya." Jin Seok belike."Dia ini polos apa bodoh sih?" batin nya ☘️ ☘️ ☘️ "HAAAACHUUUUHH…!" kok kayak ada yang ngomongin aku ya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD