ORANG PERTAMA bab 7 : Sesak yang menyenangkan atau...

1140 Words
~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ 08:24, Seoul. Young Suk membantu Yoo Na meminum obat setelah sarapan mereka. Kesehatan Yoo Na akhir-akhir ini sedikit terganggu. "Aku akan menyuruh anak dan menantu kita untuk mampir." kata Young Suk berharap sang istri sedikit ceria. Yoo Na mengangguk, "Sekalian aja undang Tuan Hwang dan istri nya biar kita makan malam di sini." saran nya menyodorkan gelas nya pada Sang suami. "Iya aku akan menghubungi mereka, dan meminta Bibi Lee menyiapkan semua nya nanti. Untuk sekarang kamu istirahat biar nanti malam bisa duduk di tengah-tengah kita." Yoo Na pun mengangguk membiarkan Young Suk menyelimuti nya kemudian keluar tak lupa mengecup kening nya. Di luar Young Suk menghela napas menjauh dari kamar, mencari kontak Dong Ho. Saat panggilan terhubung, ia segera mengutarakan niat nya untuk mengundang kedua besan nya itu. "Dong Ho-ssi, bisakah anda kerumah kami untuk makan malam hari ini? Anak-anak juga akan datang nanti nya." "Tentu tuan, apalagi ada anak-anak. Istri saya pasti akan sangat senang." Young Suk tersenyum tipis mendengar ajakan nya di sambut dengan semangat. Obrolan mereka terus berlanjut, hanya obrolan di antara lelaki yang sudah menyerahkan anak putra putri satu-satu mereka. ~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ Trak...duck…! Jinseok yang masih terlelap tersentak mendengar suara bising pun segera bangun, nyawa nya belum terkumpul sepenuh nya namun memaksa untuk berjalan keluar dari kamar. Pikiran nya hanya tertuju pada Ning, entah apa lagi yang gadis itu perbuat sampai mengganggu jam tidur nya. Dengan linglung ia berjalan menuruni tangga memperjelas penglihatan nya melihat seorang gadis berdiri membelakangi nya. Sedangkan tersangka Ning membasuh tangan nya dengan air agar darah nya berhenti. Benar, gadis itu tak sengaja mengenai tangan nya ketika ingin membuat salad buah sebagai sarapan. Tapi bukanya buah yang dipotong malah ujung jari bahkan ujung kuku nya pun terpotong. Untung nya tak terlalu parah. Ning yang meringis sesenggukan menahan perih di tangan pun tersentak saat Jinseok menghentikan saluran air yang membasuh jari nya yang terkena. "O-om hiks…" lirih nya menatap Jinseok sendu yang juga menatap nya sedikit berbeda dari sebelumnya. Entah apa yang yang ada dalam pikiran Jinseok, laki-laki itu meraih pinggang Ning mengangkat tubuh gadis itu mendudukkan nya di atas meja kemudian mencari kotak p3k. Isakan Ning terhenti mendapat perlakuan itu dari sang suami. Wajah nya tiba-tiba saja memerah menjalar ke seluruh tubuh nya, ia merasa udara di ruangan sekarang telah habis. Ning meringis menggigit bibir bawah nya pelan memejamkan mata saat Jinseok mulai mengobatinya. Laki-laki itu menaikkan pandangan nya melihat wajah Ning yang meringis dengan mata terpejam. Melihat wajah sang istri lebih dekat seperti sekarang, ada perasaan aneh yang ia rasakan namun segera menepis apa pun itu. Ia kembali fokus melakukan pengobatan pada tangan gadis itu. "Saya menyuruh kamu untuk memperhatikan kemarin kan, tapi malah tertidur. Lalu sekarang lihat, kau kena sendiri. Masih untung jarimu tidak hilang." Jinseok meniup luka di jari Ning, "Lain kali perhatikan baik-baik apa yang orang lain ajarkan, kamu gak akan seperti ini jika serius." ia kembali menaikkan pandangan keNing yang juga membuka mata. Ning dan Jin Seok bersitatapan. Kedua nya terdiam saling mengagum, walau hanya Ning yang menatap setiap inci wajah laki-laki yang menjadi suami nya dua hari yang lalu. Alis tebal, bulu mata sedikit pendek namun lentik, bibir yang tebal dan hidung panjang lonjong merupakan ciri khas dari laki-laki di hadapan nya. Ning tak bisa mengalihkan tatapan nya. Ia tidak bisa berbohong ada perasaan hangat melihat bola mata yang selalu memberinya tatapan dingin itu. Ia yakin, mata ini dulu nya sangat lah hangat. Entah apa yang membuat nya melempar tatapan mengintimidasi lawan bicara nya. Ning ingin suatu saat nanti ia bisa melihat tatapan hangat itu tanpa harus terluka dulu seperti sekarang. "Sudah?" "Eh? Apa nya?" Tuk! Ning meringis mengusap kening yang Jinseok ketuk, ia mempoutkan bibir melirik laki-laki itu sinis. Si pelaku tanpa merasa bersalah hanya menarik diri, "Tangan kamu sudah saya obati. Kekaguman kamu sudah selesai kan? Jika sudah saya harus memasak dan membereskan kekacauan yang kamu lakukan." kata nya menjauh sedikit melihat Ning yang masih mengusap kening nya. Jinseok terkekeh pelan tanpa Ning sadari. Gadis itu terlalu kesal pada nya yang dengan seenak nya mengetuk kening kesayangan nya. "Untuk pertama kali setelah sekian lama, saya melihat nya lagi. Tapi kali ini berbeda, tatapan itu lebih sendu dari sebelum nya. Tatapan sesendu itu tidak pernah ku lihat dari siapapun bahkan dengan nya. Tatapan sesendu senja, semburat jingga yang menerangi matahari membenamkan diri. Namun tak bisa membuat pintu ini terbuka walau saya akui mungkin ia akan goyah jika tidak menguatkan pintu ini. Bagaimanapun, kunci nya telah hilang dan tidak ada yang bisa menemukan nya." batin Jinseok benar-benar mematahkan hati seorang gadis jika saja ia menyeruakan nya secara langsung. ☘️ ☘️ ☘️ Ning duduk di kursi menopan dagu tak ingin mengalihkan mata nya dari apapun, ia hanya terfokus menatap punggung Jinseok. Seolah tersihir, gadis itu merasakan sesuatu beterbangan menggelitik di dalam sana. "Aku gak tau perasaan apa yang sudah datang untuk pertama kali nya, sesuatu ini tidak bisa digambarkan oleh apapun. Bahkan jantungku, " Ning menaruh satu tangan di d**a, "Rasa ingin meledak. Sesak namun menyenangkan. Irama yang bernada mengagumkan, aku ingin menyimpan nada ini agar aku bisa selalu mengingat nya." Ctak! Suara jentikan menyadarkan Ning melihat meja yang sudah dipenuhi oleh makanan. Ia mengalihkan tatapan nya melihat Jin Seok yang terlihat menyendok nasi. Ia segera berdiri berniat membantu, namun ekspektasi selalu berbeda dari yang kita harapkan. "Om, biar Ning ban--" Ctash…! "Astaga, Hwang Ning." Sentak Jinseok tak sengaja menjatuhkan mangkok nasi karena Ning tiba-tiba meraih tangan nya membuat laki-laki itu terkejut. Ning yang mendengar sentakan Jinseok pun terdiam bak patung. Untuk pertama kali nya, seseorang bersuara tinggi pada nya yang bahkan ibu dan ayah tak pernah melakukan itu. "Minggir." Titah Jinseok namun tak di dengar gadis yang masih terdiam itu. Jinseok berdecak kesal, "Nona Hwang, saya bilang minggir. Kamu akan--" ucapan nya terhenti melihat Ning terkejut lalu mundur dua langkah kemudian berbalik membelakangi nya dan melakukan hukuman itu lagi. Dengan posisi memegang kedua kuping dan satu kaki, Ning menatap ke depan tanpa goyah sedikit pun. Mata bulat gadis tampak berkaca-kaca. Sesak itu kembali namun kali ini berbeda dari sesak yang ia rasakan kali ini, terlalu menyesakkan air mata pun menetes di pelupuk mata. Jinseok yang membersihkan pecahan mangkok mendongak menatap punggung Ning tanpa tau kalau air mata gadis itu menetes untuk pertama kali dalam pernikahan mereka. Jinseok menghela napas, "Udah sekarang kamu duduk, nasi nya akan segera disiapkan. Yang harus kamu lakukan cuma duduk menunggu, ngerti." Melihat anggukan Ning, ia pun segera mengambil mangkok lagi dan kembali mengisi nya dengan nasi. Ning menurunkan kaki dan tangan nya segera duduk tak lupa mengusap genangan air mata di pipi nya. Setelah itu kedua nya makan dengan tenang seperti sebelum-sebelumnya. Tak ada yang memulai obrolan, kedua nya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD