ORANG PERTAMA bab 3 : Dewasa itu seperti apa?

1346 Words
~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ 5 Nov, 06:35, Seoul. Getaran dari ponsel tidak membuat nya terusik sama sekali. Baginya, getaran dari ponsel hanya terdengar nyanyian tanpa suara. Berulang kali ponsel itu bergetar, berulang kali juga ia matikan lalu kembali memeluk boneka kucing kesukaan nya. Terus seperti itu kalau saja ponsel nya tak jatuh. Ia segera duduk berusaha sadar jika ia sedang melewati sesuatu. Dengan wajah bingung meraih benda pipih itu dan melotot saat benda di tangan nya kembali bergetar dan menampilkan tugas yang harus ia kerjakan. "Dasar Ning b**o!" kata nya heboh dengan segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung mandi. Setelah selesai mandi tidak lupa memakai baju biasa saja, Ning segera berlari keluar dari kamar menuju dapur entah lah apa yang akan ia lakukan disana. ~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ Dengan memakai celemek memegang centong nasi dan pisau, aku berdiri menatap nanar kulkas yang terbuka. Bisa aku lihat berbagai sayuran di dalam bahkan beberapa tupperware yang sudah terisi oleh makanan mungkin. Mataku hanya berpindah-pindah menatap kulkas, pisau dan centong nasi bergantian. "Sekarang gimana lagi?" Monolog Ku terdiam bak patung bodoh tanpa tau apa-apa. ☘️ ☘️ ☘️ 07:35 Itu arti nya aku sudah di hadapan kulkas yang terbuka selama satu jam dan hanya menatap bahan-bahan di dalam sana. Bahkan sekarang aku duduk dengan masih memegang pisau dan centong nasi. "Hubungi ibu gak mungkin, ibu bilang aku harus berpikir sendiri. Gimana mau mikir kalau aku gak tau apa-apa. Lagian--" "Bahan nya tidak akan masak dengan melototi nya." "Astaga!" Aku yang kaget pun tak sengaja menjatuhkan pisau kalau saja aku tak segera memindahkan kaki lalu berbalik dan segera berdiri sedikit menjauh dari nya, mungkin saja pisau itu sudah mengenaiku. Jin Seok yang melihat itu menatapku dengan tajam, "Kalau tidak tahu apa-apa lebih baik di kamar. Kamu kena siapa yang repot, saya sendiri. Dan saya tidak suka direpotkan." pedas sekali bukan, tapi yang bisa kulakukan hanya diam berdiri di pojok memegangi kedua telingaku dengan satu kaki terangkat menunduk. Jin Seok memberiku tatapan bingung, "Apalagi yang kamu lakukan sekarang? Saya di depan kamu bukan di lantai. Saya tidak suka jika bertanya bukan nya di jawab malah menunduk seperti itu." katanya dingin dan segera mengeluarkan sesuatu dari kulkas. "Masih belum dijawab juga," Jin Seok berbalik melihatku setelah menyimpan bahan yang akan dia masak. Mungkin, Ku beranikan diri menatap nya, "A-anu itu, Ning selalu lakukan ini kalau lagi salah." Aku kembali menunduk dan kembali berucap pelan, "Maaf om." ~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ Jin Seok menghela napas, "Terserah kamu mau ngapain. Tapi lebih baik kamu duduk disana dan tunggu perintah dari saya." Jin Seok berbalik dan memulai apa yang akan ia lakukan. "Om bisa gak jangan terserah mulu, gak enak tau denger nya. Om mah enak kan situ yang ngucapin. Ning kan nyesek denger nya." Ning menghentakkan kaki menyudahi hukuman yang ia lakukan sendiri berjalan ke arah kursi. Tanpa ia lihat jika Jin Seok menghentikan kegiatan nya, "Dan saya tidak suka diatur." kata nya kemudian melanjutkan kegiatan nya. "Maaf." Ning berucap lirih lalu berdiri, "Ni-ning mau ke kamar sebentar om. Makan nya sendiri-sendiri aja gapapa kan, hehe..." tanpa mendengar jawaban apapun dari Jin Seok gadis itu segera berlari ke kamar. Jin Seok yang mendengar itu berbalik menyimpan sumpit yang ia pegang dengan kasar, ada sedikit perasaan bersalah menyelimuti hati nya. bagaimanapun, mereka dijodohkan dan bukan salah Ning juga tidak seharus nya ia kasar pada gadis itu. Sementara itu, Ning mendudukkan dirinya di bangku belajar. Ia meraih note berwarna-warni dan juga pen nya. 'Berharap yang tidak pasti itu menyakitkan. Aku mengira perjalanan menuju kata dewasa akan sangat mudah, tapi ternyata tidak akan pernah bisa di saat si titik semu tidak akan diam saja.' Tertanda, Hwang Ning 5 Nov Setelah itu, Ning menggulung di kertas lalu meraih telur rahasia dan segera keluar dari kamar. Tujuan nya hanya satu, taman belakang. Jin Seok sejenak melihat sang istri berjalan ke arah taman belakang tanpa melirik nya pun hanya mengangkat bahu segera menyiapkan sarapan mereka. Rasa keingintahuan Jin Seok timbul begitu saja dan segera mengikuti kemana gadis mungil yang telah menjabat sebagai istri nya itu. Jin Seok terus mengamati Ning yang tengah menanam sesuatu di bawah pohon sedikit rindang yang berada di taman belakang. "Sial." umpat nya saat ponsel nya terdengar keras. Ia segera bersembunyi melihat Ning berbalik ke arah nya. Jin Seok menerima panggilan dari Jung Nam. "Ada apa?" tanya dingin. "Sorry, bukan nya gak sopan. Tapi tuan Lee pemilik tanah yang berada di Busan ingin bertemu siang nanti." "Atur tempat pertemuan, jangan lupa siapkan berkas nya." "Oke." Jin Seok mematikan panggilan mereka tersentak saat Ning berada di hadapan nya. Ia terkejut namun berusaha baik-baik saja. Kedua nya bersitatap, "Dasar tukang intip." kata Ning melengos meninggalkan Jin Seok yang melotot. "Dasar bocah." "Mending bocah dari pada tua bangka. Upsh hehe...sorry om." Jin Seok memutar bola mata nya kesal mendengar tuturan dari Ning. "Yang sopan sama sama suami, saya lebih dewasa dari kamu." ia berjalan ke arah Ning yang tengah duduk di hadapan sarapan yang telah ia siapkan. "Lagian denger aja sih, nih bocah." Jinseok membatin dan duduk di hadapan gadis itu. Seperti nya ada yang lupa di sini, bukan kah seseorang mengatakan jika makan sendiri-sendiri saja? lalu sekarang lihat, orang yang mengatakan nya malah duduk tenang bahkan makan sangat lahap. Sebenarnya Jin Seok sedikit senang melihat orang lain memakan masakan nya tidak seperti dulu, ia harus memakan nya sendiri. Walau terkadang Jung Nam mengunjungi nya di apartemen. ~♥~'ORANG PERTAMA'~♥~ Aku meletakkan sumpit melempar tatapan pada laki-laki di hadapan ku saat ini. Jin Seok tau aku menatap namun tetap bersikap biasa memakan sarapan nya. "Kenapa?" Mungkin Jin Seok tak tahan sedikit risih dengan tatapanku, ia pun bertanya tanpa mengalihkan tatapan nya pada makanan di hadapan nya. "Kata om, om lebih dewasa dari Ning. Menurut om, dewasa itu seperti apa?" tanyaku "Kenapa bertanya, bukankah sekarang kamu sudah memasuki fase dewasa?" kata Jin Seok balik bertanya. "Ning gak tau apa-apa soal dewasa. Soalnya kata ibu Ning harus menjadi dewasa di waktu tertentu agar bisa dilihat orang." kataku "Kenapa selalu kata ibu yang kamu ucapkan? kamu gak punya teman atau," dia menghentikan perkataan nya dan mulai menatapku bingung. "Ning cuma punya satu sahabat Baek Hwara, tapi sekarang dia lagi ke london. Katanya dia pengen nyari pengalaman di sana. Dia pengen tau dewasa nya orang sana gimana?Sekarang Ning gak boleh hubungin ibu karena udah sama Om." "Selain dia, Ning gak punya lagi. Jangan tanya soal cowok ya, soal nya Ning sekolah khusus cewek sama homeschooling." "Kenapa gak ikut sama dia," "Ayah sama ibu cuma punya Ning, gak kayak Hwara yang punya adek sama oppa." Aku menyadari sesuatu di sini, secara pelan kami mulai saling terbuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang kami lontarkan walau lebih banyak Jinseok sih. Kok? "Jadi," "Semua dan segala sesuatu yang akan terjadi di rumah ini adalah hal pertama bagi Ning, fermasuk makan bersama cowok selain ayah. Bahkan lebih--" "Tua-tua begini suami kamu. Lagi pula saya bukan tua, tapi dewasa." katanya menyela ucapanku yang mungkin terdengar meledak nya namun aku tak berniat meledek nya sedikit pun. Aku menjentikkan tangan, "Nah makanya itu, Ning nanya dewasa bagi om itu gimana?" "Jadi saya pertama bagi kamu?" lagi-lagi bukannya menjawab malah bertanya. Decakan kesal keluar begitu saja dari bibir tipisku ini, "Bisa gak jawab dulu gitu loh, baru balik nanya." "Bisa gak kamu sopan," "Gimana mau sopan kalo om nya ngeselin ish." aku mencebikkan bibir mendelik kesal pada Jin Seok. "Yaudah kalo gak mau jawab, Ning mau nanya lagi, om kenapa bawel tapi muka datar cem--" "Dan jangan samakan saya dengan apapun, karena wajah saya tidak ada dua nya." Aku melotot melihat nya membereskan bekas sarapan kami. "Kok kesel ya denger nya?" gumam ku beralih menatap sisa makanan kembali memakan nya. "Siang ini saya mau keluar sebentar. Kalau ingin ikut sana siap-siap, sekalian kamu mampir ke kampus." Mendengar ucapan nya malah membuatku tersedak dan segera meraih gelas yang ia sodorkan. "Kenapa?" tanya santai melihat lirikan sinis dari ku. "Kok gak pedes lagi om omongan nya?" Dia malah memberiku tatapan datar. Emang aku salah?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD