Dusta Seorang Suami

1071 Words
Hingga siang menjelang, mobil Zavier baru memasuki halaman rumah. Dyra beranjak dari duduknya dan melihat ke jendela. Dia melihat suaminya sudah memarkirkan mobilnya dan suara pintu utama dibuka sudah terdengar. "Baru bangun?" Zavier seperti orang yang tanpa rasa bersalah menanyakan hal itu pada Dyra. "Baru bangun katamu? Aku tidak tidur semalaman," balas Dyra separuh berbohong. Dia tidur sekitar dua jam setelah dini hari tadi, hanya saja dia ingin membuat Zavier merasa tertekan sehingga dia mengatakan jika dia tak tidur semalam. "Aku banyak masalah di perusahaan. Aku butuh waktu sendiri," ujar Zavier beralasan. "Sungguh? Masalahmu pasti sangat berat sehingga kamu sampai tak pulang karena harus merenungkan masalah ini," sindir Dyra dengan nada yang tak mengenakkan. Zavier merasakan suasana yang sangat berbeda, dia tahu jika istrinya sedang bicara basa-basi. Ada yang Dyra coba sampaikan dengan kalimat-kalimat yang mengarah pada kalimat sindiran itu. "Apa kamu juga akan seperti Mama? Menyalahkan aku karena aku tak bisa memberimu solusi?" desak Dyra. "Untuk sekarang tidak, karena aku rasa itu sepenuhnya menjadi hakmu,"jawab Zavier. "Sejak kapan kamu peduli tentang hakku? Bukankah kamu mengatakan jika semua itu mudah saja? Bahkan baru beberapa hari yang lalu kamu mengatakan kalau ini kesempatan bagus," kata Dyra. "Sudahlah, aku tak ingin menambah bebanku dengan segala omong kosongmu. Jangan merasa kamu adalah orang yang paling teraniaya di sini. Ingatlah jika aku yang harus bertanggung jawab atas ini semua," jelas Zavier begitu yakin. "Tentu saja, kamu pimpinan perusahaan. Perusahaan hancur karena sikapmu yang tidak bisa tegas pada ibumu," sahut Dyra. "Tutup mulutmu, jangan membuat aku marah dengan menyalahkan Mama," sentak Zavier pada istrinya Mendengar kalimat itu, membuat Dyra mundur selangkah. Untuk kesekian kalian ya Zavier menganggapnya tak layak membicarakan ibu mertuanya yang sudah cukup menjengkelkan itu. Suaminya masih terus membuat pembelaan walau ibunya itu nyata-nyata bersalah dan keliru. "Kamu mendengarkan ibumu, tapi kamu tidak pernah menganggap semua pendapatku," protes Dyra. Zavier melirik jam tangannya, dia sepertinya sedang terburu-buru saat ini. Pria itu nampak risau dan sedang mencari sesuatu yang sebenarnya tidak hilang. Entah apa itu, tapi terlihat jelas oleh mata Dyra. "Aku mandi dulu, aku harus bertemu klien." Zavier mohon izin. "Kamu baru pulang, sudah harus pergi lagi?" tanya Dyra. "Hm," balas Zavier. "Ini penting. Aku harus mengusahakan yang terbaik untuk klien luar negeri saat ini." Zavier terlihat sangat profesional. Perasaan curiga bercampur kesal membaur menjadi satu di hati Dyra. Suaminya tak mengatakan semua secara gamblang tentang apa yang sebenarnya sedang dia kerjakan dan tiba-tiba mengatakan jika dia harus ke luar negeri bertemu klien. "Dia ke pesta, bermesraan dengan Kikan dan sekarang tiba-tiba dia harus ke luar negeri?" batin Dyra penuh tanya. "Dyra, mengapa semua terlihat jelas sekarang? Kenapa disaat seharusnya aku bisa menendangmu dengan mudah setelah ada Kikan terasa semakin berat?" tanya Zavier pada dirinya sendiri. Sepertinya Tuhan menurunkan rasa bersalah yang teramat besar pada pria itu sehingga dia seperti ditelanjangi oleh banyak sekali kesalahan yang lalu. "Kamu menyiapkan banyak sekali pakaian? Mau kemana?" tanya Dyra melihat suaminya mengemas beberapa kemeja dan celana ke dalam sebuah koper. "Aku perlu menemui rekanan luar negeri untuk menyelamatkan perusahaan. Aku akan gunakan kesempatan ini sampai aku bisa menyelamatkan semuanya," jelas Zavier. Pria itu beranjak ke kamar mandi dan Dari dengan sigap mengeledah isi tas kerja suaminya. Dia mencari sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai bukti yang mungkin saja lebih menguatkan. "Cari apa?" Suara Zavier tiba-tiba memekak telinga Dari yang sedang fokus pada saku jas suaminya. "Bu-bukan apa-apa. Aku hanya sedang memeriksa apakah ini jas kotor atau bersih," dusta Dyra. Zavier nampak tenang dan dia bergegas untuk menyiapkan pakaian yang akan dia bawa. Saat itu Dyra tak bisa melakukan apa pun, dia hanya bisa membiarkan suaminya pergi tanpa menyelesaikan sesuatu yang masih dia ragukan. Banyak sekali alasan yang membuat Dyra merasa ini hanya permainan Zavier semata, hingga akhirnya dia memutuskan menelepon salah seorang yang pernah dia titipkan harta dan asetnya untuk membantu perusahaan Zavier saat itu. Orang yang sangat dekat dengan suaminya sekaligus orang yang mengetahui keadaan perusahaan saat ini. "Ada apa, Dyr?" tanyanya santai dari balik telepon. "Bagaimana perusahaan sekarang? Bukankah sudah lebih baik?" desaknya ingin memastikan. "Apanya yang baik? Apa suamimu tak mengatakan jika perusahaan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk hancur?" balasnya. "Bukankah Zavier mendapatkan investasi dari kolega luar negerinya?" Dyra sudah tak tahan untuk mengatakan. Pria dibalik telepon itu tertawa renyah. Kalimat Dyra terdengar seperti candaan semata. Bagaimana tidak, dia tahu segalanya tentang perusahaan sehingga sangat tidak masuk akal apa yang Dyra katakan. "Zavier terbang ke luar negeri hari ini. Dia baru saja berangkat dan mengatakan jika dia mendapatkan investasi dari kolega luar negerinya." Dyra menjelaskan dengan polosnya. Dia memang tak banyak tahu tentang dunia bisnis. Sehingga dengan polosnya Dyra memperkirakan apa yang terjadi. "Apa ada orang yang mau memberikan uangnya untuk perusahaan yang sudah bangkrut ini? Bukankah tak masuk akal? Kalaupun ada, jumlahnya tak akan sedikit, Dyra. Aku saja sudah pesimis," jelasnya dengan gemblang. Dyra memutus hubungan telepon itu dan menyimpulkan jika apa yang Zavier katakan hanya sebuah cerita karangan belaka. Dia semakin curiga jika alasan meeting dengan klien hanya sebuah kedok yang sedang dibangun suaminya untuk mengelabuhi dirinya. Dengan cepat wanita itu menghubungi nomor teman lamanya yang memberikan informasi terkait perselingkuhan sang suami. "Kikan ada jadwal pemotretan ke Hawaii, dia berangkat dengan jer pribadinya karena berencana membawa beberapa anggota keluarganya untuk berlibur." Penjelasan itu disampaikan Myra dengan sangat halus. "Pemotretan?" tegas Dyra. "Hm, ada beberapa kru dari management juga." Myra memberi gambaran. "Termasuk Zavier?" desak Dyra "Aku rasa seperti itu, tapi aku tidak berani memastikan. Aku belum mendapat kabar apa pun dari management," jelas Myra tak ingin menutupi. Hati Dyra hancur seketika. Kebodohannya beberapa puluh menit yang lalu membuat pelaku pengkhianatan itu melarikan diri untuk mengulang kembali pengkhianatannya. Wajahnya mengeras dan hatinya dipenuhi amarah yang tak terbendung. "Dy, aku tak tahu apa yang aku kabarkan padamu itu sesuatu yang benar atau tidak. Aku hanya mendapat informasi dan meneruskan kepadamu sebagai teman yang tak ingin hatimu disakiti," jaa Myra merasa bersalah. "Aku berterima kasih atas apa yang kamu informasikan. Tak hanya itu, aku juga berterima kasih dengan sagala bantuan yang kamu berikan padaku saat aku mencoba menyelamatkan perusahaan suamiku dengan aset yang aku punya saat itu," jawab Dyra lembut. "Karena hal itu juga aku berpikir kamu harus tahu apa yang suamimu lakukan di belakangmu, Dyra." Myra memperhitungkan. "Terima kasih, Myr, tapi maafkan aku. Aku harus pergi sekarang, aku harus mengagalkan ini semua," katanya dan segera beranjak. "Tunggu, tunggu!" Teriakan dari temannya itu tak diindahkan oleh Dyra dan sambungan telepon itu terputus begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD