Pagi itu, Dara berjalan menyusuri gang pasar dengan langkah cepat dan mantap, walau sandal jepitnya mulai aus dan menyeret. Di tangannya, sebuah tas kresek berisi botol air minum, dompet sobek, dan sepucuk surat kontrak kecil dari Bu Ratmi yang sudah mulai lecek karena keseringan disentuh. Dia masih ingat jelas wajah Rafi semalam. Wajah kebingungan, kemarahan, dan—entah mengapa—tak lagi ada cinta di situ. Mungkin memang begini jadinya kalau rumah tangga isinya cuma debat dan sindiran. Tapi bukan berarti dia akan menyerah. Di pasar, Dara mulai menata gerobak bakso mini di pojokan yang disediakan Bu Ratmi. Sederhana. Bahkan kelihatan lebih cocok jadi warung somay. Tapi Dara menghiasnya dengan taplak bunga-bunga dan tulisan tangan: > "Bakso Dara, Pedasnya Bikin Lupa Mantan (Atau Suami P

