Edward mengulas senyum ramah, meski dalam sudut pandang Drystan senyum Edward tak pernah lebih dari sekadar senyum licik untuk mengelabui orang lain. Barangkali memang di kepala Drystan isinya hanya kecurigaan, tanpa sekali pun mau berpikir dengan cara yang lain. Bukan, sebenarnya karena Drystan sudah terbiasa waspada dengan orang asing sejak usia yang sangat muda. Sejak orang tuanya meninggal, Darren menjadi semakin keras dan mengaturnya dalam segala hal. Tentu saja, Drystan sebagai anak yang sadar diri menuruti semua itu, meski dengan terpaksa.
Drystan menggeleng, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Semakin banyak berpikir, semakin ia tidak bisa mengendalikan diri hingga hanya terdiam ketika Edward dengan seenaknya mengajak Drystan masuk kembali ke dalam rumah ketika ia sudah dengan susah payah keluar.
“Jangan cemberut begitu, aku tidak akan memakanmu.” Canda Edward sembari tertawa. Ia melepas kemejanya dan melempar begitu saja ke arah kursi single yang berada tak jauh dari tempat mereka.
“Aku ingin pulang.”
“Hei… hei… hei… jangan begitu, aku tahu kok apa yang kau butuhkan dan mengapa kau kemari. Santai saja, jangan tegang begitu.” Edward menarik tumpukan kertas yang berserakan di meja sedang dekat dengan tempat Drystan duduk. Sebagian besar berbentuk dokumen-dokumen di dalam map kertas dan sebagian lagi hanya kumpulan kertas yang diklip dengan sangat tidak rapi.
“Hm… sejujurnya aku menunggumu kemari. Malah rasanya aneh kalau seorang Drystan Levin tidak kemari usai mengendap-endap di sekitar TKP.”
“A-Aku tidak menguntit!”
“Oya? Jadi kau mengikutiku?”
Drystan mendengus. “Kau mau membagi informasi atau tidak?”
Edward tertawa geli, menyadari bahwa lawan bicaranya benar-benar tidak memiliki stok kesabaran yang cukup. “Iya, iya. Jadi, semalam kami menerima informasi tentang kematian seorang gadis kecil di area itu. Kondisinya cukup buruk, bekas kekerasan dan juga jantungnya menghilang.”
“Jantung?”
Edward mengangguk. “Aneh sekali mendapati kehilangan organ dalam di zaman seperti ini. Yah, mungkin akan terdengar rasional jika keseluruhan organ yang bisa ditransplantasi hilang, atau sekalian hilang seluruhnya, kemungkinan bisa perdagangan gelap. Tapi hanya mengambil jantung? Aneh bukan?”
“Soal kekerasan itu—“
“Kekerasan seksual, antara gadis itu diperkosa kemudian dibunuh, atau dia memang diperkosa sampai mati.”
Drystan meremat ujung pakaiannya. Meski ia sudah berkali-kali membunuh orang, ia tidak pernah merasa nyaman membayangkan seorang anak kecil yang dianiaya hingga mati. Seolah ia ikut merasakan sakitnya meski ia tidak mampu menjelaskan.
“Drystan?”
“Ah? Iya?”
“Apa yang kau pikirkan? Kau selalu tampak melamun di beberapa situasi.”
Drystan menggeleng. “Tidak ada.”
Edward tersenyum, ia menyentuh helai pirang keriting Drystan dan memelintirnya pelan. “Kenapa orang dengan penampilan semenarik dirimu malah berjalan di jalur gelap, hm? Kurasa kau bisa dengan mudah lolos menjadi talent di salah satu agensi modeling besar, atau malah menjadi seorang aktor. Aku tidak meragukanmu, kau pasti cepat terkenal.”
Drystan menampik telapak tangan Edward. “Aku memang menarik, terimakasih. Tapi soal kehidupanku, itu bukan urusanmu.”
Edward menyeringai. Kehidupan seorang Drystan Levin bukan lagi rahasia bagi orang sepertinya. Dengan banyaknya data yang dimiliki kepolisian, rasanya memang aneh mendapati Drystan masih bebas berkeliaran tanpa ada tuntutan penahanan. Tidak ada satu pun portal berita yang merilis wajahnya, setiap tindak kriminal yang melibatkannya, dia seolah hilang begitu saja. Tanpa jejak, bersih bak tidak ikut campur sama sekali. Tapi publik juga tidak masalah dengan semua itu. Barangkali karena seluruh tindak pembunuhan yang dilakukan Drystan hanya kepada orang-orang yang juga tidak pantas untuk hidup. Edward tidak mengerti, mungkin sekarang memang zamannya seorang penjahat menjadi pahlawan untuk kejahatan lainnya? Ah, rasanya terlalu absurd.
“Aneh sekali mendapati diriku duduk bersebelahan dengan kriminal paling besar di Amerika.” Edward tertawa.”Kau harus tahu kalau dirimu benar-benar terkenal di antara rekan-rekanku.”
Drystan memutar bola matanya. “Justru lebih aneh melihat seorang detektif super berprestasi sepertimu menerima seorang kriminal kelas kakap ke dalam rumahnya. Katakan, memangnya kau tidak berniat menyeretku ke penjara?”
“Tentu, tapi aku—“
“—Itu juga kalau kau bisa melakukannya.”
Edward mengacak surai pirang keriting Drystan, membuat si empunya menggeliat dan menampik telapak tangan Edward.
“Berhenti menyentuh rambutku, pak tua.”
“Hei, aku bahkan baru 30 di tahun depan.” Protes Edward tak terima. Ia tidak menyangkal dengan wajahnya yang tampak ‘terlalu’ dewasa sejak dulu, tapi toh ia tidak setua itu, dan ia juga tidak mendapati kerutan apapun di wajahnya, kecuali kerutan samar di dahinya karena kebanyakan berpikir.
“Terlalu banyak berpikir membuat wajahmu menua dengan cepat. Aku sangsi ada wanita yang menyukaimu dengan wajah berkeriput begitu.”
Edward menarik senyum geli. Rasanya aneh sekali mendapati dirinya bercanda dengan Drystan seakrab ini, itu pun jika bisa dibilang candaan akrab. Tapi jelas tidak ada ketegangan apapun di antara mereka seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya.
“Mungkin akan sangat menyenangkan jika aku punya rekan sesama detektif atau polisi yang ceria sepertimu.” Ujarnya.
Drystan menelengkan kepala. “Oh maaf, aku tidak bercita-cita menjadi penegak keadilan sejak kecil.”
Edward hanya menggeleng. Drystan cukup kekanakan di usianya yang sudah cukup dewasa, dan melihatnya seperti itu membuat jiwa seorang kakak Edward menggelora. Ia juga memiliki adik, meski umurnya di bawah Drystan. Ia berpikir kira-kira apa yang akan adiknya katakan jika ia melihat Drystan di rumah. Karena tidak ada satu pun media yang merilis wajah Drystan, tidak akan ada yang menyangka bahwa pemuda manis itu adalah seorang kriminal dengan latar belakang keluarga dunia bawah.
“Edward.”
“Hm?”
“Sebenarnya beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang pria yang menyimpan banyak sekali berkas dan gambar anak-anak di bawah umur.”
Edward melebarkan matanya. Ia baru saja hendak ke kamar untuk mengambil kaus, namun ia urungkan dan kembali duduk di samping Drystan.
“Pria?”
Drystan menggaruk tengkuknya, ragu-ragu harus menceritakan hal itu. “Yeah, di bar Red Hand.”
“Dimana pria itu? Aku harus bertemu dengannya.”
“Mati.”
“Ap—hah?”
Drystan mengalihkan pandangannya. Ia merasa seperti tengah melakukan pengakuan dosa di hadapan Tuhan. “Aku membunuhnya.”
Edward mengusap wajahnya, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. “Shit.”
“La—Lagipula belum tentu dia berhubungan dengan kasus kemarin.”
“Justru karena belum tentu makanya harus diselidiki, jika petunjuk menghilang akan semakin susah menemukan akar masalahnya. f**k!”
Drystan hanya diam, tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ada setitik penyesalan dan mungkin ia memang tidak seharusnya membicarakan hal ini terutama kepada seorang detektif seperti Edward. Lagi, diam-diam Drystan menyetujui ucapan Aaron yang selalu mengatakan bahwa dirinya ceroboh.
“Kurasa aku harus pulang.” Drystan berdiri terburu.
“Tunggu.”
Menatap lawan bicara adalah konsep dasar jika tidak ingin diremehkan. Drystan sudah mempelajari hal itu sejak lama. Ia tidak boleh menunduk, atau berusaha menghindari pandangan orang lain, karena itu menandakan bahwa ia tidak lebih kuat dari lawan bicaranya. Tapi apa yang ia lakukan sekarang, ia bahkan tidak berani menatap sorot mata Edward. Darren, kakaknya memiliki pandangan yang tajam, tapi Drystan tidak pernah gagal menantang tatapan itu, membuatnya disebut sebagai adik yang tidak hormat. Tapi Edward, siapa dia sebenarnya hingga harus membuat seorang Drystan Levin menunduk?
Ѡ