Pengakuan

1070 Words
   Setelah kabar Rizayn lulus test beasiswa dan keberangkatannya 3 bulan yang lalu, Yurra kembali pada rutinitas monotonnya.    Meski tak lagi berstatus pacaran karna Keputusan mereka untuk menjaga agar tidak ada kata berantem karna alasan komunikasi dan jarak, Mereka sesekali berkabar lewat email atau telpon. Awalnya Zayn berat dengan keputusan itu, tapi ia juga tak mau egois.     Fikirnya, memang lebih baik begini, mereka masih bisa saling suport dan hal yang paling ia takutkan adalah jika tiba-tiba ada masalah yang menjadikan hubungan mereka memburuk, ia enggan kelak jika bertemu dengan Yurra lagi, keadaan mereka tidak saling sapa.   "Kamu pulang sama siapa, Yu?" Tanya Richard pada sahabatnya.   "Nungguin ayah, bentar lagi juga datang. Duluan aja, aku ke ruang osis bentar."  Yurra sebenarnya tidak minta sang ayah menjemputnya hari ini, ia berencana naik angkutan umum.   "Kamu serius Ra, nggak mau ditemani ?" Sambung Dwinda sebelum mereka beranjak.   "Iya Wi, sana pulang."   "Kamu besok pake motor sendiri, sekarang kita temani sampai bis nya datang." ucap Richard mutlak.  Yurra mendengus, Richard terlalu faham tentangnya, dan entah kapan Richard akan berhenti bersikap over protektif Meski kadang Yurra merasa senang karna sikap Richard membuatnya merasa seperti memiliki seorang kakak lelaki yang siaga menjaganya.   "Tunggu sebentar, aku ada perlu didalam." jawab Yurra sembari masuk ke ruang osis tersebut.   "Yurra, pulang kuantar ya," ucap Evnand mengagetkan.   "Ngapain kamu diruang osis, jam segini?" Bukan menjawab Yurra justru balik bertanya.   "Ayog, kuantar." Evnand langsung menarik tangan Yurra.   "Kamu emang bisa pake motor?" Tanya Yurra tak sadar tangannya masih digenggam.   "Eh, ngapain tarik-tarik?" Ucap Richard sambil melepas tangan Evnand dari tangan Sahabat mungilnya.    "Aku perlu waktu berdua dengannya, tolong mengerti Richard." jawab Evnand tegas.   "Oh, yasudah. Kita titip sahabat mungil kita ya, kalo sampe dia lecet dikit aja, kamu aku habisi." bukan Richard yang menjawab tapi Dwinda dan ia langsung menarik Richard menjauh.   Entah kenapa Dwinda merasa Evnand memang perlu diberi kesempatan, ia bisa melihat dari pancaran mata Evnand yang ingin menjelaskan banyak hal pada Yurra.      **   "Aku bahkan udah lebih dari sebulan pake motor ini untuk berangkat dan pulang sekolah." Evnand seolah faham wajah cemas Yurra.   "Ra, please, percaya aku." bujuk Evnand melihat Yurra yang masih memandangnya cemas.  "Kamu mau ngomong apa? Setelah ini aku bisa naik bis." jawab Yurra datar.   "Aku bahkan belum pernah dapat ksempatan untuk menjelaskan banyak hal, satu kali pun kamu nggak pernah balas pesanku." Evnand bicara sembari mendudukkan dirinya di jok motor, ia bingung dimana letak kesalahannya sampai Yurra begitu menghindari bahkan terkesan tak menganggapnya ada selama ini.  "Aku ingin menghajarnya Setiap kali dia dengan bebasnya datangi kamu di depan kelas, berbanding terbalik denganku yang bahkan berbagi kelas denganmu selama hampir dua tahun ini." jawab Evnand frontal karna tak mendapat respon apapun dari gadis mungil yang membuat hatinya terusik sejak mereka duduk di bangku SMP itu.   "Jangan bersikap seolah kamu sedang cemburu, kita bahkan jarang sekali ngobrol." jawab Yurra dengan nada yang dibuat tenang untuk menyembunyikan kekagetannya.   "Aku bahkan lebih dari sekedar cemburu, kamu tau itu Riyanni Aryoura." jawab Evnand lantang yang terdengar seperti bentakan bagi Yurra dan sukses membuatnya menegang.   "Lihat aku,Ra," perintah Evnand dengan nada melembut sembari meraih tangan Yurra.   "Tolong berhenti menganggap aku nggak pernah ada, cukup menoleh ke belakangmu dan aku selalu ada disana." sambung Evnand dengan suara yang melemah dan kepalanya menunduk setelah mengucapkan kata tersebut.   "Evnand?" Panggil Yurra membuat yang dipanggil mendongakkan wajahnya yang tertunduk lemah.   "Aku merinding dengar omonganmu barusan, bukan dirimu sekali." sambung Yurra sambil melepas tangannya dari genggaman Evnand.   Evnand terkekeh pelan, Yurra bahkan lebih parah darinya. Selain kaku, ia juga perusak suasana yang handal Bahkan sukses membuat ketegangan yang terjadi barusan, menguap begitu saja.   "Ku anggap ucapanmu barusan sebagai jawaban kamu mulai menganggapku ada, bahkan mulai menghafal kebiasaanku." Evnand tersenyum lebar berbanding terbalik dengan wajah Yurra.   "Ayog, katanya mau antar pulang." ketus Yurra.   "Pakai helm dulu, cherry." Goda Evnand membuat Yurra mendelikkan matanya.   Evnand terus mengoceh sepanjang perjalanan menuju rumah Yurra, Seperti bukan dirinya yang biasa ia tampakkan pada yang lain yang terkesan cuek dan dingin.   Ia bahkan berulang kali menegaskan pada Yurra bahwa pengakuannya tentang 'keinginan terpendamnya' untuk menghajar Zayn dulu bukan karna ia merasa kalah dari pria itu, tapi karna ia merasa yang seharusnya menjadi teritorialnya dicuri bahkan sebelum ia dapat kesempatan untuk bersaing.   Dasar Evnand yang aneh, sejak kapan sikap dinginnya berganti menjadi sangat ceriwis seperti sekarang ini? Bahkan saat mereka masih di bangku kelas 9, mereka digelar 'dua kutub utara' karna sikap dingin mereka yang nyaris serupa.     **    Setelah mengantar Yurra sampai dirumahnya dan sempat mampir sebentar karna tawaran dari ibu Yurra, Evnand tak langsung pulang. Ia kembali ke sekolah karna ada janji dengan dua sahabatnya untuk latihan musik untuk band yang mereka bentuk sejak SMP itu.   Setelah tadi ia menceramahi Yurra panjang lebar tentang banyak hal termasuk wajib membalas pesannya meski tak tepat waktu sekalipun, ia merasa  Yurra mulai menerima keberadaannya karna barusan ia mendapat pesan singkat dari Cherry-nya meski hanya ucapan 'terima kasih'.   "Nand, ingat ya! Setelah ulangan semester." teriak Alffi saat mereka pulang menggunakan motor masing-masing.  Evnand ingat betul jadwal mereka manggung diluar kota 3 hari setelah ulangan semester nanti. Mereka memang nggak seterkenal itu, tapi cukup sering dapat undangan manggung dari acara-acara kecil di dalam bahkan diluar kota.   **   "Ma, abang sudah pulang?" Tanya Vian pada sang mama.   Vian adalah adik kedua Evnand selain Dellisha sang adik bungsu.   "Ngapain kamu nanya-nanya abang?" Jawab Evnand yang baru datang dan langsung masuk kedalam rumah.   "Kata mas Vian, abang sudah punya pacar ma, tadi diantarin pulang sekolah." adu sang adik bungsu yang baru duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.   "Boleh, asal jangan sampe ganggu konsentrasi belajarnya ya bang." sambung sang mama.   "Mama yang terbaik." jawab Evnand sambil mencium pipi sang mama kemudian naik ke lantai atas menuju kamarnya.   **   "Besok aku jemput." ucap Evnand tidak berniat memberi Yurra pilihan.   "Nggak usah di omongin kalo niatnya udah maksa." jawab Yurra jengkel.  Entahlah, sudah hampir seminggu ini Evnand senang sekali memancing emosinya. Ia bahkan membawa motor sendiri ke sekolah, tapi laki-laki itu tetap memaksa untuk menjemputnya walau sebenarnya mereka berangkat dengan kendaraan masing-masing.    "Kamu kapan mau berangkat satu motor sama aku? Malu ya kalo ketahuan yang lain?"    "Jawab yang mana dulu?" Tanya Yurra sok polos.   "Minggu depan ulangan semester kita ke sekolah pake motorku titik, nggak terima protesanmu Cherry." jawab Evnand final ditambah nada menggoda pada ujung kalimatnya.  "Haisssh stop it Evnand, dasar menggelikan."  jawab Yurra Dan setelah itu terdengar kekehan puas dari penelpon diseberang sana karna merasa berhasil mengerjai gadis mungilnya yang masih sedang ia perjuangkan untuk menjadi officially.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD