5. Kepercayaan

1385 Words
"Jadi, kamu serba bisa dalam hal apa, Catherine?" "Bukankah ayah tahu kalau Catherine bisa apa saja dan pintar." Senyum Catherine sombong, "Ngomong-ngomong ayah mau kemana?" Manic coklat itu menatap penampilan sang ayah yang rapi. "Ayah dan Mamamu akan pergi ke Bandung untuk cek perkebunan. Kami akan pergi 2 atau 3 harian." "Oo." Angguk Catherine pelan diselingi tawa dalam hati karena semakin sedikit orang dalam rumah, kesempatannya untuk merayu sang kakak ipar akan semakin lancar dan aman apalagi si Kania sedang sakit pasti ruang gerak wanita itu sangat terbatas. "Kalau kamu tumben sekali belajar di luar?" Yang Suseno tahu putri satunya ini sangat suka ketenangan saat belajar. "Kan Catherine minta ajarin AA Bagus. Kalau kita belajarnya di dalam kamar dan hanya berdua, nanti jatuhnya fitnah." Ucap Catherine seraya menatap Bagus seolah menyindir tuduhan kakak iparnya itu. "Mas, sudah siap berangkat sekarang?" Seruni terlihat keluar dari kamar dan wanita berpenampilan rapi itu terlihat menatap kedekatan sang putri dan Bagus dengan tatapan tidak suka. "Baiklah kalau begitu, kami berangkat sekarang." Suseno bangkit dari duduknya, "Saya titip rumah padamu, Bagus." "Baik Pak Suseno." Bagus berdiri, menyalami kedua mertuanya. "Ayah dan Mama hati-hati di jalan, Ok!" Catherine mencium sang ayah kemudian sang Mama. "Hm, pasti." Seruni mencium kembali sang putri kemudian berbisik lirih ditelinga gadis itu, Ingat jaga jarak dari Bagus, jangan macam-macam kalau tidak mau ayahmu marah." "Hmm." Angguk Catherine asal-asalan kemudian melambaikan tangan melepaskan kepergian mobil yang membawa kedua orang tuanya. "A, kita lanjutkan lagi belajarnya." Catherine langsung menyeret Bagus masuk kedalam dan mendudukkan Bagus ke tempatnya, "Coba selesaikan soal itu dan terangkan padaku." Ucap Catherine tanpa menghilangkan nada bahagia dalam suaranya. Dan hampir 10 menit kemudian soal sudah selesai dikerjakan dan Bagus langsung menerangkan rumus yang dia pakai. "Kenapa aku tidak tahu ya?" Gadis itu semakin mendekatkan tubuh, "Padahal mudah sekali." Gumam gadis itu pelan, "Kalau ada butuh yang lain, Catherine boleh minta tolong pada Aa', kan?" "Selama Aa bisa bantu, tidak masalah." "Ok." Angguk Catherine pelan. Dan Catherine menepuk pundak sang tukang kebun, "Pak ikut saya." Tanpa banyak bantahan, pria akhir 40 tahun itu mengikuti sang nona hingga akhirnya mereka berdua masuk ke kamar mandi gadis itu, "Ada yang perlu diperbaiki di kamar mandi ini?" "Buat kran itu bocor. Bisa, kan?" "Maaf, Non? Kenapa harus dirusak?" "Lakukan saja! Nanti kukasih imbalan!" Catherine mengeluarkan beberapa lembar uang bewarna merah dan sang tukang kebun langsung melakukan perintah hingga akhirnya kurang dari satu menit air langsung mengucur deras dari atas. "Ini uangnya dan sekarang Bapak bisa pulang sekarang." "Tapi non, ini tidak apa-apa? Kalau nanti kamar mandinya banjir bagaimana?" "Itu urusan saya! Sekarang Bapak cepat pulang sana! Hust! Hust!" "Baiklah, Non. Saya permisi." Pria itu menerima uang dari Sang Nona kemudian keluar dengan wajah bingung, sedangkan Catherine, gadis satu itu mengambil tank top warna putih miliknya, memakainya tanpa menggunakan bra kemudian keluar dari kamar dengan terburu-buru. "A, gawat! Aa' isa bantu Catherine?" Perhitungan gadis itu sangat tepat karena setiap jam 8 malam, Bagus akan keluar kamar untuk mengambil air putih. "Ada apa?" "Kran Shower di kamar mandi Catherine bocor dan tukang kebun sudah pulang. Para bibi tidak ada yang bisa benerin. Ayolah A, keburu banjir kamar mandiku nanti!" Catherine langsung menarik tangan Bagus secara paksa, membawa pria itu masuk kedalam kamar mandi kamarnya. "Saya sudah bilang saya tidak mau berada di ruang tertutup seperti ini, bukan?!" "Ya , Catherine tahu! Tapi lihat itu!" Catherine menunjuk kran-nya, "Kalau itu dibiarkan bisa banjir, A Bagus!" Gigi Catherine sampai bergemeletuk keras karena saking jengkelnya. "Ya sudah biar Catherine hentikan sendiri airnya!" suara Catherine mengalun kasar gadis itu langsung maju untuk mencegah aliran air dengan kedua tangannya hingga kaos yang dipakai gadis itu basah tapi apa yang dilakukan Catherine nyatanya sangat ampuh karena pria satu itu langsung melepas kaosnya dan membebat kran air yang patah. 'Anjir! Seksi!' Catherine menelan ludah serat, mengamati detail tubuh sang kakak ipar yang begitu menggiurkan karena sebelumnya Catherine hanya bisa melihat bayang menggiurkan itu dari balik kaos yang pria itu pakai. 'Tapi bukankah aku sekarang juga sangat seksi?' Catherine menundukkan kepalanya, menatap kaosnya yang menampilkan bayang manis buahnya yang tak berpenutup, 'Kok A' Bagus tidak bereaksi? Apa mungkin dia sedang panik karena keran air?' "Matikan portal air di halaman belakang kemudian ambil kran baru dan juga selotipnya di gudang!" Bagus berkata sembari menahan aliran air yang semakin deras, "Catherine!" "Ya?!" "Matikan portal air di halaman belakang kemudian ambil kran baru dan juga selotipnya di gudang!" "Tapi Catherine tidak tahu kran yang mana dan selotip apa?!" "CK." decakan jengkel keluar dari bibir Bagus. "Ya..Ya tunggu sebentar!" Catherine langsung berlari keluar dari kamar menuju halaman belakang untuk mematikan aliran air kemudian berlalu ke gudang, mengobrak-abrik barang yang ada disana hingga akhirnya kran baru dia temukan, "Selotip keran." Satu persatu dipilih dengan tidak yakin, "Apa mungkin ini?" Satu benda kecil berada ditangan, "Tadi putih-putih di kran mirip ini. Baiklah kalau salah balik lagi." Gadis itu kembali ke kamarnya dengan berlari, namun yang dia tidak sadari adalah Kania yang keluar dari kamar karena keran air di kamar mandinya mati. Karin menatap gadis satu itu dengan aneh. "A' Ini kan?!" Catherine langsung memberikan benda ditangannya pada Bagus yang membersihkan pipa air dari sisa selotip yang menempel. "Terima kasih." sepertinya barang yang dibawa Catherine benar karena Bagus tidak berkomentar apapun, pria itu memberi selotip baru pada pipa kemudian memasang keran yang baru. "Jadi keran air mati karena kalian?" suara yang mengalun di depan pintu kamar mandi membuat Bagus langsung mengangkat kepala. "Kalau dilihat-lihat, kalian berdua seksi sekali, ya?" sudut bibir Kania naik, mencemooh keduanya dengan jijik. "Seksi darimana? Wong baju saya tadi buat bebat keran air..." Dan detik itu juga manic Bagus menangkap pemandangan tubuh Catherine yang menerawang dengan puncak coklat yang menegang. 'Sial!' maki Catherine keras, Kania selalu saja menghancurkan moment yang dia buat bersama Bagus, kurang ajar sekalikan orang itu?! Bagus lantas melanjutkan memasang keran air, setelah memastikan keran terpasang dengan kuat pria satu itu langsung berdiri tanpa menolehkan kepala pada sang adik ipar, "Kerannya sudah beres jadi nyalakan portal air yang tadi kau matikan." Bagus lantas mengambil kaos basahnya di atas lantai kemudian mengulurkan tangannya pada sang istri, "Ayo kita kembali ke kamar kita." Pintu kamar ditutup dan Kania langsung melepaskan tautan jemarinya dengan sang suami. "Kalau anda mau main gila dengan Catherine setidaknya hargai perjanjian tertulis yang telah kita buat Tuan Bagus!" "Siapa yang kamu maksud dengan main gila, Kania?!" "Yang tadi itu apa kalau bukan main gila? Tadi tidak lihat bagaimana pakaian yang dipakai jalang satu itu?!" suara Kania naik satu oktaf, "Dia seksi, kan? Dia sangat seksi bahkan seluruh pacar-pacarku yang terdahulu bertekuk lutut dibawah kakinya dan sekarang termasuk Aa' Bagus?" wajah Kania kecewa. "Kami tidak melakukan apapun, Kania. Saya tidak sadar dia seperti itu karena tadi niat saya hanya menolongnya." "Omong kosong! Bukankah semua lelaki akan seperti itu kalau mereka kepergok?!" "Demi Tuhan, Kania. Saya tahu batasan saya dan saya sama sekali tidak tertarik dengan Catherine!" "Tapi Catherine tertarik pada Aa'!" balas Kania keras, "Dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkan Aa'!" "Kania." Bagus menarik nafas panjang, menahan emosi, "Kamu marah karena saya dianggap melanggar perjanjian kita. Kamu marah karena Catherine lagi-lagi merebut sesuatu yang kamu anggap milikmu atau Kamu marah karena cemburu pada saya?" "Cemburu?!" Kania tergelak, "Darimana Aa dapat kesimpulan seperti itu?" "Baiklah Kania." Bagus memegang pundak sang istri, merendahkan tubuhnya untuk saling mengunci tatapan, "Bagaimana kalau seandainya saya bilang kalau saya lebih suka dengan opsi yang terakhir." "Cemburu?" "Ya." bibir pria itu mengembang dengan manis, "Saya memang menganggap Catherine hanya seorang adik tapi tidak dengan kamu." tangan Bagus terangkat, mengelus surai Kania dengan lembut kemudian merambat kearah pipi, "Apapun yang terjadi, kamu adalah milik saya dan saya adalah milik kamu. Saya tidak akan mengkhianati perjanjian yang kita buat, Kania." Bagus tersenyum lembut, meminta Kania percaya padanya. "Aa' tidak akan bohong pada Kania, kan?" "Tidak." Bagus menggelengkan kepala dengan yakin, "Aa' berani bersumpah atas nama Aa' sendiri."dan Kania tersenyum akan janji sang suami. Secara tidak sadar jemari Kania merambat, menelusuri bagian belakang leher Bagus dan menarik wajah pria itu mendekat. "Cup." Satu kecupan manis diberikan dibibir hingga membuat Bagus melotot kaget. "Bagaimana kalau kita ubah beberapa kesepakatan yang kita buat." "Maksudnya?" "Bruk!" Kania mendorong tubuh sang suami hingga pria itu terduduk di atas ranjang dan Kania naik keatas pangkuan pria itu dengan mengalungkan kedua tangannya dileher Bagus. "Menurut Aa' klausal nomor berapa yang harus diubah?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD