"Apa kamu sadar apa yang kamu lakukan sekarang?"
"Apa aku terlihat seperti orang mabuk?"
"Kania, saya memang bilang bahwa saya akan menepati kesepakatan yang telah kita buat tapi saya juga lelaki normal. Jika saya digoda seperti ini, saya bisa saja khilaf dan menyerangmu."
"Bukankah tadi Aa' juga digoda Catherine? Kenapa Aa' tidak menyerangnya? Padahal posisinya tadi hanya kalian berdua dan Catherine sangat seksi dengan bayang buahnya yang mengintip?"
"Saya tidak akan menyentuh orang yang tidak saya sukai, Kania."
"Kalau sekarang Aa' mau menyerangku itu berarti Aa suka padaku?" sudut bibir Kania berkedut menahan rasa senang.
"Bolehkah?"
"Ehm?" Kania tidak memberikan jawaban pasti namun gadis satu itu justru mendorong tubuh Bagus hingga pria itu terlentang diatas ranjang, "Kita nyalakan saja AC-nya. Aa' pasti tahu kan kalau olahraga seperti ini pasti akan keluar banyak keringat." Kania lantas berbisik ditelinga sang suami, "Tenang saja, Aa' tidak akan masuk angin kali ini." bibir gadis lantas mengecup bibir Bagus singkat, "Jadi?"
"Jangan protes jika nanti saya tidak bisa berhenti, Nyonya Dewangga?" senyum licik langsung terbit dibibir Bagus.
"Argh!" jerit Kania melengking tinggi dan tubuhnya yang semula menguasai sang suami langsung terlentang diatas ranjang, "Ingat Nyonya Dewangga, Anda yang meminta ini dan saya harap anda tidak menyesal atas keputusan anda."
Nada suara serta tatapan tajam Bagus yang mengunci manicnya membuat Kania hanya mampu menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih telah percaya pada suamimu." Bagus merendahkan kepalanya, mengecup puncak kepala Kania lembut, mengecupi setiap inchi wajah sang istri sebelum akhirnya menyatukan bibir keduanya dalam tautan yang manis. Saling membagi rasa dalam tautan lidah yang terjalin dengan nafas membakar.
"Engh!" lenguhan Kania mulai terdengar lirih saat Bagus mulai menyerang tengkuknya, menghisapnya dengan kuat kemudian mengigitnya dengan lembut.
"Kamu yakin Catherine tidak sadar dengan idemu tempo hari?" Bagus menatap hasil Kissmark yang dia berikan pada istri.
"Aku tidak peduli karena yang sekarang bukan Kissmark palsu lagi yang akan kupamerkan padanya." senyum Kania lembar. Tangan wanita itu terulur untuk merengkuh leher Bagus dan menarik pria itu mendekat, "Yakin hanya bagian leher yang mau diberikan Kissmark?" Kania lantas membuka satu kancing piyama yang dia pakai, "Tidak mau bagian ini juga?"
"Nakal." Bagus tersenyum lebar dan langsung menyerang Kania kembali membuat gadis itu melenguh panjang saat bibir sang suami mulai mengecup, menjilat serta menggigit setiap inchi kulit yang terbuka.
"A'." Wajah Kania memerah saat Bagus melepaskan sisa kancing piyama yang dia pakai hingga akhirnya tubuh bagian atasnya yang hanya terbalut bra berenda terekspose dengan manis.
"Saya buka, ya." tangan besar Bagus membuka penutup buah mengkal Kania setelah mendapatkan persetujuan dari gadis itu.
"Aa' adalah orang pertama yang melihatnya tapi please jangan melihat dengan cara seperti itu!" Kania membuang mukanya yang memerah malu.
"Kenapa tidak boleh dilihat? Cantik seperti ini bentuknya." Bagus menundukkan wajahnya, mengecup puncak pink Kania yang menegang karena dinginnya ruangan serta nafsunya yang mulai naik dan Bagus melirik keatas, melihat ekspresi merah sang istri hingga membuatnya semakin usil dengan menjulurkan ujung lidah untuk memainkan puncak pink-nya kemudian memasukkan semua buah manisnya kedalam mulut dan menghisapnya dengan keras.
"Engh!" lenguhan Kania semakin keras secara tidak sadar jemarinya merayap ke tengkuk sang suami, mendorong kepala pria itu untuk semakin memakan buahnya.
'Pantas jalang satu itu suka sekali dengan hal semacam ini. Rasanya enak sekali.' batin Kania menjerit keras terlebih lagi Bagus terlihat sangat memuja dirinya.
"Kania..." Bagus kembali menyatukan kedua bibir mereka, saling memakan dan saling beradu lidah sebelum Bagus kembali memberikan penghargaan pada buah Kania yang terabaikan.
"Sebelum anak kita lahir, saya ingin serakah sebentar."
'Bayangan A' Bagus sejauh itu?' namun senyum dibibir Kania tetap terbit atas ucapan sang suami.
"Mungkin dia akan hadir didalam sini jika kita secara rutin olahraga seperti ini." Bagus mengecupi berita datar Kania dengan lembut.
"Bagaimana kalau 3 atau 4 orang anak?" Bagus menengadahkan kepalanya, meminta saran dari sang istri.
"Satu saja belum ada."
"Kalau begitu kita harus cepat-cepat." Bagus memegang pangkal celana yang dipakai Kania dan menariknya turun hingga membuat gadis itu hanya memakai celana dalam berenda yang seksi berwarna hitam.
"Jadi sengaja pakai ini untuk menggoda suamimu?" Bagus menundukkan wajah dan mengecup kain itu.
"Kalau kain ini dilepas tidak ada lagi jalan untuk mundur." Bagus menatap Kania, meminta gadis itu berpikir.
"Kalau begitu lakukan." Kania lantas bangkit dari tidurnya dan menelusuri d**a bidang sang suami dengan gerakan menggoda, "Aa' tidak kasihan pada yang dibawah sana. Alat tempur Aa' sudah berdiri, dia mau pulang ke rumahnya." Kania meminta Bagus berdiri, tanpa malu gadis itu langsung menarik turun celana belel beserta boxer yang dipakai Bagus hingga benda besar miliknya langsung unjuk gigi dengan bangga.
'Sial!' Kania terkesiap dan menahan malu. Kania tahu dia sudah dewasa dan bukan pertama kalinya dia melihat alat produksi pria meskipun itu lewat video dewasa tapi melihat milik Bagus membuatnya sangat malu saat ini.
"Mulai ragu?"
"Tentu saja tidak." Kania kembali merebahkan dirinya diatas ranjang, dengan teramat berani gadis itu menarik penutup terakhirnya dan membuangnya ke lantai untuk bersatu dengan pakaian mereka yang lain.
Bagus tersenyum dan langsung menindih tubuh Kania, mengecup puncak kepala serta bibir gadis itu.
"Mungkin rasanya akan sakit jadi kamu bisa mencakarku atau menjambak rambutku, Kania."
"Cepat lakukan, A'!" Kania menggesekkan pusat tubuh mereka yang saling bersentuhan.
"Saya akan masuk sekarang."
"Ya."
"Argh!" Kania tiba-tiba menjerit dengan keras hingga membuat Bagus langsung memeluk tubuh sang istri , "Sakit!" adunya dengan air mata mulai keluar, tangannya dengan cepat mendekap tubuh Bagus dan mencakar punggung pria itu sebagai pelampiasan rasa sakitnya. Kania merasa bagian bawahnya robek bahkan dia bisa merasakan adanya aliran darah yang keluar dari area keperawanannya, salah sekarang dia sudah tidak perawan lagi dan untuk membuktikannya Kania mengintip ke bawah dan memang ada bercak darah disana.
"Selamat, kamu sudah menjadi seorang istri seutuhnya."
"Tapi sakit."
"Sebentar lagi tidak akan lagi, Ok?" Bagus menghapus lelehan air mata Kania kemudian mengecup pelupuk matanya.
Keduanya berdiam diri untuk menyesuaikan penyatuan tubuh mereka hingga tak lama kemudian Kania mulai bergerak pelan.
"Sudah tidak sakit?"
"Tidak. Tapi rasanya mulai geli dan enak." Kania mengigit bibirnya keras, mengutuk dirinya yang terlalu jujur.
"Mau memimpin olahraga ini?"
"Aku diatas?"
Bagus memeluk erat tubuh Kania, membuat wanita itu duduk diatas pangkuannya setelah itu Bagus mulai merebahkan diri hingga membuat Kania kini duduk seperti menunggang kuda.
"Tapi pertama kali pasti sakit, A!" protes wanita itu, "Aku juga malu!" Kania menutup kedua buahnya serta menyatuan mereka dengan tangan.
"Coba saja dulu. Kalau kamu tidak sanggup, biar Aa yang ambil alih." Bagus menarik kedua tangan Kania yang menutupi pemandangan panas didepannya itu.
"Tapi..."
"Bergeraklah pelan. Cari kenikmatanmu." Dan Kania mulai menumpukan kedua tangannya diatas d**a bidang Bagus kemudian mulai bergerak pelan mengikuti naluri.
"Engh!" erangannya mulai terdengar seiring dengan rasa nikmat yang kini mendera tubuh bawahnya.
"A..."
"Milik Aa enak." aku Kania sembari terus bergerak, "Geli tapi enak rasanya penuh dan sesak."
"Ya sayang." Bagus menahan nafas dan sabar karena sang istri.
"Apakah akan semakin enak kalau Aa yang memimpin?"
Bagus langsung menggulingkan tubuh Kania kebawah, memimpin permainan dengan cepat, "Kania..." Bagus sangat bernafsu, pria itu lantas meraih bibir sang istri, memakannya dengan tidak sabar kemudian merambat, mengecupi buahnya dengan lembut untuk dibawa ke mulut dan dihisap.
"Milikku dihisap dengan keras oleh intimu, sayang."
"Iyah." Kania menganggukkan kepalanya cepat, "Rasanya enak!"
"A', aku mau keluar?!" Kania menjerit keras bersamaan dengan meledaknya cairan cinta wanita itu.
"Tunggu saya, Ok?" Bagus tersenyum lembut, mengecupi wajah Kania sebelum kembali menggempur tubuh Kania yang kembali memanas akibat rasa nikmat yang terus melanda tubuhnya.
"Sayang!" Hingga akhirnya Kania mengerang keras dan langsung mengeluarkan cairannya begitu saja dalam tubuh sang wanita.
"Lagi?"
"Aa'!" jerit Kania kesal karena Bagus kembali menggempur tubuhnya lagi dan lagi hingga akhirnya Kania menyerah dan Bagus yang sadar bahwa dia sudah over langsung saja mengakhiri penyatuan mereka. Pria itu masuk kedalam kamar mandi, menuntaskan miliknya kemudian kembali lagi kedalam kamar untuk membersihkan tubuh Kania yang terlelap.
"Terima kasih, sayang." Bagus mengecup kepala Kania kemudian memeluk tubuh wanita itu erat.
Tanpa terasa pagi datang dan Kania yang terlelap langsung menyembunyikan matanya saat sinar matahari mengenai matanya lewat kelambu yang tidak tertutup sempurna.
Tangan wanita itu hendak memeluk sesuatu namun sayang sisi ranjangnya kosong.
"Aa' kemana?" Kania langsung bangkit dari atas ranjang dengan tangan menahan selimut, menatap pintu kamar mandi yang sepertinya kosong karena tidak ada suara apapun dari sana dan hal itulah yang membuat Kania langsung bangkit dari atas ranjang, meraih kaos dari balik almari kemudian keluar dari kamar meskipun harus menahan sakit karena olahraga semalam suntuk.
"Cukup Catherine, saya rasa tingkahmu yang semalam sudah keterlaluan. Apakah kamu lupa bahwa saya ini kakak iparmu?!"
"Serendah itukah Catherine dimata Aa?!" Catherine terdengar tidak terima atas ucapan Bagus.
"Kamu sendiri yang membuat dirimu terlihat seperti itu, Catherine!"
"Aa'pikir Aa' itu siapa? Berani sekali merendahkan Catherine?! Ingat Aa' adalah kacung yang beruntungnya diangkat menjadi menantu oleh ayah."
"Saya menerima perjodohan dengan Kania karena niat saya memang benar Catherine. Jadi jangan pernah lakukan hal-hal aneh seperti yang kamu lakukan sebelumnya atau saya laporkan perbuatanmu pada ayahmu."
"Aa' tidak akan berani melakukan itu!" jerit Catherine tertahan.
"Ada apa?"