Seperti yang dikatakan oleh Yadi, Karmo akan berada di ladang untuk melihat sawah dan juga kebunnya. Karmo terlihat begitu senang dan sedang sibuk ikut membantu para pekerja. Ini adalah kesempatan bagus bagi dirinya untuk mendekati Karmo.
"Bang Karmo, abang disini? " tanya Mirna yang membuat Karmo terkejut. Dia memang menyuruh Midah untuk mempekerjakan Mirna dikebunnya. Namun karena akhir-akhir ini perasaannya sedikit berubah kepada Mirna jadinya dia merasa kager dan gugup dekat dengan Mirna.
"Iya, lagi mau mencek aja" jawab Karmo seadanya.
"Bang, Mirna mau ada yang diomongin ke abang perihal hasil kebun bang".
"Owh, boleh saja. Kita ngobrol di pondok saja kalau begitu".
" Memang masalah apa dek? " tanya Karmo.
"Ini, Mirna ada usul bang. Bagaimana kalau hasil kebun abang dikelola sendiri seperti membuat makanan khas dari desa kita? ".
"Ini usul dari ibu-ibu yang kerja disini bang. Ya kan ibu-ibu" kata Mirna kepada ibu-ibu yang sedang sibuk memanen buah salak.
"Benar itu pak Karmo, biar ada tambahan penghasilan lagi buat kami" kata seorang ibu yang membenarkan perkataan Mirna tadi.
"Baik bu, saya akan pikirkan dulu".
"Yuk dek Mirna kita ke pondok dulu" ajak Karmo kepada Mirna.
"Bu, ibu. Harinya mulai gelap, seperti akan turun hujan nanti. Sebaiknya ibu-ibu rapikan saja dulu semuanya. Kalau kehujanan nanti takutnya sakit" perkataan Karmo tadi langsung dipatuhi para pekerja dikebunnya yang mayoritas ibu-ibu ketika lagi panen buah salak.
Mirna pergi lebih dahulu ke pondok, sepanjang perjalanan dia merapalkan mantra yang dia dapat dari dukun langganannya. Kali ini dia harus berhasil mendapatkan Karmo. Dia tidak akan melepaskan kesempatan emas ini. Dia menunggu dengan semangat kedatangan Karmo. dengan sengaja dia sedikit menurunkan bajunya agar belahan payudaranya kelihatan. Karmo pun datang ke dalam pondok dan duduk tidak jauh dari Mirna.
"Dek Mirna sebenarnya ada yang ingin abang tanyakan ke kamu dari dulu. Tapi abang merasa kurang pantas untuk menanyakan perihal ini" kata Karmo untuk memecah kebisuan diantara mereka.
"Silahkan kalau ada yang ingin abang tanyakan? Mirna tidak akan marah kok bang" sahut Mirna.
"Memangnya dek Mirna tidak merasa kesepian? " tanya Karmo yang mulai mendekatkan tubuhnya ke arah Mirna. Sambil matanya menoleh kesana kesini untuk memastikan tidak ada orang disekitar mereka.
"Ya pasti sedih lah bang, tapi ya mau bagaimana lagi. Kalau dingin seperti ini cuma bisa meluk guling bang" Mirna mencoba memancing Karmo.
"Memangnya dek Mirna nggak ada niatan mau nikah lagikah? " tanya Karmo yang mencoba untuk mendapatkan hati Mirna.
"Mirna takut diselingkuhi lagi bang" Mirna pura-pura sedih.
"Mirna, abang janji tidak akan selingkuhi dek Mirna kalau adek mau sama abang".
"Tapi Mirna tidak ingin merebut abang dari mba Midah" Mirna pura-pura perhatian terhadap kakanya Midah.
"Asalkan jangan sampai Midah tau dek".
"Sebenarnya abang sudah lama suka sama dek Mirna. Tapi sekarang abang sudah tidak kuat lagi menahan perasaan abang ke adek" kata-kata Karmo tadi membuat Mirna merasa berhasil menaklukan Karmo.
"Benarkah itu bang? Abang tidak sedang membohongi Mirna kan. Mirna tidak suka digombalin bang".
"Abang serius dek" ujar Karmo yang memeluk Mirna. Tiba-tiba saja hujan turun begitu lebatnya seolah mendukung situasi mereka berdua. Karmo pun mulai menciumi bibir Mirna dengan penuh nafsu namun masih tetap lembut, tidak seperti Yadi yang menciuminya dengan kasar. Namun Mirna menyukai keduanya, entah diperlakukan kasar atau lembut dia tetap akan sangat menikmatinya. Perlahan baju yang melekat pada tubuh mereka berdua terlepas, sehingga tidak ada sehelai benang pun pada tubuh mereka berdua.
Karmo pun mulai memasuki Mirna yang sudah terangsang dengan sentuhan lembut yang membangkitkan gairah. Mirna pun merintih dan mendesah setiap hujaman yang dilancarkan oleh Karmo. Suara desahan Mirna menjadi nyanyian yang merdu diiringi oleh bunyi rintikan air hujan menambah semangat bagi Karmo untuk lebih memuaskan Mirna. Dia tidak ingin menyia-nyiakan momen indah bersama Mirna sekarang ini. Dikulumnya p****g p******a Mirna dengan liar membuat Mirna mendesah nyaring dan menggelinjangkan badannya. Terkadang tubuhnya ikut bergoyang mengikuti ritme hentakan dari Karmo. Hingga mereka berdua mencapai puncak kenikmatan yang tiada kata yang mampu untuk mengungkapkan rasa kepuasan tersebut.
Hujan masih terus mengguyur begitu derasnya, membuat mereka berdua mengulangi percintaan yang penuh dosa dan terlarang itu hingga berulang lagi. Namun tidak ada kata lelah bagi mereka berdua yang kini telah dipenuhi nafsu birahi. Mereka berdua saling berpelukan dalam menghangatkan tubuh mereka yang telanjang dalam dinginnya hari. Penyatuan mereka yang telah berulang kali tuntas tak mampu memuaskan hasrat yang menginginkan lagi dan lagi.