Tara memarahi Berta habis-habisan karena kontrak sialan yang ia sama sekali tak ingat sudah menandatanganinya.
“Kau gila?! Bagaimana bisa ku menyetujui kontrak itu?! Kau sudah tau aku tak mau melakukan photoshoot berpartner apalagi dengan kontak fisik!”
“Bukan aku yang menyetujuinya. Kau sendiri yang menandatanganinya!”
“Kau memberikan kontrak itu saat aku tak sadar 100%!”
“Heii ayolah toh partnermu Dave, kau tak akan rugi.”
“Bukan masalah itu!”
“Memang apa yang terjadi kemarin?”
Tara menghela nafas beratnya karena terlalu marah. Ia semakin marah saat mengingat photoshoot gila kemarin.
“Kapan kontrak itu selesai?”
“Satu tahun.”
“Bunuh aku sekarang!”
Tara membanting pintu kamarnya meninggalkan Berta yang masih penasaran dengan apa yang terjadi kemarin.
Dave memasuki night club dan menghampiri dua temannya yang sudah berada di salah satu sofa di sana.
“Eits dateng juga nih orang.”
Dave duduk di samping Jordan yang sedang memeluk seorang wanita. Sudah seminggu semenjak photoshootnya bersama Tara namun pria itu masih tak bisa melupakan kejadian itu. Dave biasanya tak pernah memikirkan lagi tentang syuting porno apalagi photoshoot kecil seperti itu. Namun setiap keterkejutan-keterkejutan kecil yang dilakukan Tara membuatnya ingin tertawa.
Apakah wanita itu tak pernah melakukan ‘itu’ sebelumnya hingga ia begitu kaku?
“Kau kenapa?”
Dave tersadar dari lamunannya dan berdehem. “Tidak papa.”
“Ku dengar kau ada kerjasama dengan Tara Mayers?” tanya Jordan
Dave menuang minuman di gelas kosong yang ada di depannya. “Begitulah.”
“Mintakan tandatangannya untukku. Sial, kenapa dia bisa seindah itu?” Jordan membayangkan foto-foto Tara yang selalu ia lihat di majalah dewasa.
“Minta sendiri.”
“Kau bermain porno dengannya?” tanya Kevin, teman Dave yang ada di seberang.
Dave tersenyum tipis dan menegak minumannya. “Kuharap begitu.” itu pasti menyenangkan. Dave bahkan tak sanggup membayangkannya.
“Sialan, aku akan meninjumu jika kau berani bermain porno dengannya.” protes Jordan.
“Memang apa yang bagus darinya?” tanya Dave yang mulai penasaran kenapa temannya itu begitu mengidolakan Tara.
“Kau buta? Bodynya, matanya, hidungnya, bibirnya yang sexy, dua gundukan kenyalnya yang selalu menggoda, bokongnya yang montok-”
“Banyak wanita yang seperti itu.” sahut Dave.
“Dan yang paling spesial adalah, dia perawan.”
Dave tersedak minumannya. “Kau bercanda? Mana mungkin model sepertinya perawan.”
“Ck. Kau tidak tau? Itu rahasia umum dan dia tak pernah melakukan photoshoot dengan pria karena dia tak suka kontak fisik.”
“Kau mengarang?”
“Ck. Aku mendapatkan info dari managernya langsung.”
Dave terdiam dan kembali menerawang kejadian seminggu lalu. Jika dipikir-pikir, tingkahnya memang seperti perawan yang selalu tegang setiap ia menyentuhnya.
Sudut bibir Dave terangkat. Hei ayolah, mana mungkin wanita sepertinya perawan?
:::
Shela menaruh sebuah majalah di hadapan Tara yang asik dengan minumannya. “Wahh aku tak menyangka kau bisa melakukan ini!” heboh Shela.
Shela sama sekali tak marah saat melihat majalah Next terbaru dengan cover yang sangat amat hot. Tara yang sedang duduk di pangkuan Dave dengan hanya menggunakan celana dalam!
Shela tampak senang melihat setiap foto yang ada di dalam majalah itu. “Jangan tunjukan itu padaku!” geram Tara dan kembali menegak minumannya.
“Lihatlah ini!” Shela terpaku pada foto Dave yang menyentuh kewanitaan Tara yang masih tertutup celana dalam. “Kau sudah melakukannya?”
“Jangan bertanya.” Tara menegak minumannya untuk yang kesekian kalinya.
“Hei kau mau mabuk?”
“Ya. Aku mau mabuk!”
Shela menghela nafas dan menggeleng. Ia masih terpukau dengan setiap foto yang ada. Bagaimana bisa temannya tang tak pernah disentuh itu merelakan dirinya untuk di sentuh bahkan seekstrem ini?
Tapi Tara beruntung karena Dave lah pasangannya, oh temannya itu pasti sangat bahagia.
“Sudah berhenti! Kau sudah mabuk!”
Shela merebut gelas yang ada di tangan Tara.
“Berikan padaku.”
“Kau sudah banyak minum.”
Tara mengambil botol yang masih berisi setengah minuman itu dan langsung menegaknya. Dia bahkan tak peduli jika besok dirinya ada photoshoot.
“Kau gila?!”
Shela langsung merebut botol itu, membuat isinya berceceran hingga mengenai baju Tara.
“Bukankah itu Tara Mayers?”
Beberapa pengunjung tampak berbisik, membicarakan sosok cantik yang sudah mulai teler karena minuman keras.
“Aku akan mengantarmu pulang.”
“Aku tidak mau pulang! Heii berikan aku satu botol lagi.”
Shela menggeleng dan menelfon Berta untuk menyuruhnya membawa pulang Tara.
“Shel, kau dipanggil ke atas.”
Shela melihat jam di ponselnya dan ternyata sudah waktunya ia bertemu dengan pelanggannya.
“Kau jangan kemana-mana, tunggu Berta di sini. Simon, jangan beri dia minuman lagi!”
Simon, sang bartender yang sedang meracik minuman itu mengangguk. “Okey baby.”
Dengan berat hati Shela meninggalkan Tara. Namun tak lama setelah Shela pergi, Tara mulai mengacau dengan mengumpati orang yang ia temui.
“Kau mabuk?”
Berta datang tepat waktu sebelum Tara bergelayutan di dancefloor. Wanita itu langsung menarik Tara ke pinggir dan membawanya pulang.
“Kenapa kau mabuk?! Besok kau ada jadwal pemotretan pagi.” gerutu Berta.