✔✔✔✔✔
Aku menghentikan mobilku di depan pemakaman umum. Tempat yang baru kemarin aku kunjungi. Aku menghela nafas berat dan mencengkram setir mobilku.
Oke. Aku harus lakuin saran Mama!
Aku keluar dari mobilku dan berjalan memasuki area makam. Langkahku terasa berat tapi aku harus melakukannya. Karena tidak mungkin aku akan bisa tidur nyenyak sementara arwah Alfin terus menghantuiku.
Aku membenarkan letak kaca mata hitamku. Langkahku terhenti tepat di sebelah pusaranya. Aku duduk jongkok menatap tanah makamnya yang masih basah. Kulihat batu nisan yang bertuliskan namanya. Aku mendesah.
Lama terdiam akhirnya keluar juga suara dari mulutku.
"Gue nggak tau maksud lo apa gangguin tidur gue. Kedatangan gue kesini karena suruhan bokap nyokap gue. Katanya gue di suruh minta maaf sama lo!".
Aku tersenyum getir. Oke. Aku sudah gila. Aku bicara sendiri di pemakaman umum. Mengajak orang meninggal ngobrol dan bermaksud meminta maaf.
"Gue mohon..setelah ini jangan gangguin hidup gue. Jujur gue takut. Seumur hidup gue, gue nggak pernah liat hantu. Please ya jangan gangguin gue. Gue minta maaf kalo selama ini gue ada salah sama lo. Tapi...gue yakin gue nggak punya salah sama lo!".
Aku terdiam. Apa setelah ini dia benar-benar tidak menggangguku lagi? Semoga saja iya.
"Oke. Cuman itu aja yang pengen gue omongin sama lo!". Aku kembali menatap batu nisan itu. Alfin Fernando. "Semoga tenang di sana. Doain gue ya...semoga bokap nyokap gue penyakitnya ilang. Lo tau kan...penyakit yang gue maksud? Penyakit ngejodohin gue !".
Aku terkekeh sendiri. Lucu kedengarannya. "Inget ya...setelah ini jangan gangguin hidup gue. Hidup gue nggak ada yang menarik. Lo bakalan nyesel kalo tetep gangguin gue!".
Aku tersenyum lalu mengelus batu nisannya. Saat aku ingin bangun dari dudukku tiba-tiba ada suara yang membuatku mengurungkan niatku.
"Ngomong apa lo barusan?".
Aku terdiam. Tubuhku menegang. Ya Tuhan...baru saja aku berdoa agar Alfin tidak menggangguku tapi kenapa dia tetap saja menggangguku?.
"Fin...plis ja-jangan gangguin gue!". Tubuhku sedikit gemetar. Aku memejamkan mataku kuat-kuat. Aku tak berani membuka mataku. Karena bisa saja wajah Alfin tiba-tiba sudah ada di depan mataku.
"Lo gila ya...!".
"Ya Tuhan...dia ngatain aku gila. Tolongn Hamba Ya Tuhan!!!". Sahutku lirih.
"Heh...ngapain diem di situ. Minggir!".
Suaranya begitu dingin dan menakutkan. Aku mual. Aku pusing. Aku sudah tak sanggup lagi mendengar suaranya. Aku benar-benar ketakutan. Dan tiba-tiba saja aku limbung. Aku tergeletak di sebelah pusaranya dan setelah itu aku tak ingat apapun.
✔✔✔✔✔
Aku membuka mataku perlahan. Lampu yang menyala membuatku terasa pusing. Ku halangi wajahku yang terkena sinar lampu dengan telapak tanganku dan ku ulangi lagi membuka mataku.
Aku mengedarkan pandanganku. Ruangan ini begitu asing. Kamar yang bernuansa hitam putih dan aku yakin ini bukan kamarku.
Astaga...apa jangan-jangan Alfin yang membawaku ke sini. Kalau memang benar Alfin berarti aku sudah mati?.
Tidak. Aku bangkit dan duduk di tepi ranjang. Ku pijakkan kakiku ke lantai. Kata orang hantu itu tidak bisa menginjak tanah. Perlahan aku menginjakkan kakiku ke lantai dan kakiku terasa dingin menyentuh lantai.
Fiuuuuh...
Lega ternyata aku belum mati. Aku masih duduk di tepi ranjang dan mengamati sekitar. Kamar siapa ini?.
Tak lama kemudian seseorang membuka pintu dan Tante Astrid muncul. Aku bingung. Kenapa ada Tante Astrid di sini?.
"Kamu udah sadar sayang?". Tanyanya sambil duduk di sampingku dan mengelus rambutku. Aku tersenyum kikuk ke arahnya.
"Ma-maafin saya Tan. Saya nggak bermaksud--!".
"Sssst. Udah ya...kamu harus ikhlasin kepergian Alfin. Kalian memang tak berjodoh!".
Aku bisa tersenyum lebar saat ini. Akhirnya aku terbebas juga. Good bye perjodohan. Sebentar...sepertinya ada yang aneh. Kenapa aku bisa ada di sini? Di rumah Tante Astrid?.
"Tan...kenapa saya bisa ada di sini?".
Tante Astrid tersenyum ke arahku. "Anak Tante yang bawa kamu kesini!".
"Hah? Anak Tante?". Sahutku cepat. Tante Astrid mengangguk. "Jadi beneran dia nyata?".
Tante Astrid tampak bingung. "Maksud kamu apa sayang?".
"A-Alfin yang bawa s-saya ke sini??". Tanyaku tergagap. Apa benar Alfin yang membawaku? Tiba-tiba aku merinding. Apa segitu jahatnya aku sampai-sampai dia menghantuiku?.
"Alfin? Alfin kan sudah nggak ada sayang...kamu ikhlasin ya!".
"Anak Tante kan Alfin..jadi Alfin yang membawa saya ke sini?". Aku mengulangi pertanyaanku. Tante Astrid malah tersenyum dan kembali mengelus rambutku.
"Adiknya Alfin yang membawamu ke sini sayang. Tadi kamu pingsan di makam. Alan bingung mau bawa kamu kemana. Akhirnya Alan bawa kamu ke sini!".
"Alan?". Kataku lirih. Tante Astrid mengangguk. Pandangan mataku tiba-tiba beralih ke seseorang yang muncul dari balik pintu.
Oh My God... apa dia Malaikat? Ridwan atau Malik? Haish....
Aku terpana melihat sosoknya yang hampir bisa di bilang PERFECTO. Tunggu...dia adiknya Alfin? Oooh pantas saja aku tak pernah melihatnya.
"Alan...kamu temenin Reina dulu ya. Bunda mau nyiapin makan siang sekalian mau telpon orang tua Reina!"
"Hah...nggak usah Tante. Lagian bentar lagi saya juga pulang!".
Cegahanku sepertinya tak mempan. Tante Astrid hanya tersenyum dan menghilang di balik pintu. Aku kembali fokus menatap seseorang yang berdiri tak jauh dari tempatku.
"Ngapain lo liatin gue?".
Cowok berseragam SMA itu hanya tersenyum kecil lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.
Oooh jadi dia adiknya Alfin.
"Jadi lo calon istrinya kakak gue. Calon kakak ipar gue?".
Aku memberengut sambil menatapnya tajam.
"Cantik sih...tapi galak!".
Spontan aku mendelik ke arahnya. Sialan nih bocah ngatain aku galak??.
"Ngapain lo bawa gue kesini?". Tanyaku dengan nada tinggiku. Aku bisa melihat perubahan wajahnya yang terlihat sedikit lebih garang.
Ia berjalan mendekat ke arahku dan mencondongkan badannya. Kedua tangannya ia tumpukan ke tempat tidur. Berada di samping kanan dan kiriku. Mengunci tubuhku. Sementara wajahnya sudah berada di depanku. Mungkin berjarak sekitar beberapa centimeter saja.
Aku hanya bisa menahan nafasku saat hembusan nafasnya menerpa wajahku. Sekilas senyum terulas di bibir merahnya.
"Asal lo tau...gue nggak suka ada orang yang ngomong kasar sama gue. Apalagi ngebentak gue! Lo ngerti?".
Matanya menatap tajam. Mata elang yang hitam pekat. Sesaat kemudian aku tersadar dan langsung mendorong tubuhnya. Ia mundur beberapa langkah.
"Kuat juga tenaga lo!".
"Lo bisa sopan nggak? Gue ini calon kakak ipar lo!". Sentakku sambil berdiri dari tempat tidurnya.
Alan hanya tersenyum tipis mendengar ancamanku. Dia maju lagi dan mencoba mendekatiku.
"STOP!!". Teriakku sambil mengangkat tanganku. Tapi ia tak menghiraukanku. Ia semakin mendekat dan berdiri di depanku. Di silangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Kakak gue udah nggak ada. Jadi lo bukan kakak ipar gue lagi!".
Yup. Betul. Aku setuju dengan kata-katanya. Bocah pintar.
"Tapi nggak menutup kemungkinan suatu saat nanti nama belakang lo berubah jadi Fernando?".
Aku langsung menatap tajam ke arahnya. Maksudnya apa coba?. Emang Tante Astrid mau ngadopsi aku? Segitu terpuruknya Tante Astrid kehilangan Alfin sampai-sampai ingin menjadikanku anak angkatnya?.
Tapi ternyata dugaanku salah. Bocah tengil ini malah mengatakan suatu hal yang membuatku ingin menenggelamkannya ke sumur rumah sebelah yang konon katanya berhantu.
"Mau gak lo jadi istri gue!?".
✔✔✔✔✔