Sudah Salah Paham

1365 Words
Aku penasaran dengan bukti yang ada pada pria di sampingku itu. Secepatnya, aku menyebutkan nomor ponselku kepadanya. Pria yang bernama Justin itu nampak menyunggingkan senyuman, sambil menekan ponselnya untuk memasukan nomor yang aku sebutkan tadi. Setelah itu, aku menunggu pria itu mengirim bukti perselingkuhan mantan tunangan dan gadis yang aku yakini adalah adik tiriku. Detik kemudian, notip pesan singkat di ponselku berbunyi. Aku yakin, Justin sudah mengirimkan buktinya. Namun, ketika aku melihat nama Marco yang mengirim pesan, aku berdecak kesal. “Ck, mau apa lagi sih, dia?” Karena Marco mengirim sebuah video, aku sedikit penasaran untuk membukanya. Meskipun sudah habis kesabaranku, muak dengan tingkah palsunya. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk melihat video apa yang baru saja dikirimkan olehnya. Deg! Jantungku tersentak begitu keras, tak kala melihat video yang sedang berputar dalam durasi sekitar tiga menitan tersebut. Video yang menunjukan perjalanan cintaku dengan Marco, selama dua tahun belakangan ini. Semua begitu indah, sebelum aku mengetahui perlakuan bej4t Marco. Asmara yang terjalin kurang lebih dari dua tahun lamanya, bukan waktu yang sebentar bagiku. Namun, hancur dalam sekejap mata atas apa yang telah ia torehkan luka di dalam dadaku. Tak kusadari, air mataku menetes membasahi kedua pipiku yang memerah. Suara isak tangisku pun sampai terdengar olehku sendiri. “Cengeng!” celetuk Justin, tepat di depan telingku. Aku menoleh ke arahnya dengan tatapan sinis. Secepat mungkin, aku mengusap air mataku yang mengalir. Dengan kesal, aku menyembur pria yang aku anggap gil4 ini. “Bukan urusanmu, Tuan! Apa perdulimu, huh? Jangan terlalu ikut campur!” Pria itu tersenyum miring, sambil mengikis jarak. Aku terkesiap, merasa sedikit ngeri melihat senyumannya yang begitu menakutkan di mataku. “Kamu istriku. Sudah barang tentu, apa yang menjadi urusanmu akan menjadi urusanku juga, Nona. Jadi, aku sangat perduli dan akan selalu ikut campur, bukan?” “Ck! Ingat, hanya istri pura-pura, Tuan,” dengusku mengingatkan pria di sampingku ini, sambil menatapnya sinis. Ditatap sinis olehku, bukannya menjauhkan wajahnya malah semakin mendekat. Bibirku dan bibirnya hampir menempel dengan rekat. Aku pun sulit untuk bergerak atau pun bergeser. Aroma napasnya begitu harum mint, membuatku sedikit menegang. Wangi parfum di bajunya, membuatku merasakan ketenangan yang tak bisa tergambarkan. Seperkian detik, kedua bola mata kami hanya saling menatap satu sama lain. Aku bisa mendengar degup jantungku sendiri yang sangat berisik di dalam sana. Berada dalam jarak sedekat ini dengan pria gil4 tersebut, membuat jantungku merasa tidak aman. Deg! Aku tidak mengerti, mengapa jantungku berdebar-debar seperti ini. Padahal, aku bukanlah seorang gadis yang mudah jatuh hati kepada seorang pria. Aku selalu waspada dan berhati-hati dalam hal yang berhubungan dengan yang namanya cinta dan perasaan. Namun, kali ini seolah berbeda. Apakah semua ini karena rasa sakit hatiku yang telah dikhianati? Ataukah memang pria ini mampu merobohkan dinding hatiku yang sudah berantakan? “Apa kamu menyesal, hanya menjadi istri pura-puraku, huem?” Satu pertanyaan tiba-tiba meluncur dari mulut pria gil4 itu. Sontak, aku tersentak lirih. Aku dibuat melongo atas pertanyaannya. Bagaimana bisa pria ini berpikiran seperti itu? Sangat percaya diri sekali, pria ini. Siapa juga yang mau jadi istri dari pria yang tak aku kenal sebelumnya? Dasar sint!ng! Benar-benar gil4. Ingin rasanya aku mengatakan hal seperti itu. Namun, semua hanya ada dalam hatiku saja. Aku masih butuh pria ini, untuk mendapatkan bukti perselingkuhan Marco dan Celine. Detik selanjutnya, pria itu meledakan tawanya. Sepertinya ia merasa menang atas kediamanku yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Aku yang tersadar dari lamunan, tak terima langsung mematahkan pikirannya yang seperti menganggapku menyesal hanya menjadi istri pura-puranya. Enak saja! Dia pikir, aku mau menjadi istri sungguhannya? No. Jangan mimpi di siang bolong! “Ck! Apa kamu sedang bermimpi, Tuan? Ingat, aku hanya menganggap kamu seperti pria bayaran di luar sana! Jadi, jangan pernah mengira aku ingin menjadi istri sungguhanmu, Tuan! Justru, di sini akulah yang dirugikan olehmu, menjadi sebuah objek kebohonganmu terhadap Opah Carlos,” hardikku membuat tawanya terhenti. Pria itu tak kunjung membalas ucapanku, setelah beberapa saat berlalu. Syukurlah, kalau dia memang sadar atas apa yang aku katakan itu. Untuk lebih meyakinkan, jika aku tidak pernah menyesali apa yang ia katakan, aku pun menanyakan surat kontrak pernikahan kami tersebut. “Oh, ia. Katamu, ada surat kontrak pernikahan pura-pura kita. Mana, aku ingin melihatnya?” tagihku dengan menadahkan tangan kananku di depan wajahnya. Hening! Setelah beberapa saat aku meminta surat perjanjian kontrak pernikahan kepadaya, suasana mendadak hening. Kami saling diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Aku yang berpikir keras, bagaimana bisa pria yang tak aku kenal sebelumnya, melakukan hal seaneh ini. Sementara dirinya, aku tidak tahu sedang memikirkan apa. Tak berapa lama, suara ponselku kembali berdering. Dengan cepat, aku melirik ke arah layar yang menyala itu. “Daddy….,” gumamku lirih. “Angkat!” ucap pria itu dengan cepat, ketika ikut melirik layar ponselku. Aku menatap ke arahnya dengan perasaan bingung. Di satu sisi, aku tidak mau menerima panggilan dari ayahku. Sedang di sisi lain, ayahku seolah sudah tidak sabar ingin mengetahui kabarku secepatnya. “Katakan padanya, sebentar lagi aku akan pulang!” ucapnya lagi. Akhirnya, tak tahu kenapa, aku dengan bodohnya mengikuti apa yang ia katakan. “Hallo, Dad!” jawabku mencoba bersikap tenang, setelah menerima panggilan telpon ayahku. “Hei…, Areta! Ada di mana kamu, huh? Dari semalam, kamu tidak ada di rumah. Di apartemenmu pun, tidak ada. Apa yang kamu lakukan di luaran sana? Apa kamu sudah lupa dengan hari pernikahanmu sendiri, huh? Marco, adalah laki-laki pilihanmu. Bagaimana bisa kamu mempermalukan dirimu sendiri dan keluarga kita, huh? Cepat pulang! Waktu pemberkatanmu, tinggal dua jam dari sekarang.” Rentetan pertanyaan yang terlontar dari mulut ayahku yang berteriak dengan keras di sebrang telpon, hanya bisa aku telan dalam diam. Aku sampai menjauhkan ponselku dari telinga, agar tidak sakit dengan suara kerasnya itu. Tak berapa lama, ayahku kembali meneriakiku setelah aku tak kunjung menyahutinya. “Hei…, Areta! Apa kamu sudah tuli, huh?!” bentaknya semakin terdengar emosi dan geram. “Sebentar lagi aku akan pulang, Dad!” ucapku, sambil melirik ke arah Justin. Aku teringat dengan kata-katanya tadi. Pria di sampingku itu tersenyum tipis, menatapku tanpa berkedip. Tak tahu kenapa, setiap melihat senyumannya seperti itu, membuat aku seperti sedang terkena hipnotis. Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke luar kaca jendela mobil, untuk memutus tatapannya itu. Tak ingin mendengar apa yang dikatakan oleh ayahku lagi, aku langsung mengakhiri panggilan telponnya sepihak. Aku yakin, ayahku mengumpat kesal dan marah dengan apa yang aku lakukan. ‘Sorry, Dad! Semua ini memang salahku. Aku tidak pernah mau mendengarkan nasehatmu selama ini, hingga pada akhirnya aku kecewa dengan pilihanku sendiri.’ Aku merutuki kesalahanku sendiri dalam hati. “Hadapi semua dengan tenang, Nona! Aku akan membantumu,” ucap Justin tiba-tiba mengusap kepalaku dengan lembut. Aku pun tersentak lirih, menoleh ke arahnya dengan tatapan nanar. Aku tidak pernah menduga, pria misterius di sampingku ini begitu perduli dengan kehidupanku. Aku jadi penasaran, apa sebenarnya yang sedang ia rencanakan kepadaku? Aku teringat kembali dengan bukti perselingkuhan Marco yang dimiliki olehnya. Sesegera mungkin, aku pun menagih janjinya. “Mana, bukti perselingkuhan mantan tunanganku? Katanya kamu memilikinya, tadi. Kok, belum dikirim ke nomorku?” “Tidak gratis, Nona! Ada imbalannya,” ucapnya menjengkelkan. “Ck, dasar g!golo! Apa yang ada dalam otaknya, hanya Dolar dan Dolar saja,” gumamku mengumpat lirih. Tiba-tiba terdengar tawanya yang sangat keras. Sepertinya ia mendengar gumamanku, meskipun pelan. Kalau dipikir-pikir, kenapa pria di sampingku ini mau menjadi seorang g!golo? Padahal, kakeknya salah satu pengusaha terkaya di kota London. Kekayaannya pun tidak akan habis sampai tujuh turunan. Tapi, pria gil4 ini malah memilih jalan dosa. Tak habis pikir, memang. “Hentikan tawamu, Tuan! Black card milikku, masih ada di tanganmu. Kamu bisa memakai sepuasnya tanpa batas. Jadi, cepat kirimkan buktinya, sekarang!” ucapku jengah melihat tawanya. Justin menghentikan tawanya, kemudian menautkan alisnya dengan menatapku tajam. Lagi-lagi, aku sedikit bergidik ngeri melihat tatapannya yang seperti itu. “Aku tak butuh uangmu, Nona. Aku hanya butuh kamu, tetap berada di sampingku,” bisiknya lirih dengan penuh penekanan. Deg! Glek! Jantungku berdebar tidak karuan, hingga tenggorokanku rasanya tercekat. Aku terdiam membeku, tidak tahu apa yang terjadi dengan perasaanku. ‘Sepertinya aku sudah salah paham menilai pria ini. Ya, aku sudah salah menganggap pekerjaannya sebagai laki-laki bayaran. Tapi, kenapa dia sangat membutuhkan aku? Apa semua ini ada hubungannya dengan pernikahan pura-pura itu? Si4l, aku sudah terjebak dalam permainannya.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD