Tidak sulit bagi Tasya untuk berteman di kantor baru, walau terbilang dia adalah anak baru disana, namanya cukup dikenal tidak hanya di kalangan staf, sampai jejeran direktur menyukainya. Hal ini sangat membantu divisinya dalam menyelesaikan tugas tugas internal.
Seperti pagi ini, si bos mendadak dipanggil meeting dengan pemegang saham dan membutuhkan data dari finance. Untung saja Benny dari divisi finance baik hati dan tidak sombong, dengan cepat dia mempersiapkan data yang dibutuhkan Tasya. Tapi tentu saja harus ada timbal baliknya... yaitu free lunch tentunya. Bagi Tasya mentraktir Benny bukan masalah, yang penting data yang dibutuhkan si bos siap pada waktunya.
"Tasya....sudah jam dua belas nih...lo gak mau makan siang?" teriak Benny dari kejauhan.
"Lo dulu deh Ben, si bos belum selesai meeting. Gue takut nanti dia selesai dan nyari gue. Kencan kita tunda besok yahh..." sahut Tasya gak kalah kencangnya.
"Ehh..lo bedua kaya tarzan ajah, kalau suka mah Ben...samperin kali.." celetuk salah satu teman Benny, Satya.
"Bacot loh Sat!" Benny menoyor kepala Satya yang dengan gesit menghindar sambil tertawa terbahak bahak. .
Tasya kembali duduk di kursinya, menyelesaikan laporan penjualan kemarin sambil menunggu si bos selesai meeting dan mengunyah roti isi coklat sisa bekal tadi pagi.
Dari kejauhan terdengar suara beberapa orang sedang bicara, rupanya meeting telah selesai. Terlihat Andreas berjalan beriringan dengan Rana. Beberapa kali terlihat Rana mencoba untuk menyentuh tangan Andreas, namun dengan halus ditepisnya.
"Tasya, kamu sudah makan siang?" tegur Andreas melihat Tasya masih ada di kantor yang sudah sepi.
"Belum pak, khawatir bapak butuh saya selesai meeting."
"Kalau gitu kita makan siang saja, Rana...kamu mau ikut?"
"Bertiga?" tanya Rana
"Gak..berenam. Sama bayangan masing masing. Kamu masih punya bayangan kan?" jawab Andreas becanda, Tasya yang sudah mengerti maksud Andreas tersenyum tipis.
"Maksud kamu? memang bisa orang tidak punya bayangan?" Rana terlihat kebingungan.
"Udah bu, gak usah dipikirin lagi. Gak penting juga. Yang penting sekarang kita isi perut yang lagi ribut di dalam." lerai Tasya mengikuti langkah Andreas dan Rana yang berjalan di depannya. Dia tahu posisinya...para bos berjalan di depan, dan anak buah berjalan mengikut si bos dari belakang.
Selama makan siang Tasya tidak banyak bicara, tepatnya jatah bicaranya dicuri terus oleh Rana. Karena cape terus menerus di potong pembicaraannya maka Tasya memutuskan untuk konsentrasi pada hidangan yang menggiurkan di hadapannya.
"Tasya, kamu doyan atau lapar? dari tadi mulut gak berhenti ngunyah?" tegur Andreas dan tanpa disangka Andreas mengambil tissue dan menyeka noda sambal yang tertinggal di tepi bibirnya. "Cik cik...pelan pelan saja, saya curiga kamu memalsukan KTP yah? ngakunya umur 28 tapi kelakuan seperti anak belasan."
"Ihh..si bos..biasa aja kali." diambil tissue dari tangan Andreas dan kembali membersihkan noda di wajahnya.
"An...kalau aku gimana? menurut kamu kelakuan aku sudah sesuai belum dengan umurku?" Rana tidak mau kalah dengan Tasya. Hatinya mulai panas melihat perlakuan khusus Andreas pada Tasya. Apalagi dihadapannya.
"Kamu? yahh....so so lah..." jawab Andreas asal.Tasya tersenyum mendengar jawaban Andreas itu, sementara Rana memasang wajah cemberut. Sungguh lucu tampang nya ..senyum Tasya mendadak berubah menjadi tawa. Namun langsung ditahan karena tatapan Rana seakan hendak menerkamnya.
Lalu mereka melanjutkan makan siang yang tertunda akibat perdebatan tadi. Kali ini mereka hanya membicarakan hal hal ringan saja, jadi aman!
Ketika perut sudah kenyang, masalah lain timbul. Ngantuk! Itu yang dirasakan oleh Tasya, apalagi pendingin mobil Andreas sangat sejuk. Tasya yang duduk di samping Pak Indra tidak bisa lagi menahan kantuknya dan tertidur.
"Indra...itu si Tasya tidur?" tanya Rana , Indra hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum
"Astaga....udah gembul, muka bantal juga dia rupanya. Perfect combination!" seru Rana
"Itu tandanya dia sehat," bela Andreas.
"Cih....gak ada anggun anggunnya jadi cewek. Mana ada pria yang mau wanita seperti dia. Huhh..bisa bisa jadi perawan tua dia."ejek Rana masih belum puas.
"Huss...mulut kamu tuh. Tau gak, hidup, mati dan jodoh itu di tangan Tuhan. Jadi kita hanya bisa menjalani hidup ini dengan baik dan penuh syukur. Jangan pernah kamu mengatakan hal itu kepada wanita lain. Hati hati...mulutmu adalah harimau mu." nasihat Andreas, rupanya dia tidak suka dengan sikap Rana yang menyepelekan orang lain, apalagi orang itu adalah Tasya.
Rana kembali cemberut, "Kamu...membela dia yang baru saja kamu kenal. Huh..." Andreas tidak menanggapi lagi komentar Rana dan memilih diam.
Andreas mulai memikirkan perkataan Rana barusan, apakah benar dia terlalu membela Tasya yang baru saja menjadi sekretarisnya beberapa minggu saja?
Suara dering telepon mengejukan mereka semua, tak terkeculi Tasya yang sedang mendekur halus. Ternyata itu dering ponselnya.
"Hei!! Tasya bangun! ponsel kamu tuh berdering." tegur Rana sambil mencolek pundak Tasya.
"Hmm...apaan sih..ganggu orang lagi tidur."
"Yeee...tuh ponsel kamu bunyi"
"Siapa sih yang nelepon. Ganggu orang aja." gerutu Tasya dan meraih ponsel yang sedari tadi berada di pangkuannya.
"Ya.. hallo..siapa nih" sahutnya dengan mata masih terpejam.
"Eh..Tedy. Kenapa? Aku? Habis makan siang. Ha? sama siapa? Hmm...sama si bos lah." lalu terdengar suara pria berteriak dari seberang sana...Andreas dan Rana saling bertatapan.Sementara Tasya menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Ok, ok, nanti aku telepon lagi yah..." Lalu Tasya menutup sambungan "Sorry...itu orang gila lagi ngamuk" ujar Tasya dengan ringannya.
"Siapa Tedy itu Sya?" tanya Rana
"Bukan siapa siapa bu, orang gila aja..." lalu Andreas memberikan isyarat kepada Rana untuk tidak meneruskan pertanyaannya, karena Andreas sudah dapat menduga kalau Tedy itu adalah pacar Tasya. Dan dia bertekat untuk mengorek informasi lebih banyak lagi nanti.